Syeikh Yasin, Ulama Berdarah Indonesia yang Dikagumi Dunia
A
A
A
Syeikh Yasin Al-Fadani adalah ulama Mekkah berdarah Indonesia yang dikagumi dunia karena keluasan ilmu dan karomah yang dimilikinya. Banyak ulama memberinya gelar ‘almusnid dunya’ (pemilik sanad terbanyak di dunia).
Nama lengkapnya Syeikh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al-Fadani. Lahir di Mekkah, Arab Saudi, 17 Juni 1915 dan wafat di Mekkah, 20 Juli 1990 pada usia 75 tahun. Dia adalah seorang ahli muhaddits (ahli sanad hadits), ilmu falak, ahli tasawwuf, dan pendiri Madrasah Darul Ulum al-Diniyyah, Mekkah.
Syeikh Yasin merupakan putra ulama terkenal Syekh Muhammad Isa Al-Fadani asal Padang, Sumatera Barat, sehingga namanya dijuluki Al-Fadani. Jumlah karyanya mencapai 97 kitab. Di antaranya 9 kitab tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang ilmu dan ushul fiqh, 36 kitab tentang ilmu astronomi (falak), dan sisanya tentang ilmu-ilmu yang lain.
Buku-bukunya banyak dibaca para ulama dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Arab Saudi maupun di Asia Tenggara. Kitabnya yang paling terkenal Al-Fawaid al-Janiyyah, menjadi materi silabus dalam mata kuliah ushul fiqih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo.
Syeikh Yasin dikenal sebagai ulama yang gigih mengumpulkan sanad. Untuk mendapatkannya, dia rela bersafari ke berbagai negara. Dia menemui lebih dari 700 guru dan ulama dari berbagai belahan dunia seperti Suriyah, Lebanon, Palestina, Yaman, Mesir, Maroko, Irak, Pakistan, Rusia, India, Indonesia dan Malaysia.
Sejak kecil, Al-Fadani mempelajari Islam dari ayahnya Syekh Muhammad Isa. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Ash-Shauthiyyah. Karena guru-guru asal India merendahkan para pelajar Indonesia, ia pun mendirikan Madrasah Darul Ulum al-Diniyyah, dan menamatkan pendidikannya di sekolah tersebut.
Di samping menimba ilmu, ia aktif mengajar dan memberi kuliah di Masjidil Haram dan madrasah yang didirikannya. Dia juga dikenal sebagai seorang ulama yang kukuh pada ajaran ahlul sunnnah wal jamaah.
Sejak kecil Syekh Yasin sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Bahkan saat menginjak usia remaja, ia mampu mengungguli rekan-rekannya dalam penguasaan ilmu hadist dan fiqih sehingga para gurunya sangat mengaguminya. Selain belajar dari ayahnya, Syeikh Yasin juga menimba ilmu kepada Syekh Muhktar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib Muhsin bin Ali Al-Musawa.
Keahliannya dalam hal periwayatan hadist membuat banyak ulama-ulama dunia berbondong-bondong datang kepadanya. Bahkan Al-‘Allamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf, salah seorang ulama dan waliyulloh dari Hadromaut, Yaman, sangat mengagumi keilmuan Syekh Yasin sehingga menyebut Syekh Yasin dengan ”Sayuthiyyuh Zamanihi”.
Kekaguman para ulama terhadap sosok Syeikh Yasin tak hanya karena keluasan ilmunya semata, namun karena kesederhanaannya. Meskipun seorang ulama besar, Syeikh Yasin tidak segan-segan keluar masuk pasar memikul dan menenteng sendiri sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syekh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap shisa. Tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimilikinya. Apabila musim haji tiba, Syekh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar untuk berkunjung ke rumahnya untuk berdiskusi.
Tak sedikit dari para ulama yang meminta ijazah sanad hadist dari Syekh Yasin. Namun, sekalipun musim haji sudah berlalu, rumah Syeikh Yasin selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar dari berbagai negara.
Tak heran jika ulama kelahiran abad 20 ini banyak dipuji para ulama dan gurunya. Seperti ahli hadist dari Maroko bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Qumari menjulukinya sebagai ulama kebanggaan Haromain (Mekkah dan Madinah).
