Potret Kehidupan Warga Pinggiran Kota Padangsidimpuan

Minggu, 17 September 2017 - 19:42 WIB
Potret Kehidupan Warga Pinggiran Kota Padangsidimpuan
Potret Kehidupan Warga Pinggiran Kota Padangsidimpuan
A A A
PADANGSIDIMPUAN - Sejak memisahkan diri pada 2001 dari Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Kota Padangsidimpuan terus menunjukkan kemajuan yang segnifikan. Namun, siapa sangka saat ini masih banyak warganya terutama di daerah pinggiran belum merasakan kemajuan tersebut.

Seperti di Desa Pintu Langit, Kecamatan Angkola Julu, Kota Padangsidimpuan. Ratusan masyarakat di tempat itu masih menggunakan air parit untuk keperluan mandi-cuci-kakus (MCK). Minimnya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah memaksa warga untuk menggunakan fasilitas yang disediakan oleh alam tersebut.

Pemandangan tersebut terlihat pada pagi dan sore hari. Segerombolan anak-anak bersorakria, berlari menuju ke salah satu parit yang ada di desa itu.

Tanpa memikirkan kebersihan air, mereka langsung melompat ke dalam drainase yang berisi air. Anehnya, tempat yang dipergunakan oleh anak-anak tersebut juga dipergunakan oleh orang dewasa.

Bahkan, jalan menuju desa tersebut masih rusak parah. Puluhan tahun masyarakat di desa tersebut mendambakan perbaikan jalan. Padahal, kekayaan alam yang berasal dari desa itu cukup melimpah.

Bagaimana tidak, umumnya masyarakat di tempat itu memiliki kebun karet dan kelapa sawit. "Mulai dari jalan, hingga fasilitas keperluan rumah tangga, kurang mendapat perhatian dari pemerintah," ujar warga bernama S Harahap kepada SINDOnews.

Dia mengatakan, warga di desa itu sudah berulang-ulang mengajukan permohonan kepada pemerintah agar memperbaiki badan jalan, namun, hingga saat ini tidak dapat tanggapan dari Pemko Padangsidimpuan. Menurutnya, untuk memasarkan hasil alam, warga harus mengeluarkan biaya yang cukup besar.

Dia menyakini, apabila jalan menuju tempat tersebut diperbaiki, maka ekonomi masyarakat di tempat tersebut drastis akan meningkat. "Masyarakat di desa ini berharap agar pemerintah memperbaiki badan jalan, sehingga masyarakat merasakan dampak pembangunan," tandasnya.

Sementara pengakuan Johan Siregar (12), salah seorang siswa Sekolah Dasar (SD) mengaku, setiap hari dia selalu mandi di parit di desa tersebut.

Menurutnya, kondisi tersebut terpaksa mereka lakukan karena tidak ada cara lain untuk membersihkan diri. "Kalau mau pergi ke sekolah, saya harus mandi di tempat ini," ujarnya. Dia mengaku tidak memiliki kamar mandi di rumahnya, sedangkan yang disediakan pemerintah belum ada.

Bocah kelas enam SD itu juga berharap agar pemerintah menyediakan fasilitas MCK di kampungnya, sehingga mereka tidak lagi mempergunakan air parit untuk membersihkan diri sebelum ke sekolah.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7392 seconds (0.1#10.140)
pixels