Pangdam: 300.000 Ton Limbah Dibuang ke Citarum Tiap Hari
A
A
A
BANDUNG - Panglima Daerah Militer (Pangdam) III/Siliwangi Mayjen TNI Doni Monardo mengatakan, sebanyak 300.000 ton limbah industri mengalir ke Citarum setiap hari. Dari fakta ini dapat disimpulkan, industri merupakan penyumbang terbesar kehancuran ekosistem Citarum.
"Limbah cair dan padat itu berasal dari 3.200 industri yang beroperasi di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Dari 3.200 industri, 2.000 lebih di antaranya tekstil. Namun dari 2.000 lebih pabrik tekstil itu, sebanyak 1.900 di antara tak memiliki Ipal (instalasi penglahan air limbah)," kata Doni saat silaturahim dengan wartawan di kafe Kalpa Tree Dine and Chill, Kota Bandung, Jumat (3/3/2018).
Untuk mengatasi persoalan limbah industri tersebut, ujar Doni, Kodam dan Polda Jabar telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Dinas Lingkungan Hidup Jabar. Dalam pertemuan itu terungkap, masih ada tumpang tindih kewenangan dalam penindakan.
"Setelah nanti Perpres (peraturan presiden tentang rehabilitasi Sungai Citarum) turun, penegakan hukum satu pintu, di kepolisian. Mudah-mudahan ke depan tak ada stetes pun limbah yang dibuang ke Citarum tanpa melalui Ipal," ujar Pangdam.
Menurut Pangdam, sebagian besar pelaku industri enggan mengolah limbahnya lantaran biaya pengolahan limbah cukup mahal. Namun mahalnya pengolahan limbah, tak sebanding dengan hancurnya ekosistem Citarum.
Berdasarkan hasil penelitian ahli, air Sungai Citarum telah mengandung zat beracun dan berbahaya, seperti merkuri, kadnium, timbal.
Bahkan kandungan berbahaya itu telah mencemari air Situ Cisanti yang berada di hulu. Kadar merkuri sudah di ambang batas. Diduga kuat, merkuri berasal dari pupuk kimia NPK, pestisida, dan urea yang digunakan petani sayuran di hulu. Untuk memastikan dari mana merkuri itu berasal, kami berkoordinasi dengan pakar dari Unpad dan ITB," tutur Doni.
Ke depan, ungkap Pangdam, akan dibamgun Ipal terpadu di beberala titik di sepanjang DAS Citarum. Pembangunan Ipal terpadu itu melibatkan swasta. Saat ini tengah dilakukan feasibility studies.
Selain itu, pemerintah daerah, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan Kota Cimahi didorong untuk membangunkan TPS sampai ke tingkat RW agar masyarakat tak membuang limbah rumah tangga ke sungai. Tujuannya merehabilitasi ekosistem sungai lewat program Citarum Harum.
"Kami berharap, pelaku industri mrmiliki kesadaran untuk memelihara lingkungan. Kalau industri ditutup akan terjadi PHK massal. Tentu akan timbul masalah sosial baru. Itu tidak kami inginkan," paparnya.
"Limbah cair dan padat itu berasal dari 3.200 industri yang beroperasi di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Citarum. Dari 3.200 industri, 2.000 lebih di antaranya tekstil. Namun dari 2.000 lebih pabrik tekstil itu, sebanyak 1.900 di antara tak memiliki Ipal (instalasi penglahan air limbah)," kata Doni saat silaturahim dengan wartawan di kafe Kalpa Tree Dine and Chill, Kota Bandung, Jumat (3/3/2018).
Untuk mengatasi persoalan limbah industri tersebut, ujar Doni, Kodam dan Polda Jabar telah melakukan pertemuan dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Dinas Lingkungan Hidup Jabar. Dalam pertemuan itu terungkap, masih ada tumpang tindih kewenangan dalam penindakan.
"Setelah nanti Perpres (peraturan presiden tentang rehabilitasi Sungai Citarum) turun, penegakan hukum satu pintu, di kepolisian. Mudah-mudahan ke depan tak ada stetes pun limbah yang dibuang ke Citarum tanpa melalui Ipal," ujar Pangdam.
Menurut Pangdam, sebagian besar pelaku industri enggan mengolah limbahnya lantaran biaya pengolahan limbah cukup mahal. Namun mahalnya pengolahan limbah, tak sebanding dengan hancurnya ekosistem Citarum.
Berdasarkan hasil penelitian ahli, air Sungai Citarum telah mengandung zat beracun dan berbahaya, seperti merkuri, kadnium, timbal.
Bahkan kandungan berbahaya itu telah mencemari air Situ Cisanti yang berada di hulu. Kadar merkuri sudah di ambang batas. Diduga kuat, merkuri berasal dari pupuk kimia NPK, pestisida, dan urea yang digunakan petani sayuran di hulu. Untuk memastikan dari mana merkuri itu berasal, kami berkoordinasi dengan pakar dari Unpad dan ITB," tutur Doni.
Ke depan, ungkap Pangdam, akan dibamgun Ipal terpadu di beberala titik di sepanjang DAS Citarum. Pembangunan Ipal terpadu itu melibatkan swasta. Saat ini tengah dilakukan feasibility studies.
Selain itu, pemerintah daerah, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan Kota Cimahi didorong untuk membangunkan TPS sampai ke tingkat RW agar masyarakat tak membuang limbah rumah tangga ke sungai. Tujuannya merehabilitasi ekosistem sungai lewat program Citarum Harum.
"Kami berharap, pelaku industri mrmiliki kesadaran untuk memelihara lingkungan. Kalau industri ditutup akan terjadi PHK massal. Tentu akan timbul masalah sosial baru. Itu tidak kami inginkan," paparnya.
(rhs)