Sidang Keterangan Palsu, Saksi Ahli Sebut PLK Bukan Penerus HCL

Kamis, 11 Januari 2018 - 23:00 WIB
Sidang Keterangan Palsu,...
Sidang Keterangan Palsu, Saksi Ahli Sebut PLK Bukan Penerus HCL
A A A
JAKARTA - Sidang ke-18 perkara pidana dugaan keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 yang digunakan untuk mengklaim aset nasionalisasi SMAK Dago kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jawa Barat, Rabu 10 Januari kemarin. Sidang mengagendakan mendengar keterangan saksi ahli Iwan Setiawan dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham.

Iwan menjelaskan, Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK) yang coba mengklaim SMAK Dago melalui keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 merupakan organisasi berbeda dengan Het Chritelijch Lyceum (HCL) sebagai pemilik awal asetnya.

Sebelumnya diketahui, pada sidang perkara gugatan perdata yang diajukan PLK di PN Bandung juga, organisasi tersebut mengaku merupakan penerus HCL sehingga berwenang terhadap aset nasionalisasi SMAK Dago.

"PLK dan HCL adalah dua badan hukum yang berbeda. HCL tidak bisa lagi diteruskan kelanjutannya karena organisasinya telah dibubarkan. Kalaupun ada organisasi lain, bukan penerusnya," ujar Iwan.

Lebih lanjut dia menambahkan berdasarkan data di Kemenkumham, HCL adalah milik dan didirikan oleh warga Belanda. Kendati begitu, HCL dinyatakan masuk dalam organisasi terlarang sesuai Perppu No 50 Tahun 1960 tentang Larangan Organisasi dan Pengawasan Perusahaan Orang Asing Tertentu.

"Sesuai data Kemenkumham, status badan hukumnya sudah hilang berdasarkan Perppu tersrbut. Termasuk organisasi HCL," tuturnya.

Ia menyampaikan, PLK dahulu memang pernah mengajukan penetapan status badan hukum organisasinya dan perubahan AD/ART kepada Departemem Kehakiman. Saat itu, PLK mengaku sebagai penerus HCL.

Namun, ucap Iwan, permohonan pengajuan tersebut tak dapat diterima dengan pertimbangan HCL sudah tidak ada dan badan hukumnya tidak berlaku lagi. "Perubahan AD/ART tidak dapat dilakukan sebab HCL telah dibubarkan dan dilarang," paparnya.

Meskipun tercatat bahwa tahun 2001, ujar dia AD/ART PLK pernah disetujui Kemenkumham namun sekarang ini kembali sudah dibatalkan serta statusnya badan hukumnya dianggap tidak ada. Sidang kasus dugaan keterangan palsu Akta Notaris Nomor 3/18 November 2005 menetapkan tiga terdakwa yaitu Edwaerd Soeryadjaya, Maria Goretti Pattiwael dan Gustav Pattipeilohy.

Kendati demikian, terdakwa Edward dan Maria belum pernah menghadiri persidangan dengan alasan sakit. Padahal terungkap, berdasarkan pemeriksaan Dokter dan rumah sakit independen yang ditunjuk PN Bandung menyatakan bahwa keduanya dapat mengikuti persidangan asalkan didampingi ahli medis.

Bahkan kini Edward telah ditahan Kejaksaan Agung sebagai tersangka dugaan kasus korupsi dana pensiun yang disinyalir merugikan negara hingga Rp1,4 miliar.
(mhd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6587 seconds (0.1#10.140)