Keindahan Warna Alam Batik Matoa
A
A
A
ANGGUN, eksotis dan elegan. Setidaknya tiga kata itulah yang terucap dari para pecinta batik pada saat melihat batik Sarono Raharjo dari Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan untuk kali pertama. Bermotif buah, bunga serta tangkai buah Matoa yang menghiasi setiap lembar kain, menjadikannya sebagai karya indah, siap memikat siapapun yang memandangnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, kepopuleran batik Sarono Raharjo, batik asli dari Kabupaten Pasuruan terus bergaung seantero negeri. Dengan memanfaatkan potensi buah Matoa sebagai objek motif dan bahan utama pewarnaan kain, keunikan batik ini semakin mendapat pengakuan dari masyarakat luas.
Tidak hanya pecinta batik di Tanah Air saja, melainkan juga banyak diminati oleh masyarakat internasional.Sebut saja pemesan dari Singapura, Korea, Amerika dan Italia yang selama ini menjadi pelanggan setianya.
Berbahan katun terbaik sepanjang 2,5 meter dengan lebar 115 cm, batik tulis yang membutuhkan waktu penyelesaian selama kurang lebih satu tahun tersebut dikerjakan dengan proses penciptaan motif sangat detil dan sempurna. Sehingga sekalipun dibandrol dengan harga relatif premium, tak menjadi masalah bagi mereka yang ingin memilikinya. Seperti halnya pesanan salah satu konsumen dari Italia yang dibelinya dengan harga Rp75 juta.
Pengrajin batik yang membidani lahirnya batik Sarono Raharjo, Ferry Sugeng Santoso menuturkan, kekhasan batik lebih pada detil desain dan teknik pewarnaannya. Sehingga tak mengherankan jika dari hari ke hari, semakin banyak pecinta batik yang kesengsem.
Tak terkecuali berhasil memikat dewan juri di perhelatan Lomba Batik Dengan Pewarna Alam Tingkat Nasional Tahun 2018 yang diadakan di Balai Besar Batik, Yogyakarta pada tanggal 17-19 Juli 2018. Mewakili Jawa Timur, di ajang kompetisi yang diikuti para pengrajin batik dari ke-15 provinsi tersebut, batik Sarono Raharjo menyisihkan karya-karya terbaik para pengrajin batik di tanah air.
Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Penyelenggara Asosiasi Pengusaha Batik Tenun Nusantara menobatkan masterpiece yang dikembangkan di Dusun Pajaran, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejosebagai karya terbaik, mengalahkan corak batik dari Lampung, Babel, Padang, Kaltara, Banjarmasin, Yogyakarta, Sragen, Boyolali, Aceh dan provinsi lainnya.
“Alhamdulillah, batik Sarono Raharjo terunggul karena dinilai punya original motif yang khas dan dari segi inovasinya yaitu dari tata desain juga teknik pengerjaannya yang menggunakan pewarna alam.Kami manfaatkan kulit kayu Tingi, kulit buah Jolawe dan daun tanaman Indigo Vera Tingtoria. Semuanya serba alami untuk mewarnai motif Matoa yang kami kerjakan selama tiga hari waktu yang diberikan tim juri untuk menyelesaikan karya,” ceritanya kepada Dinas Kominfo Kabupaten Pasuruan dengan ekspresi berbinar-binar.
Dengan ukuran selendang pasmina sepanjang 2 meter dan lebar 80 cm, tim juri yang terdiri dari Kepala Balai Batik, Ketua Warna Alam Indonesia serta praktisi Batik menganugerahkan tropi, sertifikat berikut uang pembinaan kepadanya pada tanggal 10 Agustus 2018 di Yogyakarta. Kemenangannya kali ini dijadikannya sebagai pelecut untuk terus berkarya lebih baik lagi ke depannya.
Harapannya, batik kebanggaan masyarakat Kabupaten Pasuruan hasil kreasinya tersebut dapat diekspor sebagai kelanjutan dari networking konsumen dari mancanegara yang selama ini sudah mulai dikuasainya. Untuk mempersiapkannya, Ferry mulai menyicilnya dengan menyiapkan SDM handal yang siap diajaknya bereksplorasi tiada henti, menghasilkan karya-karya terbaik selanjutnya.
