Warga Korban Gusuran Tol Batang-Semarang Menginap di DPRD Kendal
A
A
A
KENDAL - Ratusan warga dari delapan desa yang rumahnya dieksekusi untuk jalan tol Batang-Semarang, menggelar unjuk rasa di depan gedung DPRD Kendal, Jumat (27/4/2018). Sebelumnya mereka melakukan longmarch menuju gedung DPRD Kendal, lalu mendirikan tenda sebagai bentuk aksi menuntut keadilan.
Massa meminta ukuran lahan terdampak proyek jalan tol yang tidak sesuai agar diperbaiki. Bahkan mereka menggelar aksi tidur di halaman gedung DPRD kendal dengan mendirikan tenda agar pemerintah membuka mata dan mau menerima aspirasi warga.
Ratusan korban gusuran ini, merupakan gabungan puluhan warga dari delapan desa yang terdampak proyek tol Semarang-Batang. Delapan desa tersebut, adalah Desa Nolokerto, Desa Magelung, Desa Kertomulyo, Desa Penjalin, Desa Tunggulsari, Desa Rejosari, Desa Sumbersari, dan Desa Ngawensari.
Pendamping korban gusuran jalan tol, Kartiko Nursapto mengatakan, warga sudah tidak memiliki rumah karena pihak Pengadilan Negeri Kendal telah melakukan eksekusi beberapa hari yang lalu. Bahkan hingga saat ini, mereka belum mengambil uang ganti rugi yang telah dititipkan di PN Kendal.
Mereka menolak mengambil uang ganti rugi, karena nilai ganti rugi yang diberikan tidak layak dan sangat tidak manusiawi. “Seperti yang terjadi sejak tiga tahun lalu, ini bukan sekadar masalah harga, harga itu kan hasil akhir. Ya tapi terkait ukuran, sosialisasi, pendataan-pendataan itu kan sudah sejak awal juga kami kritisi tapi tidak pernah ada upaya pembenaran,” katanya.
Dia menyampaikan, penghitungan nilai ganti rugi per meter antara warga satu dengan warga yang lain sangat berbeda. “Sehingga mereka meminta untuk dilakukannya pengukuran dan pengitungan ulang ganti rugi,” terang Kartiko.
Salah satu korban terdampak proyek jalan tol, Suwarti (46) warga Rejosari RT 2/RW 3, Kecamatan Ngampel ini mengatakan, ukuran luasan bidang yang dimiliki yakni 56 m2. Namun yang ditulis hanya 8 m2, bahkan saat akan menerima uang ganti rugi hanya tertulis 3,20 m2.
“Kami minta keadilan, ukuran yang tidak sesuai agar segera diperbaiki sesuai dengan ukruan yang sebenarnya. Kami tetap akan melakukan tidur di halaman gedung DPRD Kendal ini sampai ada perhatian dari pemerintah,” ujarnya.
Senada dikatakan, Abdul Hadi (61), warga RT 03/RW 03, Desa Kertomulyo, Kecamatan Brangsong yang rumahnya telah di eksekusi akibat terkena dampak proyel jalan tol Semarang-Batang. Luasan bidang tanah yang dimiliki seluas 3.734 m2, tapi yang dituliskan hanya 3.387 m2.
“Kami memang tidak menolak adanya program pembangunan jalan tol ini. Tapi, mohon kepada pemerintah agar ukuran dilakukan perbaikan data, harga yang diberikan juga sesuai dengan harga saat ini,” pungkasnya.
Rencananya, aksi menginap dan ditidur di halaman gedung DPRD Kendal oleh seratusan massa warga yang terdampak jalan tol Semarang-Batang tersebut akan dilakukan hingga Senin 30 April 2018.
Massa meminta ukuran lahan terdampak proyek jalan tol yang tidak sesuai agar diperbaiki. Bahkan mereka menggelar aksi tidur di halaman gedung DPRD kendal dengan mendirikan tenda agar pemerintah membuka mata dan mau menerima aspirasi warga.
Ratusan korban gusuran ini, merupakan gabungan puluhan warga dari delapan desa yang terdampak proyek tol Semarang-Batang. Delapan desa tersebut, adalah Desa Nolokerto, Desa Magelung, Desa Kertomulyo, Desa Penjalin, Desa Tunggulsari, Desa Rejosari, Desa Sumbersari, dan Desa Ngawensari.
Pendamping korban gusuran jalan tol, Kartiko Nursapto mengatakan, warga sudah tidak memiliki rumah karena pihak Pengadilan Negeri Kendal telah melakukan eksekusi beberapa hari yang lalu. Bahkan hingga saat ini, mereka belum mengambil uang ganti rugi yang telah dititipkan di PN Kendal.
Mereka menolak mengambil uang ganti rugi, karena nilai ganti rugi yang diberikan tidak layak dan sangat tidak manusiawi. “Seperti yang terjadi sejak tiga tahun lalu, ini bukan sekadar masalah harga, harga itu kan hasil akhir. Ya tapi terkait ukuran, sosialisasi, pendataan-pendataan itu kan sudah sejak awal juga kami kritisi tapi tidak pernah ada upaya pembenaran,” katanya.
Dia menyampaikan, penghitungan nilai ganti rugi per meter antara warga satu dengan warga yang lain sangat berbeda. “Sehingga mereka meminta untuk dilakukannya pengukuran dan pengitungan ulang ganti rugi,” terang Kartiko.
Salah satu korban terdampak proyek jalan tol, Suwarti (46) warga Rejosari RT 2/RW 3, Kecamatan Ngampel ini mengatakan, ukuran luasan bidang yang dimiliki yakni 56 m2. Namun yang ditulis hanya 8 m2, bahkan saat akan menerima uang ganti rugi hanya tertulis 3,20 m2.
“Kami minta keadilan, ukuran yang tidak sesuai agar segera diperbaiki sesuai dengan ukruan yang sebenarnya. Kami tetap akan melakukan tidur di halaman gedung DPRD Kendal ini sampai ada perhatian dari pemerintah,” ujarnya.
Senada dikatakan, Abdul Hadi (61), warga RT 03/RW 03, Desa Kertomulyo, Kecamatan Brangsong yang rumahnya telah di eksekusi akibat terkena dampak proyel jalan tol Semarang-Batang. Luasan bidang tanah yang dimiliki seluas 3.734 m2, tapi yang dituliskan hanya 3.387 m2.
“Kami memang tidak menolak adanya program pembangunan jalan tol ini. Tapi, mohon kepada pemerintah agar ukuran dilakukan perbaikan data, harga yang diberikan juga sesuai dengan harga saat ini,” pungkasnya.
Rencananya, aksi menginap dan ditidur di halaman gedung DPRD Kendal oleh seratusan massa warga yang terdampak jalan tol Semarang-Batang tersebut akan dilakukan hingga Senin 30 April 2018.
(wib)