Kisah Letkol D Ginangan dan Prototipe Kapal Selam Pertama Indonesia
A
A
A
Pada Agresi Militer II, Belanda menguasai lapangan udara Maguwo dan Ibu Kota Yogyakarta secara cepat. Tentara Belanda juga dibuat terkaget-kaget dengan ditemukannya Proyek Kapal Selam Mini ALRI di daerah Sentolo.
Itu adalah prototipe kapal selam pertama Indonesia yang dibuat oleh Letnan Kolonel (Letkol) D Ginangan. Meskipun hanya berupa kapal selam mini dengan rancangan sederhana, karya D Ginangan tersebut menjadi tonggak kebangkitan teknologi persenjataan nasional.
Sayang, sejak D Ginangan pensiun dari TNI AL dengan pangkat Letkol pada 31 Agustus 1961, hingga kini tidak mengetahui nasib kapal selam tersebut. Sejumlah kapal selam yang pernah digunakan TNI AL selama ini merupakan buatan negara lain, seperti Uni Soviet (Rusia) dan Korea Selatan.
Pada akun Instagram Kapaltempurr disebutkan ide pembuatan kapal selam ini disampaikan D Ginangan kepada Kementerian Pertahanan setelah kembali menuntut ilmu kelautan di Belanda pada 1946. Ide tersebut diterima Kementerian Pertahanan karena kapal selam Ginangan digadang-gadang untuk menembus blokade laut Belanda.
D Ginangan adalah putra kelahiran Sibolga, Sumatera Utara, 23 April 1918. Pada 1937 D Ginagan pergi ke Belanda untuk memperdalam pendidikan kepelautan dan masuk Gemeentelijke Zeevaartschool di Den Helder mengambil jurusan pelaut selama 3 tahun.
Setelah lulus kemudian memperdalam pengetahuannya pada jurusan mesin di Groningen selama 2 tahun. Setelah selesai pendidikan ini, D Ginagan tinggal di Belanda sampai 1946. Selama tinggal di negeri Belanda, D Ginagan bekerja pada perusahaan perkapalan Belanda sebagai Stuurman.
Pada 10 Mei 1940 sebelum Jerman menyerang Belanda, D Ginagan merencanakan untuk berangkat ke Amerika Serikat dengan kapal Belanda. Namun karena Jerman menyerang Belanda rencana tersebut dibatalkan.
Selama tinggal di negeri Belanda D Ginagan ikut aktif berjuang untuk kepentingan kemerdekaan Indonesia. Aktivitasnya itu membuat D Ginangan diusir dari negeri Belanda dan kembali ke tanah air pada Desember 1946.
Sekembalinya dari Belanda, D Ginagan melaporkan ke Kementerian Pertahanan dan sesuai keahliannya ditempatkan di Kementerian Pertahanan bagian Angkatan Laut dengan status sebagai pegawai sipil. Selama menjadi pegawai sipil inilah timbul ide untuk membuat kapal selam.
Untuk melaksanakan ide tersebut, D Ginagan segera mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertahanan dan disetujui. Segera setelah disetujui, dia menghubungi Penataran Angkatan Laut (sekarang PT PAL) dan pabrik besi/Perbi di Yogyakarta.
Pembangunan kapal selam dimulai Juli 1947 di Perbi Yogyakarta dengan biaya lebih dari 35.000 ORI (Oeang Republik Indonesia). Setelah selesai dibuat, lalu diadakan uji coba di Kalibayem, Yogyakarta yang dihadiri oleh masyarakat Yogyakarta dan pejabat-pejabat penting, seperti Menteri Pertahanan dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Presiden Sokarno sendiri sempat meninjau kapal selam tersebut sebelum diadakan uji coba di Kalibayem (tepatnya sekarang di lokasi yang ada perumahan Bayem Permai).
Prototipe kapal selam yang mempunyai bobot 5 ton ini memiliki panjang 7 meter dan lebar 1 meter tanpa periskop. Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK, sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.
