Syekh Tubagus Daqo, Sosok Sakti yang Diburu Belanda
A
A
A
Sebuah papan pengumuman terpampang cukup jelas di sebelah kiri Jalan Raya Purwakarta-Wanayasa, tepatnya di Desa Taringgul, Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Cukup menarik memang, sebab pengumuman itu lebih kepada bentuk peringatan, yakni 'Wanita Dilarang Berziarah ke Makom Syekh Tubagus Daqo'.
Ya, papan pengumuman itu merupakan pintu masuk ke makam Syekh Tubagus Daqo, salah satu makam keramat yang ada di Kecamatan Pondoksalam. Lokasi makamnya lumayan cukup jauh, sekitar 1 kilometer lebih ke arah utara dengan menyusuri jalan setapak di hutan dan areal persawahan yang menghampar hijau. Penduduk setempat banyak yang mengetahui lokasi makam keramat itu, sehingga tidak usah khawatir akan tersesat. Begitu kita bertanya pasti banyak yang memberi petunjuk lokasi makam.
Makam yang berkonstruksi batu itu di sekelilingnya ditumbuhi lumut tebal dan begitu kita duduk di atasnya terasa duduk di atas sebuah permadani hijau nan empuk. Tak jarang, di lokasi makam juga banyak terdapat monyet liar. Mereka dengan bebas berkembang biak di tempat itu.
Lalu siapa sebenarnya Syekh Tubagus Daqo? Menurut keterangan sejarawan Wanayasa Budi Rahayu Tamsah, Tubagus Daqo berasal dari Banten. Tak diketahui sejak kapan dia tiba di daerah Wanayasa. Begitu juga saat dia meninggal dunia. Diperkirakan pada masa sebelum Ama Syahbandar datang ke Wanayasa, sekitar abad ke-18.
"Kedatangan orang-orang Banten ke Wanayasa, tidak dapat dipastikan waktunya secara tepat. Namun keberadaannya di Wanayasa mempunyai pengaruh yang cukup besar pula, terutama di bidang keagamaan dan ilmu bela diri. Kedatangan orang-orang Banten pada tahap pertama, mungkin ada kaitannya dengan upaya Sultan Banten mengganggu hegemoni kekuasaan Belanda sekitar abad ke-17 dan 18," ungkap Kang Adud, sapaan akrab Budi Rahayu Tamsah.
Orang-orang Banten itu banyak yang berkeliaran di daerah Pantai Utara dan di daerah sepanjang Sungai Citarum. Sementara, daerah di bagian timur Sungai Citarum bersinggungan langsung dengan wilayah Wanayasa. Bukan tidak mungkin beberapa orang di antaranya tersesat atau melarikan diri karena situasi tertentu, yang membawanya ke daerah lingkaran Ibu Kota Wanayasa saat itu. Sehingga, di Wanayasa dan sekitarnya banyak ditemui makam lama orang-orang yang mempunyai gelar tubagus, seperti Tubagus Daqo dan Tubagus Daka.
Yang tampak menonjol dari orang Banten yang diduga datang ke Wanayasa pada masa-masa tersebut adalah Tubagus Daqo. Ia termasuk tokoh ilmu bela diri, yang menurut istilah masyarakat setempat ahli ilmu kadugalan, yaitu ilmu kekuatan seperti kekebalan, dan lain sebagainya.
Tubagus Daqo bermukim di daerah Taringgul. Karena dimakamkan di Legok Sigay, daerah Rancadarah, maka dikenal dengan sebutan Eyang Sigay.
Terkait dengan larangan wanita berziarah ke makam keramat itu, Kang Adud menyatakan tidak mengetahui persis alasan dari larangan itu. Hanya saja, sosok Syekh Tubagus Daqo diketahui tidak mempunyai istri alias hidup membujang.
Sementara, diperoleh keterangan lain, Syekh Tubagus Daqo merupakan pejuang yang gigih melawan Belanda. Bahkan dia pun sempat masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) kolonial Hindia Belanda. Demi untuk melanjutkan perjuangannya, beliau melarikan diri hingga sampailah di daerah Taringgul.
