Pesan Mbah Moen: Nasionalis-Religius Satu, Kunci Jateng Makmur
A
A
A
SEMARANG - Kiai kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar, Sarang, Rembang, KH Maimoen Zubair memberikan wejangan di hadapan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri dan pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin. Mbah Moen mengatakan, kunci menuju terciptanya kemakmuran masyarakat Jateng adalah bersatunya kaum nasionalis dan religius.
Wejangan Mbah Moen disampaikan pada silaturahmi dengan Megawati. Kegiatan tersebut digelar usai pelaksanaan Rakerdasus DPD PDI Perjuangan Jateng di Gumaya Tower Hotel Semarang, Rabu malam 14 Februari 2018.
Ulama yang juga ayahanda cawagub Jateng Taj Yasin tersebut menyatakan ketika Nahdlatul Ulama (religius) bersatu dengan kaum nasionalis, maka akan tercipta Jateng sebagai sentralnya Indonesia.
Mengenakan busana batik berwarna coklat, sarung dan peci hitam, Mbah Moen menjelaskan, gelaran Pilgub Jateng tahun 2018 ini menjadi momen paling krusial untuk memilih pemimpin yang akan mengantarkan Jateng menjadi lebih baik.
"Ini momen penting dimana Pak Ganjar yang berpasangan dengan anak saya, Taj Yasin merupakan perpaduan dari nasionalis dan religius yang Insya Allah bisa amanah," katanya dalam acara yang dihadiri Ganjar Pranowo-Taj Yasin, dan Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng Bambang Wuryanto itu.
Menurutnya, Jateng merupakan wilayah sentral. Agama Hindu dan Buddha pertama datang di Jateng, terbukti dari peninggalan candinya. Begitu juga Islam. Masjid Bintoro pertama kali menjadi masjid nasional meski Islam dan bangunan masjid hadir lebih dulu di Aceh dan Medan.
Penanda lain Jateng pusatnya kejayaan Indonesia adalah pada masa dahulu lahir filsafat Sansekerta yang memiliki arti sangat mendalam.
Sansekerta dikemas dalam bahasa yang sangat sastrawi yakni bahasa Kawi yang memiliki irama yang diwariskan hingga sekarang, seperti dandang gula, sinom, pangkur dan sebagainya.
"Oleh karena itu Jateng menjadi tolok ukur. Kalau Jateng lebih baik, Insya Allah Jateng akan jaya. Kita mengetahui bahwa Jateng adalah perubahan apa yang ada di Indonesia, dan menjadi titik sentral," ujarnya.
Selain memberi wejangan, Mbah Moen juga menggambarkan bagaimana PDI Perjuangan mengalami kemajuan yang pesat hingga sekarang.
Sifat nasionalis yang melekat menjadikan PDI Perjuangan butuh sosok yang religius. Dia mengatakan, meski mendarah di Nahdatul Ulama (NU), namun NU bukan hanya menjadi milik satu partai saja.
"Sebaiknya kita galang antara religius dan nasionalis. Saya ingin NU ini nasionalis, bukan pada satu partai saja. Sehingga kalau nasionalis dengan religius, Insya Allah Indonesia menjadi baldatun toyyibatun," tandasnya.
Petahana Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, PDI Perjuangan memiliki sisi religius yang tinggi namun jarang diketahui publik. Ia pun ikut memuji Mbah Moen sebagai sosok yang mendidik dan memberikannya banyak ilmu bermanfaat.
Wejangan Mbah Moen disampaikan pada silaturahmi dengan Megawati. Kegiatan tersebut digelar usai pelaksanaan Rakerdasus DPD PDI Perjuangan Jateng di Gumaya Tower Hotel Semarang, Rabu malam 14 Februari 2018.
Ulama yang juga ayahanda cawagub Jateng Taj Yasin tersebut menyatakan ketika Nahdlatul Ulama (religius) bersatu dengan kaum nasionalis, maka akan tercipta Jateng sebagai sentralnya Indonesia.
Mengenakan busana batik berwarna coklat, sarung dan peci hitam, Mbah Moen menjelaskan, gelaran Pilgub Jateng tahun 2018 ini menjadi momen paling krusial untuk memilih pemimpin yang akan mengantarkan Jateng menjadi lebih baik.
"Ini momen penting dimana Pak Ganjar yang berpasangan dengan anak saya, Taj Yasin merupakan perpaduan dari nasionalis dan religius yang Insya Allah bisa amanah," katanya dalam acara yang dihadiri Ganjar Pranowo-Taj Yasin, dan Ketua DPD PDI Perjuangan Jateng Bambang Wuryanto itu.
Menurutnya, Jateng merupakan wilayah sentral. Agama Hindu dan Buddha pertama datang di Jateng, terbukti dari peninggalan candinya. Begitu juga Islam. Masjid Bintoro pertama kali menjadi masjid nasional meski Islam dan bangunan masjid hadir lebih dulu di Aceh dan Medan.
Penanda lain Jateng pusatnya kejayaan Indonesia adalah pada masa dahulu lahir filsafat Sansekerta yang memiliki arti sangat mendalam.
Sansekerta dikemas dalam bahasa yang sangat sastrawi yakni bahasa Kawi yang memiliki irama yang diwariskan hingga sekarang, seperti dandang gula, sinom, pangkur dan sebagainya.
"Oleh karena itu Jateng menjadi tolok ukur. Kalau Jateng lebih baik, Insya Allah Jateng akan jaya. Kita mengetahui bahwa Jateng adalah perubahan apa yang ada di Indonesia, dan menjadi titik sentral," ujarnya.
Selain memberi wejangan, Mbah Moen juga menggambarkan bagaimana PDI Perjuangan mengalami kemajuan yang pesat hingga sekarang.
Sifat nasionalis yang melekat menjadikan PDI Perjuangan butuh sosok yang religius. Dia mengatakan, meski mendarah di Nahdatul Ulama (NU), namun NU bukan hanya menjadi milik satu partai saja.
"Sebaiknya kita galang antara religius dan nasionalis. Saya ingin NU ini nasionalis, bukan pada satu partai saja. Sehingga kalau nasionalis dengan religius, Insya Allah Indonesia menjadi baldatun toyyibatun," tandasnya.
Petahana Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, PDI Perjuangan memiliki sisi religius yang tinggi namun jarang diketahui publik. Ia pun ikut memuji Mbah Moen sebagai sosok yang mendidik dan memberikannya banyak ilmu bermanfaat.
(sms)