Kapal selam tersebut dilengkapi sebuah torpedo pesawat terbang yang banyak terdapat di lapangan udara Maguwo Yogyakarta, peninggalan Jepang dengan panjang 5 meter. Karena bukan torpedo yang dirancang untuk kapal selam, jarak luncur pun terbatas, yakni hanya 1-1,5 mil (3,8 km).
Dalam uji coba yang berjalan selama 1 jam, kapal selam dikendalikan sendiri oleh D Ginagan. Kapal dapat berlayar namun belum bisa menyelam, karena belum ada baterainya. Tetapi ketika torpedonya diuji coba untuk ditembakan, handel pengikatnya tak mau lepas dan torpedo tetap terikat di tempatnya semula.
Akibatnya, kapal selam mini yang hanya diawaki oleh satu awak ini itu malah ikut terseret oleh dorongan torpedonya. Reaksi yang timbul dari Pemerintah Belanda terhadap uji coba kapal selam ini sangat meremehkan sekali.
Hal tersebut dapat diketahui dari siaran radio Belanda yang bernada penghinaan. “Wah, orang Indonesia di Kali membuat kapal selam dari drum”.
Sebetulnya ungkapan dari pihak Belanda terhadap keberhasilan uji coba ini merupakan bukti kekhawatiran pihak Belanda akan kemampuan bangsa Indonesia dalam mempersenjatai tentaranya. Bahkan dampaknya perjuangan melawan Belanda semakin berkobar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada saat Agresi Belanda II kapal selam ini masih dalam proses perbaikan. Kemudian D Ginagan mendapat tugas mendampingi KSAL ke Aceh. Ketika kembali dari Aceh dalam rangka persiapan pembentukan Staf Angkatan Laut RI di Aceh, kapal selam mini tersebut telah ditarik kembali ke pabrik besi Perbi. Namun situasi perjuangan semakin memanas dan semuanya sibuk berjuang, menyebabkan perbaikan terhadap kapal selam ini terhenti.
Diolah dari berbagai sumber:
http://www.indomiliter.com
Buku “Kapal Selam Indonesia”: Indroyono Soesilo dan weaponstechnology.blogspot.co.id
Itu adalah prototipe kapal selam pertama Indonesia yang dibuat oleh Letnan Kolonel (Letkol) D Ginangan. Meskipun hanya berupa kapal selam mini dengan rancangan sederhana, karya D Ginangan tersebut menjadi tonggak kebangkitan teknologi persenjataan nasional.
Sayang, sejak D Ginangan pensiun dari TNI AL dengan pangkat Letkol pada 31 Agustus 1961, hingga kini tidak mengetahui nasib kapal selam tersebut. Sejumlah kapal selam yang pernah digunakan TNI AL selama ini merupakan buatan negara lain, seperti Uni Soviet (Rusia) dan Korea Selatan.
Pada akun Instagram Kapaltempurr disebutkan ide pembuatan kapal selam ini disampaikan D Ginangan kepada Kementerian Pertahanan setelah kembali menuntut ilmu kelautan di Belanda pada 1946. Ide tersebut diterima Kementerian Pertahanan karena kapal selam Ginangan digadang-gadang untuk menembus blokade laut Belanda.
D Ginangan adalah putra kelahiran Sibolga, Sumatera Utara, 23 April 1918. Pada 1937 D Ginagan pergi ke Belanda untuk memperdalam pendidikan kepelautan dan masuk Gemeentelijke Zeevaartschool di Den Helder mengambil jurusan pelaut selama 3 tahun.
Setelah lulus kemudian memperdalam pengetahuannya pada jurusan mesin di Groningen selama 2 tahun. Setelah selesai pendidikan ini, D Ginagan tinggal di Belanda sampai 1946. Selama tinggal di negeri Belanda, D Ginagan bekerja pada perusahaan perkapalan Belanda sebagai Stuurman.
Pada 10 Mei 1940 sebelum Jerman menyerang Belanda, D Ginagan merencanakan untuk berangkat ke Amerika Serikat dengan kapal Belanda. Namun karena Jerman menyerang Belanda rencana tersebut dibatalkan.
