Kampung Keraton dan Kisah Penaklukan Surabaya oleh Mataram

Jum'at, 15 Desember 2017 - 05:00 WIB
Kampung Keraton dan...
Kampung Keraton dan Kisah Penaklukan Surabaya oleh Mataram
A A A
Bicara tentang keraton di Indonesia, ingatan kita langsung tertuju pada Keraton Yogyakarta atau Keraton Surakarta. Padahal, Kota Pahlawan pun menyimpan cerita tentang keraton bernama Keraton Surabaya.

Bukti adanya keraton terlihat dari salah satu jalan bernama Gang Kraton, berlokasi di Jalan Kramat Gantung atau tepat di sebelah selatan Gedung Gubernuran Jatim yang ada di Jalan Pahlawan, di Kelurahan Alun-Alun Contong, Kecamatan Bubutan.

Kamis (14/12/2017), SINDOnews mengunjungi kawasan ini, tepatnya di Gang Kraton II. Begitu menginjakkan kaki di mulut gang, kita disambut gapura. Bangunan setingga 4 meter ini konon adalah tempat pengintaian. Di dekat gapura ini, terdapat dua Pedagang Kaki Lima (PKL) yang berjualan nasi goreng dan minuman ringan.

Kawasan yang berjuluk Kampung Keraton ini terdiri dari empat gang. Gang ini rata-rata berukuran sempit, lebarnya 2 hingga 3 meter. Saking sempitnya, pengendara sepeda motor terkadang turun dari kendaraan dan harus berjalan kaki. Sementara, panjang jalan sekitar 200 meter. "Banyak sekali Mas yang berkunjung ke sini. Biasanya mahasiswa," kata Pak Is, yang sudah 40 tahun berjualan minuman ringan di Gang Keraton II.

Memang, tak banyak sisa peninggalan Keraton Surabaya ini. Yang tampak kini adalah sisa bangunan peninggalan kolonial Belanda. Kampung Keraton saat ini merupakan salah satu kawasan perdagangan yang sangat ramai di Surabaya, utamanya di Jalan Kramat Gantung. Segala macam kebutuhan rumah tangga dijual di jalan ini.

"Untuk di Gang Kraton II ini tidak banyak penghuninya. Mungkin hanya ada dua keluarga saja. Bangunan di sini banyak digunakan untuk gudang dan toko," lanjut Pak Is.
Kampung Keraton dan Kisah Penaklukan Surabaya oleh Mataram

Dalam buku berjudul Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Prof Merle Calvin Ricklefs menyebutkan, pada tahun 1619 Mataram berhasil menaklukkan Tuban. Pada tahun 1620, hanya Surabaya yang belum berhasil dikalahkan. Dari tahun 1620 sampai dengan 1625, Mataram dengan pimpinannya Sultan Agung, mengepung Surabaya dan memusnahkan hasil panen.

Sungai Brantas juga dibendung. Jatah aliran air ke kota juga diputus. Pada tahun 1622, sekutu Surabaya, Sukadana, berhasil ditaklukkan. Akibatnya, terputuslah salah satu sumber pasokan ke Surabaya. Pada tahun 1624, setelah melakukan serangan yang melelahkan dan menderita kerugian besar, Mataram juga berhasil menaklukkan Madura yang juga mitra dari Surabaya.

Dalam buku sejarawan kontemporer asal Australia ini juga disebutkan, di dokumen Vereenigde Oostindische Compagnie atau VOC di tahun 1620, Surabaya merupakan sebuah negara yang kuat dan kaya. Luas wilayahnya sekitar 37 kilometer dan dikelilingi parit yang diperkuat dengan meriam.

Konon, pada tahun itu Surabaya mengirim 30.000 prajuritnya ke medan tempur melawan Mataram. Pada tahun 1602 hingga 1615, sebuah pos dagang VOC di Gresik melaporkan bahwa terjadi permulaan peperangan antara Surabaya dan Mataram.

Lalu, pada tahun 1610, Panembahan Seda ing Krapyak mulai menyerang Surabaya secara langsung. Hingga tahun 1613, serangan-serangan Mataram setiap tahun menghancurkan panen padi Surabaya.

Kondisi ini mengakibatkan kerugian yang sangat besar. Pada akhir 1625, Surabaya berhasil ditaklukkan. Penguasa Surabaya ketika itu, Jayalengkara, konon tetap diizinkan tinggal di Surabaya.

Sedangkan putranya, Pangeran Pekik, diperintahkan untuk menempuh kehidupan sebagai petapa di Makan Suci Sunan Ngampel-Denta, di dekat Surabaya. Tak lama kemudian, Jayalengkara meninggal setelah kekalahannya itu.

Menurut sejarawan dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Aminuddin Kasdi, sisa dari Keraton Surabaya hanyalah nama-nama daerah dan jalan. Misalnya, di depan Gang Kraton terdapat Jalan Kepatihan.

Kampung Keraton disebut-sebut sebagai tempat tinggal para raja. Beberapa nama jalan yang berada tak jauh dari Kampung Keraton ini antara lain Pandean atau tempat pandai besi. Lalu Kawatan yang merupakan pusat kerajinan kawat. "Dari nama-nama jalan itu, terlihat bahwa Surabaya sudah maju sejak dulu," katanya.

Meski tidak ada bukti berbentuk monumen dan kurangnya literatur sejarah, Keraton Surabaya dahulu diperkirakan meliputi kawasan Kebonrojo sebagai Taman Keraton, Tugu Pahlawan sebagai Alun-alun Utara dan Alun-alun Contong (Baliwerti-Bubutan) yang merupakan bagian dari Alun-alun Selatan.

Sisa kejayaan Keraton Surabaya semakin tidak tampak saat Belanda mulai masuk. Surabaya jatuh ke tangan penjajah Belanda pada tahun 1755. Pusat pemerintahan yang semula merupakan keraton pun diganti. Sisa-sisa keraton pun dihabisi dan diubah sepenuhnya dengan bangunan-bangunan bercorak Belanda.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1508 seconds (0.1#10.140)