Tolong, TKW Asal Jambi Koma di Malaysia
A
A
A
MUARA BUNGO - Susahnya mencari pekerjaan di negeri sendiri, membuat Asni (50) warga Kampung Baru Patenun, Kecamatan Jujuhan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi harus merantau ke negeri jiran Malaysia menjadi Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Meski tanpa keahlian, janda yang harus menghidupi dua putrinya itu nekat pergi ke Malaysia melalui jasa penyalur tenaga kerja yang ternyata ilegal.
Alhasil bukan pundi-pundi rupiah yang didapat, namun Asni yang belum genap dua tahun bekerja sebagai asisten rumah tangga itu harus menerima kenyataan pahit mengalami pendarahan otak hingga mengalami koma.
Menurut Emi yang merupakan anak pertama Asni, sebelum berangkat kerja ke Malaysia, ibunya pernah mengalami kejadian yang membuatnya trauma pekerja sebagai penyadap karet.
"Waktu itu ibu sedang bekerja menyadap karet, tiba-tiba ada yang memukul kepala ibu dari belakang. Pelaku pemukulan diduga orang mabuk. Akibat pemukulan itu, kepala ibu sempat terluka," kata Emi.
Dampak pemukulan itu, lanjut Emi, diduga menjadi penyebab ibunya sakit di Malaysia. "Mungkin baru terasa dampaknya saat bekerja di Malaysia. Tapi semuanya belum jelas karena saya belum bertemu langsung," sebutnya.
Emi menyebutkan, setelah dirinya mendengar sang ibu masuk rumah sakit di malaysia dari media sosial, dirinya langsung menghubungi teman ibunya yang berada di Malaysia.
"Dari keterangan teman ibu, saya mendapatkan beberapa bukti foto ibu di rawat di rumah sakit dan hanya bisa diambil gambarnya dari luar ruangan," katanya.
Menurut Emi, dari informasi yang didapat, ibunya sempat sadar di rumah sakit, namun ketika sadar ibunya menjerit dan pihak rumah sakit memberi obat penenang, "Setelah diberi obat penenang ibu tidak sadarkan diri hingga sekarang," katanya.
Emi juga mengatakan tagihan rumah sakit hingga saat ini mencapai Rp75 juta dan belum ada yang bisa membayarkan. "Awalnya majikan tempat ibu bekerja menolongnya, namun karena pengobatan mahal, majikannya menghentikan pembayaran biaya ibu di rumah sakit," terangnya.
Dari kejadian itu, Emi berinisiatif mengunjungi ibunya dan ia pun mengurus paspor di Jambi, karena prosesnya lama dan minimnya pengetahuan, Emi pindah membuat paspor ke Kuala Tungkal yang dibantu agen.
"Ternyata membuat paspor di Tungkal terhalang surat pembatalan dari Jambi, Sudah Rp3 juta biaya keluar untuk mengurusi paspor agar bisa sampai ke Malaysia untuk melihat ibu," ceritanya.
Sembari menunggu paspor keluar, Emi dan keluarga sempat berinisiatif mencari bantuan dengan mamasukan surat ke pemerintah provinsi dan DPRD supaya bisa membantu mengurus pemulangan ibunya ke tanah air. "Kami berharap pemerintah bisa membantu memulangkan ibu ke tanah air supaya bisa dirawat di sini," pungkas Emi dengan mata berkaca-kaca.
Meski tanpa keahlian, janda yang harus menghidupi dua putrinya itu nekat pergi ke Malaysia melalui jasa penyalur tenaga kerja yang ternyata ilegal.
Alhasil bukan pundi-pundi rupiah yang didapat, namun Asni yang belum genap dua tahun bekerja sebagai asisten rumah tangga itu harus menerima kenyataan pahit mengalami pendarahan otak hingga mengalami koma.
Menurut Emi yang merupakan anak pertama Asni, sebelum berangkat kerja ke Malaysia, ibunya pernah mengalami kejadian yang membuatnya trauma pekerja sebagai penyadap karet.
"Waktu itu ibu sedang bekerja menyadap karet, tiba-tiba ada yang memukul kepala ibu dari belakang. Pelaku pemukulan diduga orang mabuk. Akibat pemukulan itu, kepala ibu sempat terluka," kata Emi.
Dampak pemukulan itu, lanjut Emi, diduga menjadi penyebab ibunya sakit di Malaysia. "Mungkin baru terasa dampaknya saat bekerja di Malaysia. Tapi semuanya belum jelas karena saya belum bertemu langsung," sebutnya.
Emi menyebutkan, setelah dirinya mendengar sang ibu masuk rumah sakit di malaysia dari media sosial, dirinya langsung menghubungi teman ibunya yang berada di Malaysia.
"Dari keterangan teman ibu, saya mendapatkan beberapa bukti foto ibu di rawat di rumah sakit dan hanya bisa diambil gambarnya dari luar ruangan," katanya.
Menurut Emi, dari informasi yang didapat, ibunya sempat sadar di rumah sakit, namun ketika sadar ibunya menjerit dan pihak rumah sakit memberi obat penenang, "Setelah diberi obat penenang ibu tidak sadarkan diri hingga sekarang," katanya.
Emi juga mengatakan tagihan rumah sakit hingga saat ini mencapai Rp75 juta dan belum ada yang bisa membayarkan. "Awalnya majikan tempat ibu bekerja menolongnya, namun karena pengobatan mahal, majikannya menghentikan pembayaran biaya ibu di rumah sakit," terangnya.
Dari kejadian itu, Emi berinisiatif mengunjungi ibunya dan ia pun mengurus paspor di Jambi, karena prosesnya lama dan minimnya pengetahuan, Emi pindah membuat paspor ke Kuala Tungkal yang dibantu agen.
"Ternyata membuat paspor di Tungkal terhalang surat pembatalan dari Jambi, Sudah Rp3 juta biaya keluar untuk mengurusi paspor agar bisa sampai ke Malaysia untuk melihat ibu," ceritanya.
Sembari menunggu paspor keluar, Emi dan keluarga sempat berinisiatif mencari bantuan dengan mamasukan surat ke pemerintah provinsi dan DPRD supaya bisa membantu mengurus pemulangan ibunya ke tanah air. "Kami berharap pemerintah bisa membantu memulangkan ibu ke tanah air supaya bisa dirawat di sini," pungkas Emi dengan mata berkaca-kaca.
(nag)