Kisah Raja Yogya Gunakan Gelar Khalifatullah

Jum'at, 23 November 2018 - 05:00 WIB
Kisah Raja Yogya Gunakan...
Kisah Raja Yogya Gunakan Gelar Khalifatullah
A A A
PADA 30 April 2015 silam, Raja Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono (HB) X mengeluarkan Sabda Raja. Sabda Raja ini melepas gelar khalifatullah yang hampir tiga abad telah melekat pada Sultan-Sultan di Keraton Yogyakarta sebelumnya. Dalam Sabda Raja itu, nama Buwono juga diubah menjadi Bawana.

Secara lengkap HB X mengubah gelarnya menjadi Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Bawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Suryaning Mataram Senopati Ing Ngalogo Langgeng ing Bawono Langgeng, Langgeng ing Tata Panatagama.

Sementara gelar sebelumnya sejak Sultan naik takhta berbunyi, Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati-ing-Ngalaga Ngabdurrachman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat. Sultan HB X sendiri naik tahta pada Selasa Wage tanggal 29 Rejeb Wawu 1921 atau bertepatan dengan 7 Maret 1989.

Perubahan itu menjadi polemik di kalangan internal keraton. Adik-adik Sultan menentang perubahan ini. Sejumlah kalangan juga menuding perubahan ini sebagai jalan memuluskan suksesi Keraton Yogya, yakni membuka jalan putri tertua Sultan HB X naik takhta. Seperti diketahui selama ini penerus takhta keraton Yogya mulai dari HB I adalah laki-laki, sementara lima anak HB X adalah perempuan.

Lalu bagaimana sejarah penggunaan gelar khalifatullah ini ? Sebelumnya, raja- Raja di Yogyakarta menggunakan gelar Panembahan, Sunan dan Sultan. Secara makna bahasanya khalifatullah sendiri berarti wakil Allah (petugas Allah), mengemban amanat Allah SWT.

Pada 1641, Sultan Agung mengirim utusan ke Mekah untuk meminta gelar sultan. Langkah ini dilakukan untuk melegitimasi kekuasannya sebagai Raja terbesar di Mataram. Sultan Agung mengikuti jejak Sultan Banten, Sultan Abdulmafakhir Mahmud Abdulkadir atau dikenal dengan Pangeran Ratu atau Sultan Agung.

Sultan Banten ini bertakhta dari tahun 1596 hingga 1651. Pada 1636 Sultan Banten mendapat gelar “Sultan” dari otorisasi Kesultanan Turki yang menjadikannya sebagai Raja Islam di Nusantara yang pertama kali resmi menggunakan gelar Sultan. Raja-raja Mataram berikutnya menggunakan gelar Sunan. Gelar khalifatullah baru digunakan pada era Amangkurat IV yang bertakhta pada 1719-1724.

Usai Perjanjian Giyanti pada 1755 yang membagi wilayah Matarm menjadi Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta gelar khalifatullah digunakan oleh raja-raja Yogyakarta mulai HB I hingga HB X yang pada akhirnya dihilangkan dengan sabda raja pada tanggal 20 April 2015. Gelar khalifatullah tidak digunakan oleh Raja-Raja Kasunanan Surakarta. Raja-Raja Kasunanan memilih menggunakan gelar Sunan.

Kerabat Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) H Jatiningrat dalam sebuah tulisannya berjudul “Nilai-Nilai, Amanat dan Cita-cita Sri Sultan Hamengku Buwono IX Bagi daerah Istimewa Yogyakarta” merinci arti gelar khalifatullah.

Menurutnya Ngarsa Dalem berarti yang dijanjikan junjungan, pemuka atau pembesar. Sampeyan Dalem berarti yang diikuti langkahnya, dijadikan teladan; Ingkang Sinuwun : yang dimuliakan dimohonkan jasa baiknya; Kangjeng berarti yang dihormati. Sultan : penguasa ; Hamengku Buwono berarti mengedepankan kepentingan orang lain daripada diri sendiri, lebih banyak memberi manfaat daripada meminta. “Merengkuh semua pihak termasuk yang tidak menyukai, berbudi bawa leksana, ngemong menjadi suh terhadap semua rakyat,” jelasnya.

Senapati-ing-Ngalaga memiliki arti sebagai panglima besar jihad melawan keterbelakangan, kebodohan dan kedhaliman; Ngabdurrachman : meskipun demikian dia tetap menjadi hamba Tuhan Yang Maha Pengasih semua tugas dilakukan sebagai pengabdian kepada-Nya.

Sayidin Panatagama berarti sayid (bendara), penghulu, pembesar (yang dipertuan Agung) dalam menata kehidupan beragama. Khalifatullah berarti wakil Alllah (Petugas Allah), mengemban amanat Allah SWT; ing Ngayogyakarta berarti yang berada di Yogyakarta. Kata Yogyajarta ini diartikan suatu tempat Suci yang terhormat, wibawa dan mulai serta penuh sejahtera. “Sementara Hadiningrat berarti yang indah penuh dengan berkat rahmat Allah,” pungkasnya.
(wib)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.2983 seconds (0.1#10.140)