Dr Ali Jum’ah, salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah Al -mam Baijuri A’la Jawahirut Tauhid yang ditahqiqnya mengatakan bahwa dia mendapat ijazah sanad dari Syekh Yasin Al Fadani. Assayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Ahdal sebagai Mufti negeri Murawah Yaman sampai mengarang sebuah syair khusus untuk memuji Syekh Yasin Al-Fadani.
Berikut satu bait syairnya, “Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat, Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya”.
Selain itu, Doktor Yusuf Abdurrazzaq, dosen Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo juga memuji Syeikh Yasin dengan perkataan dan syiir yang panjang. Salah satu bait syiirnya bunyinya, “Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat, tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Kemudian, Assayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki, Ulama besar Mekkah, Syekh M Mamduh Al-Mishri dan Al-Habib Ali bin Syekh Bilfaqih Siun Hadramaut pernah memuji karangan-karangannya.
Doktor Yahya Al-Gautsani bercerita, ia pernah menghadiri majlis Syekh Yasin untuk mengkhatam Sunan Abu Daud. Ketika itu hadir pula Muhaddits Al-Magrib Syekh Sayyid Abdullah bin Asshiddiq Al-Gumari dan Syekh Abdussubhan Al-Barmawi dan Syekh Abdul-Fattah Rawah.
Pujian juga tak hanya datang dari ulama Ahlussunnah. Seorang ulama Wahabi Prof Dr Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab al-Jawahir ats-Tsaminah fi Bayan Adillat ‘Alam al-Madinah berkata: “Syaikh Yasin adalah muhaddits, faqih, mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu ulama Masjidil Haram.”
Di tengah banyaknya pujian kepadanya, Syekh Yasin tak lupa dengan asal nenek moyangnya. Meskipun sibuk mengajar, dia masih meyempatkan waktunya berkunjung ke berbagai negara terutama ke Indonesia.
Banyak ulama-ulama yang bertemu Syekh Yasin ingin dianggap murid oleh beliau dan minta ijazah sanad hadist. Kejadian menarik adalah ketika Syekh Yasin berkunjung ke Indonesia, banyak ulama dari berbagai daerah ramai-ramai menemui Syekh Yasin untuk dianggap murid.
Salah satunya adalah KH Syafi’i Hadzmi. KH Syafii datang menemui Syekh Yasin Al-Fadani untuk diangkat sebagai murid, namun Syekh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain. Namun, Syekh Yasin Menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan dia mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi Murid KH Syafi”i Hadzami.
Begitulah kerendahan hati Syekh Yasin Al-Fadani yang sangat menghargai para ahli ilmu. Tak heran jika keluasan ilmu dan kerendahan hatinya membuatnya semakin mulia dan dihormati ulama di dunia.
Adapun murid-murid Syeikh Yasin antara lain, Syaikh Muhammad Ismail Zain al-Makki al-Yamani, Prof DR Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki (Mekkah), Syaikh Muhammad Hamid Amin al-Banjari (Kalimantan), Habib Umar bin Hafidz Tarim (Yaman), Habib Muhammad Hamid al-Kaf (Makkah), Syaikh DR Ali Jum’ah (Mufti Mesir), Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni (Damaskus) DR Muhammad Hasan ad-Dimyathi, DR Yahya al-Ghaustani, Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari, Syaikh Abdus Shubhan al-Barmaw.
Ulama Indonesia yang menjadi muridnya antara lain, Syaikh Ahmad Damanhuri al-Bantani (Banten), KH Abdul Hamid ad-Dari, Syaikh Ahmad Muhajirin ad-Dari (Bekasi), KH Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai) (Martapura), Syaikh Mu’allim KH M Syafi’i Hadzami, DR Burhanuddin Umar Lubis, KH Maimoen Zubair (Rembang), KH Sahal Mahfudz (Pati), KH DR Abdul Muhith Abdul Fattah, KH Zayadi Muhajir, KH Ahmad Junaidi, KH Idham Khalid, KH Thahir Rahili, KH Ahmad Muthohar Mranggen, DR Muslim Nasution.
