Pemulangan Jenazah Buruh Migran Asal Trenggalek Terkendala Longsor
A
A
A
TRENGGALEK - Suparmi binti Soib, buruh migran asal Dusun Kalital, Desa Besuki, Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, dikabarkan meninggal dunia karena sakit di Hong Kong. Jenazah diperkirakan tiba di Bandara Juanda, Sidoarjo, Rabu (31/1/2018) pukul 18.00 WIB.
Namun, hingga kini belum bisa dipastikan kapan jenazah bisa sampai di rumah duka. Hal itu mengingat jalur utama perbatasan Kecamatan Munjungan dan Kecamatan Kampak masih putus total akibat longsor seminggu lalu. "Kita masih memikirkan solusinya (jenazah bisa tiba di rumah duka)," tutur Agus Kindo selaku pendamping pemulangan jenazah Suparmi kepada SINDOnews, Rabu (31/1/2018).
Informasi yang dihimpun, jenazah Suparmi telah disalati. Dengan maskapai Cathay Pasific, jenazah diterbangkan langsung dari Hong Kong ke Indonesia. Bila normal, estimasi perjalanan Sidoarjo-Trenggalek, kata Agus menelan waktu sekitar 8 jam. Trenggalek yang dimaksud adalah wilayah Kota Trenggalek. Rombongan pengantar jenazah masih melanjutkan perjalanan ke arah selatan (Munjungan).
Estimasi waktunya 3-4 jam. Itu bila normal. Sementara, di perbatasan Kecamatan Munjungan dan Kampak, material longsor setebal 6 meter dengan rentang 500 meter telah menghadang. Material longsor memutus total jalan utama.
Menurut Agus, solusi satu-satunya adalah jalur alternatif, yakni memutar melewati wilayah Kecamatan Dongko. Rutenya Kota Trenggalek, Dongko, lalu ke Munjungan. Selain lebih jauh beberapa jam, yang menjadi persoalan kondisi jalan juga belum diketahui. Sementara, proses pemulangan jenazah terhitung sejak meninggal dunia telah memakan waktu dua minggu. "Kendati demikian, jalan putus bukan menjadi alasan. Jenazah harus tiba di rumah duka," katanya.
Hadi, warga Kecamatan Munjungan mengatakan, putusnya jalur utama sangat merepotkan warga yang hendak beraktivitas ke kota (Trenggalek). Warga memang bisa menggunakan beberapa jalur alternatif, yakni melalui Kecamatan Dongko, Kecamatan Panggul atau Kecamatan Watulimo. Namun, selain jauh (karena memutar), kondisi jalan juga buruk.
Kondisinya sulit untuk papasan dua kendaraan roda empat. "Kampak ke Munjungan yang sebelumnya 25 km, dengan memutar lewat Dongko jarak tempuh bisa 40 km. Bahkan bisa 100 km jika lewat Panggul," ujarnya.
Mengingat pembersihan material longsor diperkirakan sampai sebulan, menurut Hadi, warga Munjungan dan Kampak hari ini bergotong royong melakukan pembersihan. "Sebab kita berharap pembersihan material longsor bisa lebih cepat."
Sementara, alat berat yang diterjunkan di lokasi longsor telah bekerja. Sebelum melakukan pembersihan material, Pemkab Trenggalek sempat berkonsultasi dengan tim Geologi UGM. Sebab pembersihan material karakter tanah labil dikhawatirkan menimbulkan longsor susulan. Karena kondisi itu, pemkab memperkirakan proses pembersihan akan memakan waktu sekitar sebulan.
"Alat berat sudah bekerja membersihkan material. Harapannya material longsor bisa dibersihkan secepatnya," ujar Kepala Dinas PUPR Kabupaten Trenggalek Mohammad Sholeh.
Namun, hingga kini belum bisa dipastikan kapan jenazah bisa sampai di rumah duka. Hal itu mengingat jalur utama perbatasan Kecamatan Munjungan dan Kecamatan Kampak masih putus total akibat longsor seminggu lalu. "Kita masih memikirkan solusinya (jenazah bisa tiba di rumah duka)," tutur Agus Kindo selaku pendamping pemulangan jenazah Suparmi kepada SINDOnews, Rabu (31/1/2018).
Informasi yang dihimpun, jenazah Suparmi telah disalati. Dengan maskapai Cathay Pasific, jenazah diterbangkan langsung dari Hong Kong ke Indonesia. Bila normal, estimasi perjalanan Sidoarjo-Trenggalek, kata Agus menelan waktu sekitar 8 jam. Trenggalek yang dimaksud adalah wilayah Kota Trenggalek. Rombongan pengantar jenazah masih melanjutkan perjalanan ke arah selatan (Munjungan).
Estimasi waktunya 3-4 jam. Itu bila normal. Sementara, di perbatasan Kecamatan Munjungan dan Kampak, material longsor setebal 6 meter dengan rentang 500 meter telah menghadang. Material longsor memutus total jalan utama.
Menurut Agus, solusi satu-satunya adalah jalur alternatif, yakni memutar melewati wilayah Kecamatan Dongko. Rutenya Kota Trenggalek, Dongko, lalu ke Munjungan. Selain lebih jauh beberapa jam, yang menjadi persoalan kondisi jalan juga belum diketahui. Sementara, proses pemulangan jenazah terhitung sejak meninggal dunia telah memakan waktu dua minggu. "Kendati demikian, jalan putus bukan menjadi alasan. Jenazah harus tiba di rumah duka," katanya.
Hadi, warga Kecamatan Munjungan mengatakan, putusnya jalur utama sangat merepotkan warga yang hendak beraktivitas ke kota (Trenggalek). Warga memang bisa menggunakan beberapa jalur alternatif, yakni melalui Kecamatan Dongko, Kecamatan Panggul atau Kecamatan Watulimo. Namun, selain jauh (karena memutar), kondisi jalan juga buruk.
Kondisinya sulit untuk papasan dua kendaraan roda empat. "Kampak ke Munjungan yang sebelumnya 25 km, dengan memutar lewat Dongko jarak tempuh bisa 40 km. Bahkan bisa 100 km jika lewat Panggul," ujarnya.
Mengingat pembersihan material longsor diperkirakan sampai sebulan, menurut Hadi, warga Munjungan dan Kampak hari ini bergotong royong melakukan pembersihan. "Sebab kita berharap pembersihan material longsor bisa lebih cepat."
Sementara, alat berat yang diterjunkan di lokasi longsor telah bekerja. Sebelum melakukan pembersihan material, Pemkab Trenggalek sempat berkonsultasi dengan tim Geologi UGM. Sebab pembersihan material karakter tanah labil dikhawatirkan menimbulkan longsor susulan. Karena kondisi itu, pemkab memperkirakan proses pembersihan akan memakan waktu sekitar sebulan.
"Alat berat sudah bekerja membersihkan material. Harapannya material longsor bisa dibersihkan secepatnya," ujar Kepala Dinas PUPR Kabupaten Trenggalek Mohammad Sholeh.
(zik)