Penista Agama di Karawang Divonis 1 Tahun 6 Bulan Penjara
A
A
A
KARAWANG - Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Karawang, Jawa Barat, yang dipimpin Surachmat menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara terhadap terdakwa penista agama, Aking Saputra, Senin (18/12/2017). Putusan hakim ini sejalan dengan tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut 1 tahun 6 bulan penjara.
Atas vonis itu, Aking Saputra menyatakan pikir-pikir. Begitu juga JPU yang dipimpin Lia Pratiwi menyatakan pikir-pikir untuk menerima vonis tersebut.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan Aking terbukti melanggar Pasal 156 A tentang Ppenodaan Agama. Salah satu yang meringankan terdakwa karena terdakwa mengakui kesalahannya dan sudah meminta maaf kepada masyarakat Karawang. Selama persidangan, Aking dinilai tidak memberi keterangan berbelit-belit sehingga persidangan berjalan lancar.
Majelis hakim mempersilakan terdakwa untuk melakukan perlawanan hukum ke jejang peradilan yang lebih tinggi. Namun, Aking hanya diam saja sehingga majelis hakim berikan waktu satu minggu untuk terdakwa mempertimbangkannya.
Sidang yang digelar mulai pukul 10.00 WIB itu mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian yang berjaga sejak pagi. Ratusan masyarakat dari berbagai elemen ormas Islam ikut hadir dalam persidangan tersebut.
Begitu mendengar vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa, pengunjung sidang langsung meneriakkan takbir. Mereka sepertinya puas atas vonis tersebut. Sejumlah ormas Islam di Karawang mengikuti persidangan sejak awal pembacaan dakwaan hingga vonis hakim.
Sementara itu, ketua tim jaksa penuntut umum Kejari Karawang, Lia Pratiwi mengatakan masih harus melaporkan vonis majelis hakim kepada pimpinannya. "Hakim memberi waktu buat kami selama satu minggu. Kami harus laporkan kepada pimpinan terkait hasil sidang putusan ini,” kata Lia.
Sekadar mengingatkan, terdakwa Aking sekitar April 2017 dan dalam waktu yang lain secara berturut-turut melakukan perbuatan berlanjut dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok berdasarkan suku, agama dan ras.
Pada 18 Mei terdakwa menggunakan handphone kembali membuat status di akun facebook Aking Saputra berbunyi "Kenapa ya anak-anak di Indonesia zaman sekarang banyak kelewatan bodohnya kalau bicara komunisme. Apakah anak zaman sekarang tahu bahwa banyak tokoh PKI adalah pemuka agama (tentunya mayoritas dari Islam).
Kemudian terdakwa juga menulis status di akun facebooknya: "Kitab sucinya mengajarkan kebencian, makian, ancaman siksa neraka pedih, pembunuhan, hukum potong tangan, hukum rajam sampai mati".
Atas vonis itu, Aking Saputra menyatakan pikir-pikir. Begitu juga JPU yang dipimpin Lia Pratiwi menyatakan pikir-pikir untuk menerima vonis tersebut.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menyatakan Aking terbukti melanggar Pasal 156 A tentang Ppenodaan Agama. Salah satu yang meringankan terdakwa karena terdakwa mengakui kesalahannya dan sudah meminta maaf kepada masyarakat Karawang. Selama persidangan, Aking dinilai tidak memberi keterangan berbelit-belit sehingga persidangan berjalan lancar.
Majelis hakim mempersilakan terdakwa untuk melakukan perlawanan hukum ke jejang peradilan yang lebih tinggi. Namun, Aking hanya diam saja sehingga majelis hakim berikan waktu satu minggu untuk terdakwa mempertimbangkannya.
Sidang yang digelar mulai pukul 10.00 WIB itu mendapat pengawalan ketat aparat kepolisian yang berjaga sejak pagi. Ratusan masyarakat dari berbagai elemen ormas Islam ikut hadir dalam persidangan tersebut.
Begitu mendengar vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada terdakwa, pengunjung sidang langsung meneriakkan takbir. Mereka sepertinya puas atas vonis tersebut. Sejumlah ormas Islam di Karawang mengikuti persidangan sejak awal pembacaan dakwaan hingga vonis hakim.
Sementara itu, ketua tim jaksa penuntut umum Kejari Karawang, Lia Pratiwi mengatakan masih harus melaporkan vonis majelis hakim kepada pimpinannya. "Hakim memberi waktu buat kami selama satu minggu. Kami harus laporkan kepada pimpinan terkait hasil sidang putusan ini,” kata Lia.
Sekadar mengingatkan, terdakwa Aking sekitar April 2017 dan dalam waktu yang lain secara berturut-turut melakukan perbuatan berlanjut dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok berdasarkan suku, agama dan ras.
Pada 18 Mei terdakwa menggunakan handphone kembali membuat status di akun facebook Aking Saputra berbunyi "Kenapa ya anak-anak di Indonesia zaman sekarang banyak kelewatan bodohnya kalau bicara komunisme. Apakah anak zaman sekarang tahu bahwa banyak tokoh PKI adalah pemuka agama (tentunya mayoritas dari Islam).
Kemudian terdakwa juga menulis status di akun facebooknya: "Kitab sucinya mengajarkan kebencian, makian, ancaman siksa neraka pedih, pembunuhan, hukum potong tangan, hukum rajam sampai mati".
(rhs)