Pahlawan TNI AU Abdulrachman Saleh Gantikan Nama RSU Sleman
A
A
A
SLEMAN - Rumah Sakit Umum (RSU) Sleman, Yogyakarta akan berubah nama menjadi Marsda TNI Anumerta Abdulrachman Saleh. Pengabadian nama tersebut sebagai bentuk penghargaan atas jasanya saat melawan agresi militer Belanda.
Hal itu disampaikan Kadispenau Marsekal Pertama TNI Novyan Samyoga saat ziarah dan tabur bunga di makam pahlawan Marsda TNI Anumerta Agustinus Adisucipto dan Marsda TNI Anumerta Abdulrachman Saleh di Monumen Perjuangan TNI AU Ngoto, Yogyakarta dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Bhakti ke 71 TNI AU, Minggu (29/7/2018).
"Ada wacana untuk mengubah nama Rumah Sakit Umum Sleman itu menjadi Rumah Sakit Profesor Doktor Abdurachman Saleh, hal ini sangat positif," ujarnya.
Samyoga menjelaskan, seperti diketahui bersama Profesor Doktor Abdulrachman Saleh tidak hanya merupakan seorang pahlawan Angkatan Udara tapi juga merupakan seorang pionir dari Ilmu Faal. Bahkan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) juga sudah menjadikan Abdulrachman Saleh sebagai salah seorang pahlawannya. Begitu juga dengan Radio Republik Indonesia (RRI).
"Memang beliau ini seseorang yang sangat luar biasa dan pada saat kejadian itu kebetulan Bapak Profesor Doktor yang saat itu berdinas di daerah Yogyakarta khususnya di Sleman ini sehingga kemudian ada keinginan untuk mengabadikannya," kata dia.
Samyoga mengakui, perubahan nama tersebut masih memerlukan proses karena tetap harus melalui persetujuan DPRD dan sebagainya. "Kami dari Angkatan Udara tentunya berharap agar proses ini bisa berjalan dengan mulus sehingga nama beliau bisa diabadikan di rumah sakit umum tersebut," ucapnya.
Seperti diketahui, Marsda TNI Anumerta Prof Dr Abdulrachman Saleh bersama dengan sejumlah pahlawan di antaranya, Marsda TNI Anumerta Agustinus Adisucipto dan Opsir Muda Udara Adi Sumarmo Wirjokusumo gugur setelah ā€ˇpesawat Dakota VT-CLA yang dinaikinya saat tengah membawa obat-obatan sumbangan Palang Merah Malaya, ditembak jatuh oleh pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk Belanda.
Saat penembakan tersebut, pesawat Dakota VT-CLA yang dipiloti oleh Alexander Noel Contanstine dalam persiapan untuk mendarat di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta. Penyerangan oleh Belanda ini merupakan balasan atas aksi heroik para kadet udara yaitu Kadet Udara I Suharnoko Harbani, Kadet Udara I Mulyono dan Kadet Udara I Sutardjo Sigit yang menyerang tangsi Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Serangan udara oleh para penerbang TNI AU ini merupakan respons atas agresi militer Belanda pada 21 Juli 1947 yang merusak sejumlah pangkalan udara di Jawa atau Sumatera. Dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta yang luput dari pengeboman oleh Belanda ini, para penerbang TNI AU menggunakan satu pesawat Guntei dan dua pesawat Cureng ketiga tangsi militer Belanda tersebut.
Pesawat Guntei yang dipiloti oleh Kadet Udara I Mulyono dengan penembak udara Dulrahman terbang terlebih dahulu menuju Semarang. dengan bawa 400 kg bom. Disusul dua pesawat Cureng dipiloti oleh Kadet Udara I Sutardjo Sigit dengan penembak udara Sutardjo dan Kadet Udara I Suharnoko Harbani dengan penembak udara Kaput.
Dua pesawat Cureng masing-masing membawa bom seberat 50 kg yang digantungkan pada setiap sayapnya dan penembak udara memangku peti-peti berisi bom-bom bakar bom-bom tersebut dilepaskan dengan cara dilemparkan secara langsung ke sasaran, saat langit masih gelap dan lampu kota masih menyala.