“Sekarang saya masih punya 15 pegawai yang membantu di sanggar. Mereka semuanya asli warga Dusun Pajaran, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo. Memberdayakannya menjadi tenaga handal dan menjadikan Desa kami sebagai sentra batik Matoa adalah impian saya, sesuai dengan filosofi Sarono Raharjo yang bermakna sarana yang membawa kesejahteraan bagi sesama,” tandas pria berpenampilan eksentrik yang dikenal sangat ramah ini.
Ia optimistis, karyanya yang terinspirasi dari manisnya rasa dan penampilan buah Matoa itu mampu menjadi batik terbaik di tanah air. Tentunya dengan modal awal yang selalu ditekannya kepada karyawan-karyawannya agar tidak mengejar profitterlebih dulu.
Sebaliknya lebih pada karya apa yang bisa dihasilkan untuk masyarakat. Dengan demikian secara otomatis akanmendatangkan profit dengan sendirinya tanpa perlu bersusah-susah mencarinya. Cukup mempersembahkan sumbangsih terkeren yang diciptakan dari hati.
Tak mengherankan jika koleksi kain batik yang dapat dimiliki dengan harga mulai 150 ribu tersebut makin populer di masyarakat. Terlebih dengan dimanfaatkannya media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan WhatsApps di nomor 082139579582 sebagai media promosi sangat efektif dalam meningkatkan order penjualan.
Lalu bagaimana dengan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Pasuruan? Selain memfasilitasinya melalui event pameran dan ajang kompetisi batik yang sering digelar, aktivitas mematenkan Kecamatan Sukorejo sebagai City of Matoa intens dilakukan. Siap mendukung kemajuan sentra batik Sarono Raharjo dengan menyediakan bahan baku alaminya melalui penanaman lebih dari 25 ribu bibit yang tersebar di semua Desa se-Kecamatan Sukorejo.
Pun demikian dengan memperluas jejaring dengan pemerhati batik dari Malaysia dan Korea yang sebelumnya pernah belajar membatik di sanggar milik Ferry. Termasuk mem-branding segala macam produk dari buah Matoa, mulai dari minuman, sari Matoa, brownies Matoa sampai kue-kue kering dari Matoa. Adakah di antara Anda yang berminat beranjangsana ke kampung batik bermotif Matoa? (Eka Maria)
Dalam beberapa tahun terakhir, kepopuleran batik Sarono Raharjo, batik asli dari Kabupaten Pasuruan terus bergaung seantero negeri. Dengan memanfaatkan potensi buah Matoa sebagai objek motif dan bahan utama pewarnaan kain, keunikan batik ini semakin mendapat pengakuan dari masyarakat luas.
Tidak hanya pecinta batik di Tanah Air saja, melainkan juga banyak diminati oleh masyarakat internasional.Sebut saja pemesan dari Singapura, Korea, Amerika dan Italia yang selama ini menjadi pelanggan setianya.
Berbahan katun terbaik sepanjang 2,5 meter dengan lebar 115 cm, batik tulis yang membutuhkan waktu penyelesaian selama kurang lebih satu tahun tersebut dikerjakan dengan proses penciptaan motif sangat detil dan sempurna. Sehingga sekalipun dibandrol dengan harga relatif premium, tak menjadi masalah bagi mereka yang ingin memilikinya. Seperti halnya pesanan salah satu konsumen dari Italia yang dibelinya dengan harga Rp75 juta.
Pengrajin batik yang membidani lahirnya batik Sarono Raharjo, Ferry Sugeng Santoso menuturkan, kekhasan batik lebih pada detil desain dan teknik pewarnaannya. Sehingga tak mengherankan jika dari hari ke hari, semakin banyak pecinta batik yang kesengsem.
Tak terkecuali berhasil memikat dewan juri di perhelatan Lomba Batik Dengan Pewarna Alam Tingkat Nasional Tahun 2018 yang diadakan di Balai Besar Batik, Yogyakarta pada tanggal 17-19 Juli 2018. Mewakili Jawa Timur, di ajang kompetisi yang diikuti para pengrajin batik dari ke-15 provinsi tersebut, batik Sarono Raharjo menyisihkan karya-karya terbaik para pengrajin batik di tanah air.
Bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Penyelenggara Asosiasi Pengusaha Batik Tenun Nusantara menobatkan masterpiece yang dikembangkan di Dusun Pajaran, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejosebagai karya terbaik, mengalahkan corak batik dari Lampung, Babel, Padang, Kaltara, Banjarmasin, Yogyakarta, Sragen, Boyolali, Aceh dan provinsi lainnya.
“Alhamdulillah, batik Sarono Raharjo terunggul karena dinilai punya original motif yang khas dan dari segi inovasinya yaitu dari tata desain juga teknik pengerjaannya yang menggunakan pewarna alam.Kami manfaatkan kulit kayu Tingi, kulit buah Jolawe dan daun tanaman Indigo Vera Tingtoria. Semuanya serba alami untuk mewarnai motif Matoa yang kami kerjakan selama tiga hari waktu yang diberikan tim juri untuk menyelesaikan karya,” ceritanya kepada Dinas Kominfo Kabupaten Pasuruan dengan ekspresi berbinar-binar.
Dengan ukuran selendang pasmina sepanjang 2 meter dan lebar 80 cm, tim juri yang terdiri dari Kepala Balai Batik, Ketua Warna Alam Indonesia serta praktisi Batik menganugerahkan tropi, sertifikat berikut uang pembinaan kepadanya pada tanggal 10 Agustus 2018 di Yogyakarta. Kemenangannya kali ini dijadikannya sebagai pelecut untuk terus berkarya lebih baik lagi ke depannya.
Harapannya, batik kebanggaan masyarakat Kabupaten Pasuruan hasil kreasinya tersebut dapat diekspor sebagai kelanjutan dari networking konsumen dari mancanegara yang selama ini sudah mulai dikuasainya. Untuk mempersiapkannya, Ferry mulai menyicilnya dengan menyiapkan SDM handal yang siap diajaknya bereksplorasi tiada henti, menghasilkan karya-karya terbaik selanjutnya.
“Sekarang saya masih punya 15 pegawai yang membantu di sanggar. Mereka semuanya asli warga Dusun Pajaran, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo. Memberdayakannya menjadi tenaga handal dan menjadikan Desa kami sebagai sentra batik Matoa adalah impian saya, sesuai dengan filosofi Sarono Raharjo yang bermakna sarana yang membawa kesejahteraan bagi sesama,” tandas pria berpenampilan eksentrik yang dikenal sangat ramah ini.
Ia optimistis, karyanya yang terinspirasi dari manisnya rasa dan penampilan buah Matoa itu mampu menjadi batik terbaik di tanah air. Tentunya dengan modal awal yang selalu ditekannya kepada karyawan-karyawannya agar tidak mengejar profitterlebih dulu.
Sebaliknya lebih pada karya apa yang bisa dihasilkan untuk masyarakat. Dengan demikian secara otomatis akanmendatangkan profit dengan sendirinya tanpa perlu bersusah-susah mencarinya. Cukup mempersembahkan sumbangsih terkeren yang diciptakan dari hati.
Tak mengherankan jika koleksi kain batik yang dapat dimiliki dengan harga mulai 150 ribu tersebut makin populer di masyarakat. Terlebih dengan dimanfaatkannya media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan WhatsApps di nomor 082139579582 sebagai media promosi sangat efektif dalam meningkatkan order penjualan.
Lalu bagaimana dengan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Pasuruan? Selain memfasilitasinya melalui event pameran dan ajang kompetisi batik yang sering digelar, aktivitas mematenkan Kecamatan Sukorejo sebagai City of Matoa intens dilakukan. Siap mendukung kemajuan sentra batik Sarono Raharjo dengan menyediakan bahan baku alaminya melalui penanaman lebih dari 25 ribu bibit yang tersebar di semua Desa se-Kecamatan Sukorejo.
Pun demikian dengan memperluas jejaring dengan pemerhati batik dari Malaysia dan Korea yang sebelumnya pernah belajar membatik di sanggar milik Ferry. Termasuk mem-branding segala macam produk dari buah Matoa, mulai dari minuman, sari Matoa, brownies Matoa sampai kue-kue kering dari Matoa. Adakah di antara Anda yang berminat beranjangsana ke kampung batik bermotif Matoa? (Eka Maria)
(poe)