Diduga Depresi dan Sering Dibully, Siswa SMA Gantung Diri
A
A
A
BANDUNG BARAT - Kisah tragis dialami Tri Tunggal Sampurno (17), siswa kelas 10 SMAN 1 Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), yang ditemukan tewas gantung diri di kamarnya, Sabtu (13/1/2018).
Korban melakukan aksinya, diduga karena mengalami depresi tingkat tinggi sebab sering dibully oleh rekan-rekannya dan terbebani dengan tugas pekerjaan, baik di rumah mau pun dari sekolah yang harus dikerjakan.
Hal tersebut terlihat dari catatan tangan korban dalam secarik kertas yang ditemukan di kamarnya. Seperti catatan pada Selasa 2 Januari 2018, tertulis beberapa kalimat seperti diejek kepala botak, marahan sama temen dan dicuekin, mengagalkan rencana, dan jadi pecundang. Selain itu ada juga catatan mengenai tugas dan aktivitas yang harus dilakukannya di rumah.
Orang tua korban Kuatno (44) mengatakan, anak ketiganya itu ditemukan tewas dengan posisi leher tergantung pada selembar kain di dalam kamarnya. Ia dan istrinya Tatun, (42), mengira anaknya yang dikenal rajin dan pendiam itu sedang belajar seperti biasanya. Namun kecurigaan muncul ketika dipanggil anaknya tidak keluar-keluar.
"Ternyata anak saya sudah meninggal gantung diri menggunakan kain yang diikatkan pada plafon setinggi 2,5 meter," ucapnya saat ditemui di rumahnya Kampung Kancah RT01/14, Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.
Dia menduga, anaknya tertekan dengan banyaknya Pekerjaan Rumah (PR) dan tugas sekolah. Hal itu diperkuat dengan keluhan anaknya sebelum ditemukan tewas yang kerap mengaku pusing dengan banyaknya tugas kelompok yang ditimpakan padanya.
Ditambah lagi sikap teman-temannya yang sering mengejeknya. "Serangkaian kejadian itu menjadi beban berat bagi anak saya dan dia mencurahkan hal tersebut di buku hariannya," tandasnya.
Terpisah Kepala SMAN 1 Cisarua Agus Muhrom membantah jika sekolahnya memberikan beban study yang berat kepada muridnya. Pasalnya jika itu menjadi beban tentu tidak hanya satu murid saja yang mengeluh tapi semua siswa di sekolahnya juga pastu merasakan hal yang sama. "Enggak lah, apa yang kami berikan sesuai dengan kurikukum sekolah pada umumnya," kata dia saat dihubungi, Senin (15/1/2018).
Dirinya juga tidak menyangka jika korban yang terbilang anak rajin dan cerdas itu mengakhiri hidupnya dengan tindakan nekat. Ini menjadi pelajaran pihaknya ke depan untuk tidak hanya memperhatikan aspek akademis siswa tapi juga harus bisa menilai aspek mental dan emosional anak didik agar tidak salah arah. "Kami menganggap ini musibah dan tadi selepas upacara semua guru dan siawa langsung menggelar salat ghaib," pungkasnya.
Korban melakukan aksinya, diduga karena mengalami depresi tingkat tinggi sebab sering dibully oleh rekan-rekannya dan terbebani dengan tugas pekerjaan, baik di rumah mau pun dari sekolah yang harus dikerjakan.
Hal tersebut terlihat dari catatan tangan korban dalam secarik kertas yang ditemukan di kamarnya. Seperti catatan pada Selasa 2 Januari 2018, tertulis beberapa kalimat seperti diejek kepala botak, marahan sama temen dan dicuekin, mengagalkan rencana, dan jadi pecundang. Selain itu ada juga catatan mengenai tugas dan aktivitas yang harus dilakukannya di rumah.
Orang tua korban Kuatno (44) mengatakan, anak ketiganya itu ditemukan tewas dengan posisi leher tergantung pada selembar kain di dalam kamarnya. Ia dan istrinya Tatun, (42), mengira anaknya yang dikenal rajin dan pendiam itu sedang belajar seperti biasanya. Namun kecurigaan muncul ketika dipanggil anaknya tidak keluar-keluar.
"Ternyata anak saya sudah meninggal gantung diri menggunakan kain yang diikatkan pada plafon setinggi 2,5 meter," ucapnya saat ditemui di rumahnya Kampung Kancah RT01/14, Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.
Dia menduga, anaknya tertekan dengan banyaknya Pekerjaan Rumah (PR) dan tugas sekolah. Hal itu diperkuat dengan keluhan anaknya sebelum ditemukan tewas yang kerap mengaku pusing dengan banyaknya tugas kelompok yang ditimpakan padanya.
Ditambah lagi sikap teman-temannya yang sering mengejeknya. "Serangkaian kejadian itu menjadi beban berat bagi anak saya dan dia mencurahkan hal tersebut di buku hariannya," tandasnya.
Terpisah Kepala SMAN 1 Cisarua Agus Muhrom membantah jika sekolahnya memberikan beban study yang berat kepada muridnya. Pasalnya jika itu menjadi beban tentu tidak hanya satu murid saja yang mengeluh tapi semua siswa di sekolahnya juga pastu merasakan hal yang sama. "Enggak lah, apa yang kami berikan sesuai dengan kurikukum sekolah pada umumnya," kata dia saat dihubungi, Senin (15/1/2018).
Dirinya juga tidak menyangka jika korban yang terbilang anak rajin dan cerdas itu mengakhiri hidupnya dengan tindakan nekat. Ini menjadi pelajaran pihaknya ke depan untuk tidak hanya memperhatikan aspek akademis siswa tapi juga harus bisa menilai aspek mental dan emosional anak didik agar tidak salah arah. "Kami menganggap ini musibah dan tadi selepas upacara semua guru dan siawa langsung menggelar salat ghaib," pungkasnya.
(nag)