Kemudian, KH Yusuf bin Hasyim Asy’ari, Prof DR Sayyid Agil Husain al-Munawwar, Prof DR Muhibbudin Wali al-Khalidi, Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari, Syaikh Abdul Fattah Rawah, Tuan Guru KH Abdullah bin Abdurrahman Pondok Lubuk Tapah Kelantan, Tuan Guru KH Hasyim bin Abubakar Pondok Pasir Tumboh Kelantan.
Hal menarik dari sosok SyeikhYasin selain ilmunya yang luas, dia juga memiliki karomah. Kelebihan dan kemuliaan sosok Syeikh Yasin ini bukan rahasia umum lagi. Semua ulama dan murid yang mengenalinya dibuat takjub karena karomahnya.
Pernah suatu ketika ada seorang tamu asal Syiria, Zakaria Thalib, mendatangi rumah Syaikh Yasin pada hari Jumat. Ketika adzan Jumat dikumandangkan, Syaikh Yasin masih saja di rumah. Akhirnya tamu tersebut keluar dan shalat di masjid terdekat.
Seusai shalat Jumat, ia menemui seorang kawan dan ia pun bercerita pada temannya bahwa Syaikh Yasin tidak shalat Jumat. Namun, hal itu dibantah temannya tersebut seraya berkata: “Kami sama-sama Syakh Yasin shalat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syaikh Hasan al-Masysyath yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau.”
KH M Abrar Dahlan juga pernah bercerita, suatu hari Syaikh Yasin menyuruhnya membuatkan syai (teh) dan syisa Arab. Setelah Abrar menghidangkannya dan Syaikh Yasin mulai meminum teh, dia pun keluar menuju Masjidil Haram.
“Ketika kembali, saya melihat Syaikh Yasin baru pulang mengajar dari Masjidil Haram dengan membawa beberapa kitab. Saya menjadi heran dan merasa aneh, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid,” kata KH Abrar.
Pernah salah seorang murid Syaikh Yasin, KH Abdul Hamid dari Jakarta, menghadapi kesulitan dalam mengajar ilmu fiqih “bab diyat”, sehingga pengajian terhenti karenanya. Malam hari itu juga, dia mendapati sepucuk surat dari Syaikh Yasin.
Begitu membuka isi surat tersebut ternyata isinya adalah jawaban dari kesulitan yang sedang dihadapinya. Ia pun merasa heran, dari mana Syaikh Yasin tahu, sedangkan ia sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini.
Syaikh Mukhtaruddin asal Palembang juga bercerita: “Ketika Presiden Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syaikh Yasin. Akhirnya Pak Soeharto pun sembuh berkat doa beliau.”
Setelah sekian lama membaktikan dirinya dalam pengembangan ilmu agama, Syeikh Yasin berpulang ke hadhirat-Nya pada Jum’at shubuh 27 Dzul Hijjah tahun 1410 H bertepatan tanggal 20 Juli 1990 dalam usia 75 tahun.
Dalam waktu singkat berita kewafatannya menyebar luas. Orang-orang pun berdatangan berduyun-duyun untuk bertakziyah. Wajah beliau ketika wafat tampak berseri-seri dan tersenyum.
Setelah disalati usai shalat Jum’at, jasad Syeikh Yasin dimakamkan di pemakaman Ma’la. Kebesaran Allah tampak dalam prosesi penguburan jenazah ulama besar tersebut.
Begitu jenazah dimasukkan ke liang lahat, bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak. Tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai semerbak wewangian yang harum mewangi dan menyegarkan.
Beliau meninggalkan satu orang istri dengan empat orang putra yaitu Muhammad Nur ‘Arafah, Fahd, Ridha dan Nizar.
Sumber:
- Manaqib Syekh Yasin Al-Fadani
- Diolah dari berbagai sumber
Nama lengkapnya Syeikh Muhammad Yasin Bin Muhammad Isa Al-Fadani. Lahir di Mekkah, Arab Saudi, 17 Juni 1915 dan wafat di Mekkah, 20 Juli 1990 pada usia 75 tahun. Dia adalah seorang ahli muhaddits (ahli sanad hadits), ilmu falak, ahli tasawwuf, dan pendiri Madrasah Darul Ulum al-Diniyyah, Mekkah.