Pada suatu hari, Syekh Tubagus Daqo ketahuan Belanda dan akhirnya dikepung hingga tertangkaplah beliau. Menurut cerita orang tua dahulu, Syekh Tubagus Daqo adalah orang sakti. Apabila tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, masih bisa kabur serta bebas berkeliaran di luar.
Ya, papan pengumuman itu merupakan pintu masuk ke makam Syekh Tubagus Daqo, salah satu makam keramat yang ada di Kecamatan Pondoksalam. Lokasi makamnya lumayan cukup jauh, sekitar 1 kilometer lebih ke arah utara dengan menyusuri jalan setapak di hutan dan areal persawahan yang menghampar hijau. Penduduk setempat banyak yang mengetahui lokasi makam keramat itu, sehingga tidak usah khawatir akan tersesat. Begitu kita bertanya pasti banyak yang memberi petunjuk lokasi makam.
Makam yang berkonstruksi batu itu di sekelilingnya ditumbuhi lumut tebal dan begitu kita duduk di atasnya terasa duduk di atas sebuah permadani hijau nan empuk. Tak jarang, di lokasi makam juga banyak terdapat monyet liar. Mereka dengan bebas berkembang biak di tempat itu.
Lalu siapa sebenarnya Syekh Tubagus Daqo? Menurut keterangan sejarawan Wanayasa Budi Rahayu Tamsah, Tubagus Daqo berasal dari Banten. Tak diketahui sejak kapan dia tiba di daerah Wanayasa. Begitu juga saat dia meninggal dunia. Diperkirakan pada masa sebelum Ama Syahbandar datang ke Wanayasa, sekitar abad ke-18.
"Kedatangan orang-orang Banten ke Wanayasa, tidak dapat dipastikan waktunya secara tepat. Namun keberadaannya di Wanayasa mempunyai pengaruh yang cukup besar pula, terutama di bidang keagamaan dan ilmu bela diri. Kedatangan orang-orang Banten pada tahap pertama, mungkin ada kaitannya dengan upaya Sultan Banten mengganggu hegemoni kekuasaan Belanda sekitar abad ke-17 dan 18," ungkap Kang Adud, sapaan akrab Budi Rahayu Tamsah.
Orang-orang Banten itu banyak yang berkeliaran di daerah Pantai Utara dan di daerah sepanjang Sungai Citarum. Sementara, daerah di bagian timur Sungai Citarum bersinggungan langsung dengan wilayah Wanayasa. Bukan tidak mungkin beberapa orang di antaranya tersesat atau melarikan diri karena situasi tertentu, yang membawanya ke daerah lingkaran Ibu Kota Wanayasa saat itu. Sehingga, di Wanayasa dan sekitarnya banyak ditemui makam lama orang-orang yang mempunyai gelar tubagus, seperti Tubagus Daqo dan Tubagus Daka.
Yang tampak menonjol dari orang Banten yang diduga datang ke Wanayasa pada masa-masa tersebut adalah Tubagus Daqo. Ia termasuk tokoh ilmu bela diri, yang menurut istilah masyarakat setempat ahli ilmu kadugalan, yaitu ilmu kekuatan seperti kekebalan, dan lain sebagainya.
Tubagus Daqo bermukim di daerah Taringgul. Karena dimakamkan di Legok Sigay, daerah Rancadarah, maka dikenal dengan sebutan Eyang Sigay.
Terkait dengan larangan wanita berziarah ke makam keramat itu, Kang Adud menyatakan tidak mengetahui persis alasan dari larangan itu. Hanya saja, sosok Syekh Tubagus Daqo diketahui tidak mempunyai istri alias hidup membujang.
Sementara, diperoleh keterangan lain, Syekh Tubagus Daqo merupakan pejuang yang gigih melawan Belanda. Bahkan dia pun sempat masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) kolonial Hindia Belanda. Demi untuk melanjutkan perjuangannya, beliau melarikan diri hingga sampailah di daerah Taringgul.
Pada suatu hari, Syekh Tubagus Daqo ketahuan Belanda dan akhirnya dikepung hingga tertangkaplah beliau. Menurut cerita orang tua dahulu, Syekh Tubagus Daqo adalah orang sakti. Apabila tertangkap dan dimasukkan ke dalam penjara, masih bisa kabur serta bebas berkeliaran di luar.
(zik)