Potret Pilkada Makassar Bahaya bagi Tiap Petahana
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar resmi mendiskualifikasi pasangan calon wali kota Mohammad Ramdhan Danny Pomanto-Indira Mulyasari (DIAmi).
Eksekusi ini berdasarkan surat keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan keputusan PT TUN Makassar. Pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis menegaskan, putusan KPU yang mendiskualifikasi pasangan DIAmi merupakan malapetaka demokrasi.
Akibatnya sangat fatal bagi calon petahana di seluruh Indonesia, termasuk calon presiden karena dengan mudahnya terdiskuali fikasi. “Ini bahaya luar biasa,” ungkapnya.
Menurut Margarito, jika kondisi ini dibiarkan, pasangan calon (paslon) penantang petahana tinggal mencari-cari rekam jejak program, kemudian diajukan keberatan ke lembaga penyelenggara atau lembaga hukum berwenang lainnya untuk disengketakan.
“Betul. Anda tinggal ngarang, lalu lembaga hukum masuk dan membenarkan bahwa petahana menggunakan kewenangannya sehingga merugikan paslon penantang. Kan begitu, sangat mudah terjadi diskualifikasi, fatal bisa mengacaukan pilkada di Indonesia,” ungkapnya.
Pakar hukum tata negara Refli Harun menjelaskan, ada tiga upaya hukum yang bisa dilakukan Danny Pomanto. Per tama melakukan peninjau an kembali (PK) keputusan MA yang menolak kasasi KPUD Kota Makassar. Kedua menggugat surat keputusan pemilihan calon kepala daerah KPUD Kota Makassar ke Panwaslu.
Terakhir, melakukan judicial review Undang-Undang Pilkada yang dianggap merugikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). KPU Makassar secara tiba-tiba melakukan rapat pleno penetapan calon wali kota dan wakil wali kota Makassar di kantornya, Jalan Perumnas Antang, Makassar. Rapat tersebut merupakan tindak lanjut keputusan MA yang menguatkan keputusan PT TUN Makassar.
Eksekusi ini berdasarkan surat keputusan Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan keputusan PT TUN Makassar. Pakar hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis menegaskan, putusan KPU yang mendiskualifikasi pasangan DIAmi merupakan malapetaka demokrasi.
Akibatnya sangat fatal bagi calon petahana di seluruh Indonesia, termasuk calon presiden karena dengan mudahnya terdiskuali fikasi. “Ini bahaya luar biasa,” ungkapnya.
Menurut Margarito, jika kondisi ini dibiarkan, pasangan calon (paslon) penantang petahana tinggal mencari-cari rekam jejak program, kemudian diajukan keberatan ke lembaga penyelenggara atau lembaga hukum berwenang lainnya untuk disengketakan.
“Betul. Anda tinggal ngarang, lalu lembaga hukum masuk dan membenarkan bahwa petahana menggunakan kewenangannya sehingga merugikan paslon penantang. Kan begitu, sangat mudah terjadi diskualifikasi, fatal bisa mengacaukan pilkada di Indonesia,” ungkapnya.
Pakar hukum tata negara Refli Harun menjelaskan, ada tiga upaya hukum yang bisa dilakukan Danny Pomanto. Per tama melakukan peninjau an kembali (PK) keputusan MA yang menolak kasasi KPUD Kota Makassar. Kedua menggugat surat keputusan pemilihan calon kepala daerah KPUD Kota Makassar ke Panwaslu.
Terakhir, melakukan judicial review Undang-Undang Pilkada yang dianggap merugikan ke Mahkamah Konstitusi (MK). KPU Makassar secara tiba-tiba melakukan rapat pleno penetapan calon wali kota dan wakil wali kota Makassar di kantornya, Jalan Perumnas Antang, Makassar. Rapat tersebut merupakan tindak lanjut keputusan MA yang menguatkan keputusan PT TUN Makassar.
(wib)