Hal itu disampaikan Kadispenau Marsekal Pertama TNI Novyan Samyoga saat ziarah dan tabur bunga di makam pahlawan Marsda TNI Anumerta Agustinus Adisucipto dan Marsda TNI Anumerta Abdulrachman Saleh di Monumen Perjuangan TNI AU Ngoto, Yogyakarta dalam rangkaian kegiatan peringatan Hari Bhakti ke 71 TNI AU, Minggu (29/7/2018).
"Ada wacana untuk mengubah nama Rumah Sakit Umum Sleman itu menjadi Rumah Sakit Profesor Doktor Abdurachman Saleh, hal ini sangat positif," ujarnya.
Samyoga menjelaskan, seperti diketahui bersama Profesor Doktor Abdulrachman Saleh tidak hanya merupakan seorang pahlawan Angkatan Udara tapi juga merupakan seorang pionir dari Ilmu Faal. Bahkan, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) juga sudah menjadikan Abdulrachman Saleh sebagai salah seorang pahlawannya. Begitu juga dengan Radio Republik Indonesia (RRI).
"Memang beliau ini seseorang yang sangat luar biasa dan pada saat kejadian itu kebetulan Bapak Profesor Doktor yang saat itu berdinas di daerah Yogyakarta khususnya di Sleman ini sehingga kemudian ada keinginan untuk mengabadikannya," kata dia.
Samyoga mengakui, perubahan nama tersebut masih memerlukan proses karena tetap harus melalui persetujuan DPRD dan sebagainya. "Kami dari Angkatan Udara tentunya berharap agar proses ini bisa berjalan dengan mulus sehingga nama beliau bisa diabadikan di rumah sakit umum tersebut," ucapnya.
Seperti diketahui, Marsda TNI Anumerta Prof Dr Abdulrachman Saleh bersama dengan sejumlah pahlawan di antaranya, Marsda TNI Anumerta Agustinus Adisucipto dan Opsir Muda Udara Adi Sumarmo Wirjokusumo gugur setelah ā€ˇpesawat Dakota VT-CLA yang dinaikinya saat tengah membawa obat-obatan sumbangan Palang Merah Malaya, ditembak jatuh oleh pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk Belanda.
Saat penembakan tersebut, pesawat Dakota VT-CLA yang dipiloti oleh Alexander Noel Contanstine dalam persiapan untuk mendarat di Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta. Penyerangan oleh Belanda ini merupakan balasan atas aksi heroik para kadet udara yaitu Kadet Udara I Suharnoko Harbani, Kadet Udara I Mulyono dan Kadet Udara I Sutardjo Sigit yang menyerang tangsi Belanda di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Serangan udara oleh para penerbang TNI AU ini merupakan respons atas agresi militer Belanda pada 21 Juli 1947 yang merusak sejumlah pangkalan udara di Jawa atau Sumatera. Dari Pangkalan Udara Maguwo, Yogyakarta yang luput dari pengeboman oleh Belanda ini, para penerbang TNI AU menggunakan satu pesawat Guntei dan dua pesawat Cureng ketiga tangsi militer Belanda tersebut.
Pesawat Guntei yang dipiloti oleh Kadet Udara I Mulyono dengan penembak udara Dulrahman terbang terlebih dahulu menuju Semarang. dengan bawa 400 kg bom. Disusul dua pesawat Cureng dipiloti oleh Kadet Udara I Sutardjo Sigit dengan penembak udara Sutardjo dan Kadet Udara I Suharnoko Harbani dengan penembak udara Kaput.
Dua pesawat Cureng masing-masing membawa bom seberat 50 kg yang digantungkan pada setiap sayapnya dan penembak udara memangku peti-peti berisi bom-bom bakar bom-bom tersebut dilepaskan dengan cara dilemparkan secara langsung ke sasaran, saat langit masih gelap dan lampu kota masih menyala.
(rhs)