Ribuan Balita di Sleman Kurang Asupan Gizi
A
A
A
SLEMAN - Ribuan bayi di bawah lima tahun (Balita) di Sleman ditenggarai kurang asupan gizi. Terutama asupan protein pada masa pertumbuhan. Indikasinya balita tersebut mengalami stunting (tubuh pendek).
Data dinas kesehatan (Dinkes) setempat pada tahun 2017 dari 6900 balita, 8211 atau 11,9% balita di antaranya mengalami stunting .
Pola asuh dan kurangnya asupan gizi saat kehamilan diduga menjadi penyebabnya. Terbukti dari jumlah stunting itu paling banyak terjadi di lima kecamatan, yaitu kecamatan Minggir, Sayegan, Moyudan, Prambanan dan Kalasan. Padahal daerah tersebut merupakan lubung pangan di Sleman.
Kepala Bagian (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Sleman, Bambang Suharjana mengatakan ada beberapa faktor penyebab stunting pada balita ini.
Selain faktor ekonomi, penyakit dan keturuan, juga pola asuh orang tua. Terutama dalam pemberian air susu ibu (ASI) maupun asupan gizi kepada mereka.
Hal ini lantaran sang ibu terlalu sibuk, sehingga tidak memberi ASI secara ekslusif pada bayinya. Padahal untuk mendapatkan gizi yang ideal, bayi harus diberi ASI ekslusif selama enam bulan pertama. Setelah itu, baru bisa diberi makanan pendamping ASI.
"Karena itu masalah gizi tersebut harus mendapatkan perhatian bersama," kata Bambang, saat sosialisasi penanggulangan stunting dini dalam rangka peringatan Hari Gizi Nasional ke-58 tingkat Sleman, di pendopo rumah dinas bupati Sleman, Kamis (25/1/2018)
Bambang menjelaskan untuk mengatasai masalah ini, selain dengan penyuluhan, workshop dan seminar kepada para ibu dan orang tua, juga dengan edukasi dan pemahanan, khususnya yang menyangkut dengan pola pikir masyarakat dalam mengasuh anak. Baik yang menyangkut dengan perkembangan maupun asupan gizi kepada balita.
"Kami juga telah memberikan pelatihan kepada petugas Puskesmas untuk mengampanyekan pentingnya pemberian ASI ekslusif dan membentuk konselor inisiatif menyusui dini (IMD)," pungkasnya.
Data dinas kesehatan (Dinkes) setempat pada tahun 2017 dari 6900 balita, 8211 atau 11,9% balita di antaranya mengalami stunting .
Pola asuh dan kurangnya asupan gizi saat kehamilan diduga menjadi penyebabnya. Terbukti dari jumlah stunting itu paling banyak terjadi di lima kecamatan, yaitu kecamatan Minggir, Sayegan, Moyudan, Prambanan dan Kalasan. Padahal daerah tersebut merupakan lubung pangan di Sleman.
Kepala Bagian (Kabid) Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Dinkes Sleman, Bambang Suharjana mengatakan ada beberapa faktor penyebab stunting pada balita ini.
Selain faktor ekonomi, penyakit dan keturuan, juga pola asuh orang tua. Terutama dalam pemberian air susu ibu (ASI) maupun asupan gizi kepada mereka.
Hal ini lantaran sang ibu terlalu sibuk, sehingga tidak memberi ASI secara ekslusif pada bayinya. Padahal untuk mendapatkan gizi yang ideal, bayi harus diberi ASI ekslusif selama enam bulan pertama. Setelah itu, baru bisa diberi makanan pendamping ASI.
"Karena itu masalah gizi tersebut harus mendapatkan perhatian bersama," kata Bambang, saat sosialisasi penanggulangan stunting dini dalam rangka peringatan Hari Gizi Nasional ke-58 tingkat Sleman, di pendopo rumah dinas bupati Sleman, Kamis (25/1/2018)
Bambang menjelaskan untuk mengatasai masalah ini, selain dengan penyuluhan, workshop dan seminar kepada para ibu dan orang tua, juga dengan edukasi dan pemahanan, khususnya yang menyangkut dengan pola pikir masyarakat dalam mengasuh anak. Baik yang menyangkut dengan perkembangan maupun asupan gizi kepada balita.
"Kami juga telah memberikan pelatihan kepada petugas Puskesmas untuk mengampanyekan pentingnya pemberian ASI ekslusif dan membentuk konselor inisiatif menyusui dini (IMD)," pungkasnya.
(nag)