Syeikh Yasin merupakan putra ulama terkenal Syekh Muhammad Isa Al-Fadani asal Padang, Sumatera Barat, sehingga namanya dijuluki Al-Fadani. Jumlah karyanya mencapai 97 kitab. Di antaranya 9 kitab tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang ilmu dan ushul fiqh, 36 kitab tentang ilmu astronomi (falak), dan sisanya tentang ilmu-ilmu yang lain.
Buku-bukunya banyak dibaca para ulama dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok pesantren, baik itu di Arab Saudi maupun di Asia Tenggara. Kitabnya yang paling terkenal Al-Fawaid al-Janiyyah, menjadi materi silabus dalam mata kuliah ushul fiqih di Fakultas Syariah Al-Azhar Kairo.
Syeikh Yasin dikenal sebagai ulama yang gigih mengumpulkan sanad. Untuk mendapatkannya, dia rela bersafari ke berbagai negara. Dia menemui lebih dari 700 guru dan ulama dari berbagai belahan dunia seperti Suriyah, Lebanon, Palestina, Yaman, Mesir, Maroko, Irak, Pakistan, Rusia, India, Indonesia dan Malaysia.
Sejak kecil, Al-Fadani mempelajari Islam dari ayahnya Syekh Muhammad Isa. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di Madrasah Ash-Shauthiyyah. Karena guru-guru asal India merendahkan para pelajar Indonesia, ia pun mendirikan Madrasah Darul Ulum al-Diniyyah, dan menamatkan pendidikannya di sekolah tersebut.
Di samping menimba ilmu, ia aktif mengajar dan memberi kuliah di Masjidil Haram dan madrasah yang didirikannya. Dia juga dikenal sebagai seorang ulama yang kukuh pada ajaran ahlul sunnnah wal jamaah.
Sejak kecil Syekh Yasin sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Bahkan saat menginjak usia remaja, ia mampu mengungguli rekan-rekannya dalam penguasaan ilmu hadist dan fiqih sehingga para gurunya sangat mengaguminya. Selain belajar dari ayahnya, Syeikh Yasin juga menimba ilmu kepada Syekh Muhktar Usman, Syekh Hasan Al-Masysath, Habib Muhsin bin Ali Al-Musawa.
Keahliannya dalam hal periwayatan hadist membuat banyak ulama-ulama dunia berbondong-bondong datang kepadanya. Bahkan Al-‘Allamah Habib Segaf bin Muhammad Assegaf, salah seorang ulama dan waliyulloh dari Hadromaut, Yaman, sangat mengagumi keilmuan Syekh Yasin sehingga menyebut Syekh Yasin dengan ”Sayuthiyyuh Zamanihi”.
Kekaguman para ulama terhadap sosok Syeikh Yasin tak hanya karena keluasan ilmunya semata, namun karena kesederhanaannya. Meskipun seorang ulama besar, Syeikh Yasin tidak segan-segan keluar masuk pasar memikul dan menenteng sendiri sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Dengan memakai kaos oblong dan sarung, Syekh Yasin juga sering nongkrong di warung teh sambil menghisap shisa. Tak ada seorang pun yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimilikinya. Apabila musim haji tiba, Syekh Yasin mengundang ulama-ulama dunia dan pelajar untuk berkunjung ke rumahnya untuk berdiskusi.
Tak sedikit dari para ulama yang meminta ijazah sanad hadist dari Syekh Yasin. Namun, sekalipun musim haji sudah berlalu, rumah Syeikh Yasin selalu ramai dikunjungi para ulama dan pelajar dari berbagai negara.
Tak heran jika ulama kelahiran abad 20 ini banyak dipuji para ulama dan gurunya. Seperti ahli hadist dari Maroko bernama Sayyid Abdul Aziz Al-Qumari menjulukinya sebagai ulama kebanggaan Haromain (Mekkah dan Madinah).
