Gempa Lombok Picu Dua Tsunami Kecil

Senin, 06 Agustus 2018 - 12:55 WIB
Gempa Lombok Picu Dua...
Gempa Lombok Picu Dua Tsunami Kecil
A A A
BANDUNG - Gempa susulan dan pergerakan tanah masih mengancam Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), pascagempa bumi 7 Skala Richter (SR) Minggu 5 Agustus 2018 sekitar pukul 18.46 WlB.

Pusat gempa yang berada dalam koordinat 116,48o BT dan 8,37o LS dan kedalaman 15 kilometer di bawah permukaan Bumi tersebut telah menyebabkan 91 orang meninggal dunia, ratusan luka-luka, dan ribuan bangunan rusak.

“Gempa bumi pada Minggu 5 Agustus 2018 itu juga menimbulkan dua tsunami kecil di Carik dan Badas, Lombok Timur. Ketinggian maksimum tsunami kecil di Carik mencapai 0,13 meter dan di Badas 0,1 meter,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kasbani.

Dia mengemukakan, selain karena kekuatan gempa cukup besar, 7,0 SR dan berpusat di kedalaman dangkal 15 km, bencana ini menimbulkan dampak cukup besar karena sebagian besar bangunan di Pulau Lombok, NTB tak tahan gempa baik secara teknis maupun bahan bangunan. (Baca Juga: Bantu Korban Gempa, Rumah Sakit Terapung KRI Suharso Diberangkatkan ke Lombok)

Lokasi bangunan pun berada di kawasan patahan atau sesar Flores Back Arc. Sebagian besar korban baik meninggal dunia maupun luka-luka, disebabkan oleh tertimpa reruntuhan bangunan. (Baca Juga: Pasca-Gempa 7.0 SR, Aktivitas Bandara di Denpasar dan Lombok Kembali Normal)

“Bangunan di sana, baik rumah penduduk, maupun gedung pemerintah dan komersial, dibangun dengan teknik dan bahan tak layak gempa. Padahal Lombok dan sekitarnya masuk dalam zona kuning atau kawasan rawan bencana (KRB) gempa bumi,” ujar Kasbani.

Untuk mengetahui lebih detail terkait gempa Minggu 5 Agustus 2018, tutur dia, sesaat setelah mendapatkan informasi, PVMBG memberangkatkan tim untuk melakukan pemeriksaan terhadap dampak gempa bumi. Tim tersebut antara lain, ketua tim Sri Hidayati, anggota Supartoyo, Amalfi Omang, dan Gangsar Turiono.

“Berdasarkan lokasi pusat dan dampak gempa bumi, maka gempa bumi pada 29 Juli 2018 dan 5 Agustus 2018 diakibatkan oleh sesar patahan aktif jenis besar naik pada zona sesar busur belakang Flores atau Flores Back Arc,” kata Kasbani dalam konferensi pers terkait gempa Lombok di Kantor PVMBG Badan Geologi, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (6/8/2018).

Kasbani mengemukakan, berdasarkan laporan tim, gempa bumi tersebut diikuti oleh serangkalan gempa bumi susulan. Dengan melihat posisi, kedalaman dan mekanismenya' gempa bumi yang terjadi pada Minggu 5 Agustus 2018, diperkirakan berasal dari zona sesar yang sama.

Dia menjelaskan, Lombok Timur dan Lombok Utara merupakan daerah yang dekat dengan lokasi pusat gempa bumi. Daerah itu merupakan dataran hingga perbukitan terjal. Berdasarkan peta geologi, PuIau Lombok yang disusun oleh Pusat Survei Geologi, Badan Geologi dan pengamatan lapangan, dataran tersusun oleh endapan Kuarter, dominan batuan rombakan gunung api muda yang telah mengalami pelapukan.

“Batuan rombakan gunung api muda yang telah mengalami pelapukan umumnya bersifat urai, lepas, belum kompak memperkuat efek memperkuat goncangan atau amplitikasi, sehingga rawan terhadap goncangan gempa bumi,” ungkap dia.

Dalam peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gempa bumi NTB yang diterbitkan oleh Badan Geologi, tutur Kasbani, Lombok Utara dan Lombok Timur berada dalam KRB Gempa bumi Menengah yang berpotensi memiliki intensitas goncangan gempa bumi VII VIII MML. Hasil survei Tim Tanggap Darurat Gempa bumi menunjukkan bahwa dampak gempa bumi di kedua kawasan pada kisaran VII-VIII MMI.

“Berdasarkan pengamatan lapangan, sebaran kerusakan bangunan dominan di Lombok Timur dan Lombok Utara. Tim juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan aparat setempat di daerah bencana untuk mengurangi keresahan dan kepanikan masyarakat,” tutur Kasbani.

Pantauan tim PVMBG, ungkap dia, terjadi gerakan tanah yang dipicu oleh gempa bumi, berupa patahan dinding tebing, longsoran tebing berulang, retakan berdasarkan kondisi di lapangan saat pemeriksaan di jalur pendakian dan sekitar Plawangan, Sembalun. Dengan kondisi retakan dan kegempaan yang masih sering terjadi, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat potensi longsor dan runtuhan batu di sekitar jalur pendakian, Plawangan.

PVMBG merekomendasikan, masyarakat harus mewaspadai gempa bumi susulan yang energinya lebih kecil dari gempa bumi utama. Hindari membangun di atas tanah rawa, sawah, dan tanah urug yang tidak memenuhi persyaratan teknis, karena rawan terhadap goncangan gempa bumi.

Bangunan di jalur retakan tanah diupayakan tidak lagi dibangun di tempat sama dan dipindahkan dari jalur retakan tersebut. Karena itu, Pemprov NTB harus segera melakukan revisi Perda Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).

Hindari membangun di bagian bawah dan lereng terjal yang telah mengalami pelapukan dan kondisi tanah gembur karena akan berpotensi terjadi gerakan tanah atau longsor bila diguncang gempa bumi.

“Jika dilakukan aktivitas sehubungan dengan penyisiran pencarian pendaki yang kemungkinan masih berada di sekitar areal Gunung Rinjani, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan kondisi gerakan tanah terjadi dan intensitas kegempaan,” tutup Kasbani.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6472 seconds (0.1#10.140)