Dibiarkan Miring Berbulan-Bulan, Tembok Keraton Solo Roboh
A
A
A
SOLO - Tembok Keraton Kasunanan Surakarta, bagian pembatas gedung sentral dengan Ndalem Prabuwinatan, mendadak ambruk pada Senin 15 Januari 2018 malam. Sebelum roboh, sebenarnya tembok diketahui sudah miring sejak beberapa bulan lalu.
Tembok yang roboh sepanjang sekitar 10 meter, tinggi sekitar 6 meter, dan tebal mencapai 50 centimeter. Untungnya, tidak ada korban jiwa atau luka dalam peristiwa yang terjadi sekitar pukul 19.15 WIB.
Tembok yang ambruk lokasinya berada di sisi barat Sasana Putra yang menjadi kediaman Raja Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi. “Sudah diketahui kalau kondisinya miring,” ungkap Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo KGPH Dipokusumo, Selasa (16/1/2018).
Rencana perbaikan sebenarnya sudah ada, namun tidak bisa segera dilakukan. Proses perbaikan harus menunggu persetujuan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Masyarakat setempat juga pernah mengusulkan agar tembok dirobohkan.
Namun hal itu tidak bisa karena tembok termasuk bagian benda cagar budaya (BCB). pihaknya kini tengah menjalin komunikasi dengan BPCB Jawa Tengah dalam rangka mengambil langkah berikutnya.
Tembok yang ambruk di area pembatas gedung sentral atau Pradikta dengan Ndalem Prabuwinatan, dibangun di era Raja Paku Buwono (PB) X. Bangunan dulunya merupakan pusat pengelolaan listrik untuk keraton. “Gedung Pradikta merupakan tempat untuk pusat listrik di keraton, pendingin, dan membuat es,” terangnya. Ada empat kolam pendingin generator semuanya dibangun PB X ketika listrik masuk keraton.
Dia memastikan, bangunan gedung utama Pradikta tidak terkena imbas robohnya pagar. Sebab pagar yang roboh hanya gudang yang sudah tidak difungsikan.
Pengkaji cagar budaya BPCB Jawa Tengah Wahyu Broto Raharjo enggan berkomentar banyak terkait robohnya tembok tersebut. Dia baru sebatas melihat dan mendokumentasikan kerusakan. Hasil dokumentasi selanjutnya akan dibahas dalam rapat BPCB Jawa Tengah.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) sangat menyayangkan ambruknya salah satu bagian tembok keraton. Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi jika keraton menyetujui pembentukan unit pelayanan teknis (UPT) sebagaimana digagas pemerintah pusat.
Melalui UPT, pemerintah dapat menyalurkan anggaran perawatan atau revitalisasi bangunan di keraton. “Pemerintah mau membantu anggaran bagaimana?, kalau sana (keraton) sendiri tidak mau,” tegasnya.
Terkait reruntuhan tembok, pihaknya tak ingin gegabah mengambil keputusan. Perlu koordinasi dengan BPCB Jawa Tengah guna menyingkirkan puing-puing reruntuhan. Pemkot Solo memilih hati-hati karena bangunan yang roboh masuk BCB. Saat ini, area reruntuhan telah dipasangi garis polisi.
Tembok yang roboh sepanjang sekitar 10 meter, tinggi sekitar 6 meter, dan tebal mencapai 50 centimeter. Untungnya, tidak ada korban jiwa atau luka dalam peristiwa yang terjadi sekitar pukul 19.15 WIB.
Tembok yang ambruk lokasinya berada di sisi barat Sasana Putra yang menjadi kediaman Raja Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi. “Sudah diketahui kalau kondisinya miring,” ungkap Pengageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo KGPH Dipokusumo, Selasa (16/1/2018).
Rencana perbaikan sebenarnya sudah ada, namun tidak bisa segera dilakukan. Proses perbaikan harus menunggu persetujuan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Tengah. Masyarakat setempat juga pernah mengusulkan agar tembok dirobohkan.
Namun hal itu tidak bisa karena tembok termasuk bagian benda cagar budaya (BCB). pihaknya kini tengah menjalin komunikasi dengan BPCB Jawa Tengah dalam rangka mengambil langkah berikutnya.
Tembok yang ambruk di area pembatas gedung sentral atau Pradikta dengan Ndalem Prabuwinatan, dibangun di era Raja Paku Buwono (PB) X. Bangunan dulunya merupakan pusat pengelolaan listrik untuk keraton. “Gedung Pradikta merupakan tempat untuk pusat listrik di keraton, pendingin, dan membuat es,” terangnya. Ada empat kolam pendingin generator semuanya dibangun PB X ketika listrik masuk keraton.
Dia memastikan, bangunan gedung utama Pradikta tidak terkena imbas robohnya pagar. Sebab pagar yang roboh hanya gudang yang sudah tidak difungsikan.
Pengkaji cagar budaya BPCB Jawa Tengah Wahyu Broto Raharjo enggan berkomentar banyak terkait robohnya tembok tersebut. Dia baru sebatas melihat dan mendokumentasikan kerusakan. Hasil dokumentasi selanjutnya akan dibahas dalam rapat BPCB Jawa Tengah.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo (Rudy) sangat menyayangkan ambruknya salah satu bagian tembok keraton. Hal itu sebenarnya tidak perlu terjadi jika keraton menyetujui pembentukan unit pelayanan teknis (UPT) sebagaimana digagas pemerintah pusat.
Melalui UPT, pemerintah dapat menyalurkan anggaran perawatan atau revitalisasi bangunan di keraton. “Pemerintah mau membantu anggaran bagaimana?, kalau sana (keraton) sendiri tidak mau,” tegasnya.
Terkait reruntuhan tembok, pihaknya tak ingin gegabah mengambil keputusan. Perlu koordinasi dengan BPCB Jawa Tengah guna menyingkirkan puing-puing reruntuhan. Pemkot Solo memilih hati-hati karena bangunan yang roboh masuk BCB. Saat ini, area reruntuhan telah dipasangi garis polisi.
(wib)