Dr Ali Jum’ah, salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah Al -mam Baijuri A’la Jawahirut Tauhid yang ditahqiqnya mengatakan bahwa dia mendapat ijazah sanad dari Syekh Yasin Al Fadani. Assayyid Abdurrahman bin Muhammad Al-Ahdal sebagai Mufti negeri Murawah Yaman sampai mengarang sebuah syair khusus untuk memuji Syekh Yasin Al-Fadani.
Berikut satu bait syairnya, “Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat, Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya”.
Selain itu, Doktor Yusuf Abdurrazzaq, dosen Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo juga memuji Syeikh Yasin dengan perkataan dan syiir yang panjang. Salah satu bait syiirnya bunyinya, “Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat, tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Kemudian, Assayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki, Ulama besar Mekkah, Syekh M Mamduh Al-Mishri dan Al-Habib Ali bin Syekh Bilfaqih Siun Hadramaut pernah memuji karangan-karangannya.
Doktor Yahya Al-Gautsani bercerita, ia pernah menghadiri majlis Syekh Yasin untuk mengkhatam Sunan Abu Daud. Ketika itu hadir pula Muhaddits Al-Magrib Syekh Sayyid Abdullah bin Asshiddiq Al-Gumari dan Syekh Abdussubhan Al-Barmawi dan Syekh Abdul-Fattah Rawah.
Pujian juga tak hanya datang dari ulama Ahlussunnah. Seorang ulama Wahabi Prof Dr Asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab al-Jawahir ats-Tsaminah fi Bayan Adillat ‘Alam al-Madinah berkata: “Syaikh Yasin adalah muhaddits, faqih, mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak kitab dan salah satu ulama Masjidil Haram.”
Di tengah banyaknya pujian kepadanya, Syekh Yasin tak lupa dengan asal nenek moyangnya. Meskipun sibuk mengajar, dia masih meyempatkan waktunya berkunjung ke berbagai negara terutama ke Indonesia.
Banyak ulama-ulama yang bertemu Syekh Yasin ingin dianggap murid oleh beliau dan minta ijazah sanad hadist. Kejadian menarik adalah ketika Syekh Yasin berkunjung ke Indonesia, banyak ulama dari berbagai daerah ramai-ramai menemui Syekh Yasin untuk dianggap murid.
Salah satunya adalah KH Syafi’i Hadzmi. KH Syafii datang menemui Syekh Yasin Al-Fadani untuk diangkat sebagai murid, namun Syekh Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain. Namun, Syekh Yasin Menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan dia mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi Murid KH Syafi”i Hadzami.
Begitulah kerendahan hati Syekh Yasin Al-Fadani yang sangat menghargai para ahli ilmu. Tak heran jika keluasan ilmu dan kerendahan hatinya membuatnya semakin mulia dan dihormati ulama di dunia.
Adapun murid-murid Syeikh Yasin antara lain, Syaikh Muhammad Ismail Zain al-Makki al-Yamani, Prof DR Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki (Mekkah), Syaikh Muhammad Hamid Amin al-Banjari (Kalimantan), Habib Umar bin Hafidz Tarim (Yaman), Habib Muhammad Hamid al-Kaf (Makkah), Syaikh DR Ali Jum’ah (Mufti Mesir), Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni (Damaskus) DR Muhammad Hasan ad-Dimyathi, DR Yahya al-Ghaustani, Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari, Syaikh Abdus Shubhan al-Barmaw.
Ulama Indonesia yang menjadi muridnya antara lain, Syaikh Ahmad Damanhuri al-Bantani (Banten), KH Abdul Hamid ad-Dari, Syaikh Ahmad Muhajirin ad-Dari (Bekasi), KH Muhammad Zaini Abdul Ghani (Guru Ijai) (Martapura), Syaikh Mu’allim KH M Syafi’i Hadzami, DR Burhanuddin Umar Lubis, KH Maimoen Zubair (Rembang), KH Sahal Mahfudz (Pati), KH DR Abdul Muhith Abdul Fattah, KH Zayadi Muhajir, KH Ahmad Junaidi, KH Idham Khalid, KH Thahir Rahili, KH Ahmad Muthohar Mranggen, DR Muslim Nasution.
