PVMBG: Letusan Strombolian Ciri Khas dari Gunung Agung
A
A
A
KARANGASEM - Potensi Gunung Agung meletus secara strombolian dengan mengeluarkan lontaran lava pijar masih tinggi. Hal tersebut diungkapkan Kepala Sub Bidang Mitigasi Wilayah Timur, Pusat Vulkanolgi Mitigasi Geologi, Devy Kamil Syahbana di Karangasem.
Dia mengatakan, erupsi tipe strombolian yang terjadi malam terekam selama 7 menit, setelah itu terekam diseismograf kembali normal.
"Ini adalah ciri-ciri khas strombolian. Erupsi-erupsi seperti ini berpotensi kembali terjadi. Tapi durasi erupsi tidak menerus. Tidak seperti kemarin. Kemarin itu efusi lava disertai dengan hembusan abu dan gas itu terjadi lama sekali,"paparnya, Selasa (3/7/2018).
Dia menerangkan, strombolian terjadi satu kali dia akan rehat dan akan muncul kembali.
"Kami PVMBG akan menganalisis potensi bahayanya. Masyarakat tetap tenang dan masyarakat tetap mengikuti rekomendasi dari kami agar tidak melakukan aktivitas apapun," terangnya.
Dia menjelaskan, hingga saat ini belum ada peningkatan status ke awas atau ke level empat. "Kalau bahaya ada peningkatan diatas 4 KM kita akan mengevaluasi. Letusan strombolian disertai dengan dentuman itu adalah hal yang biasa terjadi," ucapnya.
"Di gunung Raung dan Rinjani juga sama. Dia mengeluarkan dentuman kemudian melontarkan lava pijar kemudian selesai nanti ini bukan berarti episodenya selesai," tambahnya.
Dia menegaskan, bahwa potensi terjadi erupsi lontaran pijar ini masih tinggi. "Ini bukan pertama kali. Pertama kali terjadi pada 19 Januari 2018. Ini fase biasa di Gunung Agung. Strombolian ini ciri khas dari Gunung Agung," paparnya.
Dikabarkan sebelumnya bahwa Gunung Agung dikejutkan letusan disertai dengan suara ledakan keras disertai dengan lontaran batu pijar. PVMBG melaporkan bahwa telah terjadi erupsi Gunung Agung, pada Selasa 2 Juli 2018 pukul 21.04 Wita dengan tinggi kolom abu teramati 2.000 meter di atas puncak sekira 5.142 meter di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat.
Dia mengatakan, erupsi tipe strombolian yang terjadi malam terekam selama 7 menit, setelah itu terekam diseismograf kembali normal.
"Ini adalah ciri-ciri khas strombolian. Erupsi-erupsi seperti ini berpotensi kembali terjadi. Tapi durasi erupsi tidak menerus. Tidak seperti kemarin. Kemarin itu efusi lava disertai dengan hembusan abu dan gas itu terjadi lama sekali,"paparnya, Selasa (3/7/2018).
Dia menerangkan, strombolian terjadi satu kali dia akan rehat dan akan muncul kembali.
"Kami PVMBG akan menganalisis potensi bahayanya. Masyarakat tetap tenang dan masyarakat tetap mengikuti rekomendasi dari kami agar tidak melakukan aktivitas apapun," terangnya.
Dia menjelaskan, hingga saat ini belum ada peningkatan status ke awas atau ke level empat. "Kalau bahaya ada peningkatan diatas 4 KM kita akan mengevaluasi. Letusan strombolian disertai dengan dentuman itu adalah hal yang biasa terjadi," ucapnya.
"Di gunung Raung dan Rinjani juga sama. Dia mengeluarkan dentuman kemudian melontarkan lava pijar kemudian selesai nanti ini bukan berarti episodenya selesai," tambahnya.
Dia menegaskan, bahwa potensi terjadi erupsi lontaran pijar ini masih tinggi. "Ini bukan pertama kali. Pertama kali terjadi pada 19 Januari 2018. Ini fase biasa di Gunung Agung. Strombolian ini ciri khas dari Gunung Agung," paparnya.
Dikabarkan sebelumnya bahwa Gunung Agung dikejutkan letusan disertai dengan suara ledakan keras disertai dengan lontaran batu pijar. PVMBG melaporkan bahwa telah terjadi erupsi Gunung Agung, pada Selasa 2 Juli 2018 pukul 21.04 Wita dengan tinggi kolom abu teramati 2.000 meter di atas puncak sekira 5.142 meter di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal condong ke arah barat.
(maf)