Perairan Banten Selatan Rawan Praktik Illegal Fishing
A
A
A
SERANG - Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Banten Kombes Pol Abdul Karim menyatakan wilayah perairan di Banten Selatan rawan akan terjadinya praktik illegal fishing. Hal tersebut setelah Polda Banten menangkap dua pengepul benih lobster.
"Karena memang kerawanannya (illegal fishing) ada di perairan Banten Selatan," ujar Abdul Karim kepada wartawan di Mapolda Banten, Jumat (13/4/2018).
Untuk mengantisipasinya, pihaknya terua melakukan sosialiasi kepada para nelayan agar tidak sembarangan menangkap jenis ikan yang terlarang. "Kita bekerjasama dengan balai karantina melakukan pengawasan lebih ketat dan terus memberikan pemahaman kepada para nelayan," katanya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan M Hanafi mengakui bahwa ekosistem di Perairan Banten Selatan rusak. Apalagi, Polda Banten mengamankan 10.373 ekor lobster.
"Perlu pengawasan ketat kita bersama Polda Banten. Apalagi di perairan Banten Selatan banyak sekali keramba yang perlu diawasi," kata Hanafi.
Menurutnya, bila ekosistem laut rusak bisa mengancam anak cucu tidak dapat melihat dan merasakan sumber daya alam laut saat ini yang terus diburu untuk dijadikan bisnis menjanjikan.
"Banur lobster yang diamankan Polda ini tergolong besar. Lobster sangat sulit berkembang biak, tidak seperti jenis ikan lainnya," jelasnya.
Untuk diketahui, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten berhasil menyita ribuan benur atau benih lobster jenis mutiara dan pasir dari dua pengepul asal Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.
Kedua pelaku yang diamankan yakni Wa dan UY. Wa berperan sebagai pembeli dan pengepul dari para nelayan kemudian dijual kembali kepada pihak ketiga. Sedangkan UY berperan sebagai pengangkut dan penjual benih lobster.
Keduanya dikenakan pasal 92 UU RI tahun 2004 tentang perikanan yang telah diubah dengan UU RI Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
"Karena memang kerawanannya (illegal fishing) ada di perairan Banten Selatan," ujar Abdul Karim kepada wartawan di Mapolda Banten, Jumat (13/4/2018).
Untuk mengantisipasinya, pihaknya terua melakukan sosialiasi kepada para nelayan agar tidak sembarangan menangkap jenis ikan yang terlarang. "Kita bekerjasama dengan balai karantina melakukan pengawasan lebih ketat dan terus memberikan pemahaman kepada para nelayan," katanya.
Sementara itu, Kepala Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan M Hanafi mengakui bahwa ekosistem di Perairan Banten Selatan rusak. Apalagi, Polda Banten mengamankan 10.373 ekor lobster.
"Perlu pengawasan ketat kita bersama Polda Banten. Apalagi di perairan Banten Selatan banyak sekali keramba yang perlu diawasi," kata Hanafi.
Menurutnya, bila ekosistem laut rusak bisa mengancam anak cucu tidak dapat melihat dan merasakan sumber daya alam laut saat ini yang terus diburu untuk dijadikan bisnis menjanjikan.
"Banur lobster yang diamankan Polda ini tergolong besar. Lobster sangat sulit berkembang biak, tidak seperti jenis ikan lainnya," jelasnya.
Untuk diketahui, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten berhasil menyita ribuan benur atau benih lobster jenis mutiara dan pasir dari dua pengepul asal Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten.
Kedua pelaku yang diamankan yakni Wa dan UY. Wa berperan sebagai pembeli dan pengepul dari para nelayan kemudian dijual kembali kepada pihak ketiga. Sedangkan UY berperan sebagai pengangkut dan penjual benih lobster.
Keduanya dikenakan pasal 92 UU RI tahun 2004 tentang perikanan yang telah diubah dengan UU RI Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.
(sms)