Inovasi Becak Listrik dari Yogyakarta, Irit dan Ramah Lingkungan

Selasa, 20 Maret 2018 - 07:59 WIB
Inovasi Becak Listrik dari Yogyakarta, Irit dan Ramah Lingkungan
Inovasi Becak Listrik dari Yogyakarta, Irit dan Ramah Lingkungan
A A A
PADA suatu siang, Raden Sunarto berkunjung ke tukang las di Kota Yogyakarta. Tanpa sengaja dia bertemu dengan seorang tukang becak yang sudah sepuh. Kepada Pak Raden, sapaan akrab Sunarto, tukang becak ini mengeluh kecapekan sehabis menarik becak.

Akibat usianya yang lanjut, tukang becak ini sering kali menolak penumpang jika rute yang dilalui menanjak. Curhatan tukang becak renta ini terus membekas di benak guru SMK Piri 1 Yogyakarta ini. Dalam hati, dia bertekad membantu memecahkan masalah yang dialami mayoritas tukang becak ini.

Gayung pun akhirnya bersambut. Sekitar 2012 silam, dirinya sebagai ketua Tim Pengembangan Teknologi SMK Piri 1 diundang ke Jakarta oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti). Dalam forum tersebut, Pak Raden dan sejumlah perwakilan dari sekolah lain yang turut diundang ditantang untuk menciptakan alat yang menggunakan energi terbarukan.

"Saat tim SMK Piri I ditantang, saya ingat terkait keluhan tukang becak saat di bengkel itu. Spontan saya menyatakan akan membuat becak listrik," cerita Pak Raden kepada KORAN SINDO di ruang Bengkel Listrik SMK I Piri Yogyakarta akhir pekan lalu.

Tiga bulan dari kunjungan ke Jakarta itu, tepatnya pada Oktober 2012 Pak Raden dibantu tim dari SMK I Piri berhasil menciptakan prototipe becak listrik atau belis. Saat itu, belis ciptaan tim SMK I Piri ini mampu melaju dengan kecepatan 20 kilometer/jam. Sekali dicas, becak ini mampu menempuh jarak 60 kilometer pada siang hari yang terik.

Sementara kalau malam hari, jarak tempuh maksimum becak turun menjadi 40 kilometer. Becak ini memiliki daya motor 3 phases total 350 watt, energi baterai 48 volt atau 12 AH. Becak juga bisa dikayuh seperti becak manual. "Pengisian batrenya bisa dengan tenaga matahari dan listrik biasa. Kalau pakai tengah matahari delapan jam baru penuh, sementara kalau pakai listrik PLN enam jam saja sudah penuh. Becak ini mampu membawa berat maksimal 350 kilogram," terangnya.

Beberapa kali becak listrik prototipe ini di pamerkan dalam berbagai kesempatan di Kota Yogyakarta. Dari berbagai masukan dari masyarakat, kepolisian dan lain sebaginya ada satu hal krusial yang harus dibelani belis generasi pertama ini. "Kebanyakan mengkritik panjang becak. Maklum solar cell memang kami letakkan di slebor belakang hingga panjang becak menjadi 280 cm," tambahnya.

Tak mau minder dengan hasil karyanya yang orisinal ini, SMK Piri 1 terus memamerkan belis karya mereka. Nah, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional pada Mei 2013, Pak Raden kembali memamerkan karyanya itu di Taman Pintar, Yogyakarta.

Menteri Pendidikan saat itu juga hadir. Para pejabat juga sangat antusias terhadap karyanya ini. Bahkan, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X berpesan bahwa becak listrik ini harus bisa digunakan dan bermanfaat bagi rakyat Yogya. "Saya ingat betul dawuh beliau. Saya pun langsung menjawab 'sendiko dawuh'," ujar Pak Raden.

Perhatian ternyata tak hanya datang dari Raja Yogyakarta saja, tak berapa lama usai pameran berlangsung, Pak Raden mendapat telepon dari Kemenristek yang intinya akan membiayai berapa pun becak yang bisa dibuat tim SMK I Piri dalam satu bulan. "Seingat cerita, proposal saya langsung disetujui. Kami hanya sanggup membuat 10 becak dalam sebulan," jelasnya.

Nah, becak generasi kedua ini sudah dimodifikasi penempatan solar cell atau panel suryanya. Tim SMK I Piri menempatkan solar cell di atas atap becak sehingga tak menambah dimensi panjang becak. Selain itu, sejumlah kemampuan di-upgrade di antaranya kapasitas baterai juga bertambah menjadi 104 volt dan kecepatan menjadi 30 km/jam.

Becak listrik SMK Piri 1 ini juga sangat memperhatikan tampilan. Becak didesain mempertahankan becak ciri kas Yogyakarta, yakni dengan dua slebor besar di kanan kiri, tempat duduk dan sandaran dari kayu serta ornamen lukisan tradisional yang biasa ada di becak khas Yogya. "Kami menyebut becak nJogjani, atau becak yang bernuansa Yogya. Becak ini bebas polusi, sangat ramah lingkungan, dan desainnya menarik. Ini juga membantu pengemudi becak lebih ringan menjalankan aktivitasnya," ujarnya.

Sadi,42, pengemudi becak yang biasa mangkal di depan Malioboro In, Yogyakarta mengaku sangat terbantu dengan keberadaan becak listrik ini. Sudah sekitar tiga bulan ini dirinya menggunakan becak listrik karya SMK Piri 1 Yogyakarta. "Saya narik becak sudah 12 tahun. Usia tak bisa dibohongi. Kami sering kecapekan seusai narik becak. Dengan becak listrik, kami merasa sangat terbantu," ujarnya.

Warga Wonosari, Gunungkidul ini mengaku dirinya dan sejumlah rekannya menyewa becak listrik ini dengan harga sangat murah, hanya Rp7.000 per hari. Biaya perawatan juga murah. Sadi mengaku jika tidak mendung dan matahari terik, dirinya tak perlu men-charge ulang batre pada becaknya, namun kalau cuaca mendung atau hujan, malam harinya dia harus men-charge ulang dengan listrik PLN agar paginya performa becak bisa maksimal. "Kami berharap becak listrik bisa diperbanyak. Teman-teman saya banyak yang menanyakan pengin ikut menyewa juga. Desain becaknya juga bagus, orisinal, seperti becak tradisional. Kami tak takut tanjakan lagi saat bawa penumpang," ujarnya.

Saat ini becak listrik generasi dua baru ada sepuluh buah. Sembilan buah disewakan, sementara satu buah lagi masih tetap di SMK I Piri. Saat ini Pak Raden Sunarto dan tim dari SMK I Piri tengah merancang becak listrik generasi ketiga. Becak generasi ketiga ini dijamin spesifikasinya lebih baik dari generasi sebelumnya. "Kami tegah mengajukan proposal ke Pemkot Yogyakarta menggunakan dana keistimewaan. Mudah-mudahan disetujui, kami ingin becak di Yogya semua bebas polusi dan nJogjani," ujar Pak Raden.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5686 seconds (0.1#10.140)