Selama tinggal di negeri Belanda D Ginagan ikut aktif berjuang untuk kepentingan kemerdekaan Indonesia. Aktivitasnya itu membuat D Ginangan diusir dari negeri Belanda dan kembali ke tanah air pada Desember 1946.
Sekembalinya dari Belanda, D Ginagan melaporkan ke Kementerian Pertahanan dan sesuai keahliannya ditempatkan di Kementerian Pertahanan bagian Angkatan Laut dengan status sebagai pegawai sipil. Selama menjadi pegawai sipil inilah timbul ide untuk membuat kapal selam.
Untuk melaksanakan ide tersebut, D Ginagan segera mengajukan permohonan kepada Kementerian Pertahanan dan disetujui. Segera setelah disetujui, dia menghubungi Penataran Angkatan Laut (sekarang PT PAL) dan pabrik besi/Perbi di Yogyakarta.
Pembangunan kapal selam dimulai Juli 1947 di Perbi Yogyakarta dengan biaya lebih dari 35.000 ORI (Oeang Republik Indonesia). Setelah selesai dibuat, lalu diadakan uji coba di Kalibayem, Yogyakarta yang dihadiri oleh masyarakat Yogyakarta dan pejabat-pejabat penting, seperti Menteri Pertahanan dan Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Presiden Sokarno sendiri sempat meninjau kapal selam tersebut sebelum diadakan uji coba di Kalibayem (tepatnya sekarang di lokasi yang ada perumahan Bayem Permai).
Prototipe kapal selam yang mempunyai bobot 5 ton ini memiliki panjang 7 meter dan lebar 1 meter tanpa periskop. Alat penggerak kapal tersebut sebuah mesin mobil Fiat berkekuatan 4 PK, sedangkan sebagian badan kapal digunakan untuk tangki bensin.
Kapal selam tersebut dilengkapi sebuah torpedo pesawat terbang yang banyak terdapat di lapangan udara Maguwo Yogyakarta, peninggalan Jepang dengan panjang 5 meter. Karena bukan torpedo yang dirancang untuk kapal selam, jarak luncur pun terbatas, yakni hanya 1-1,5 mil (3,8 km).
Dalam uji coba yang berjalan selama 1 jam, kapal selam dikendalikan sendiri oleh D Ginagan. Kapal dapat berlayar namun belum bisa menyelam, karena belum ada baterainya. Tetapi ketika torpedonya diuji coba untuk ditembakan, handel pengikatnya tak mau lepas dan torpedo tetap terikat di tempatnya semula.
Akibatnya, kapal selam mini yang hanya diawaki oleh satu awak ini itu malah ikut terseret oleh dorongan torpedonya. Reaksi yang timbul dari Pemerintah Belanda terhadap uji coba kapal selam ini sangat meremehkan sekali.
Hal tersebut dapat diketahui dari siaran radio Belanda yang bernada penghinaan. “Wah, orang Indonesia di Kali membuat kapal selam dari drum”.
Sebetulnya ungkapan dari pihak Belanda terhadap keberhasilan uji coba ini merupakan bukti kekhawatiran pihak Belanda akan kemampuan bangsa Indonesia dalam mempersenjatai tentaranya. Bahkan dampaknya perjuangan melawan Belanda semakin berkobar di seluruh wilayah Indonesia.
Pada saat Agresi Belanda II kapal selam ini masih dalam proses perbaikan. Kemudian D Ginagan mendapat tugas mendampingi KSAL ke Aceh. Ketika kembali dari Aceh dalam rangka persiapan pembentukan Staf Angkatan Laut RI di Aceh, kapal selam mini tersebut telah ditarik kembali ke pabrik besi Perbi. Namun situasi perjuangan semakin memanas dan semuanya sibuk berjuang, menyebabkan perbaikan terhadap kapal selam ini terhenti.
Diolah dari berbagai sumber:
http://www.indomiliter.com
Buku “Kapal Selam Indonesia”: Indroyono Soesilo dan weaponstechnology.blogspot.co.id
(wib)