Kemudian, KH Yusuf bin Hasyim Asy’ari, Prof DR Sayyid Agil Husain al-Munawwar, Prof DR Muhibbudin Wali al-Khalidi, Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari, Syaikh Abdul Fattah Rawah, Tuan Guru KH Abdullah bin Abdurrahman Pondok Lubuk Tapah Kelantan, Tuan Guru KH Hasyim bin Abubakar Pondok Pasir Tumboh Kelantan.
Hal menarik dari sosok SyeikhYasin selain ilmunya yang luas, dia juga memiliki karomah. Kelebihan dan kemuliaan sosok Syeikh Yasin ini bukan rahasia umum lagi. Semua ulama dan murid yang mengenalinya dibuat takjub karena karomahnya.
Pernah suatu ketika ada seorang tamu asal Syiria, Zakaria Thalib, mendatangi rumah Syaikh Yasin pada hari Jumat. Ketika adzan Jumat dikumandangkan, Syaikh Yasin masih saja di rumah. Akhirnya tamu tersebut keluar dan shalat di masjid terdekat.
Seusai shalat Jumat, ia menemui seorang kawan dan ia pun bercerita pada temannya bahwa Syaikh Yasin tidak shalat Jumat. Namun, hal itu dibantah temannya tersebut seraya berkata: “Kami sama-sama Syakh Yasin shalat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syaikh Hasan al-Masysyath yang jaraknya jauh sekali dari rumah beliau.”
KH M Abrar Dahlan juga pernah bercerita, suatu hari Syaikh Yasin menyuruhnya membuatkan syai (teh) dan syisa Arab. Setelah Abrar menghidangkannya dan Syaikh Yasin mulai meminum teh, dia pun keluar menuju Masjidil Haram.
“Ketika kembali, saya melihat Syaikh Yasin baru pulang mengajar dari Masjidil Haram dengan membawa beberapa kitab. Saya menjadi heran dan merasa aneh, anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru pulang dari masjid,” kata KH Abrar.
Pernah salah seorang murid Syaikh Yasin, KH Abdul Hamid dari Jakarta, menghadapi kesulitan dalam mengajar ilmu fiqih “bab diyat”, sehingga pengajian terhenti karenanya. Malam hari itu juga, dia mendapati sepucuk surat dari Syaikh Yasin.
Begitu membuka isi surat tersebut ternyata isinya adalah jawaban dari kesulitan yang sedang dihadapinya. Ia pun merasa heran, dari mana Syaikh Yasin tahu, sedangkan ia sendiri tidak pernah menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini.
Syaikh Mukhtaruddin asal Palembang juga bercerita: “Ketika Presiden Soeharto sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput Syaikh Yasin. Akhirnya Pak Soeharto pun sembuh berkat doa beliau.”
Setelah sekian lama membaktikan dirinya dalam pengembangan ilmu agama, Syeikh Yasin berpulang ke hadhirat-Nya pada Jum’at shubuh 27 Dzul Hijjah tahun 1410 H bertepatan tanggal 20 Juli 1990 dalam usia 75 tahun.
Dalam waktu singkat berita kewafatannya menyebar luas. Orang-orang pun berdatangan berduyun-duyun untuk bertakziyah. Wajah beliau ketika wafat tampak berseri-seri dan tersenyum.
Setelah disalati usai shalat Jum’at, jasad Syeikh Yasin dimakamkan di pemakaman Ma’la. Kebesaran Allah tampak dalam prosesi penguburan jenazah ulama besar tersebut.
Begitu jenazah dimasukkan ke liang lahat, bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak. Tapi liang tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai semerbak wewangian yang harum mewangi dan menyegarkan.
Beliau meninggalkan satu orang istri dengan empat orang putra yaitu Muhammad Nur ‘Arafah, Fahd, Ridha dan Nizar.
Sumber:
- Manaqib Syekh Yasin Al-Fadani
- Diolah dari berbagai sumber
(rhs)