Isi Kursus Politik Pancasila, Bupati Anas Paparkan Kemajuan Banyuwangi
A
A
A
JAKARTA - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas ikut mengisi "Kursus Politik Pancasila" bagi media yang digelar PDI Perjuangan di Jakarta, Minggu (13/8/2017).Dalam kesempatan itu, Anas menyampaikan sejumlah kebijakan yang mendorong pengembangan ekonomi rakyat di Banyuwangi.
Di antaranya pengembangan sektor ekonomi rakyat yang memadukan tiga basis, yaitu pertanian, UMKM, dan pariwisata. Dengan strategi itulah, Banyuwangi yang jauh dari pusat pertumbuhan utama Jawa Timur kini menggeliat.
Sebelumnya, Banyuwangi tak dihitung dalam peta kemajuan daerah. Belum lagi hambatan infrastruktur karena Banyuwangi adalah daerah terluas di Pulau Jawa, dan sisi lain APBD-nya terbatas."Karena gotong-royong banyak pihak, kita berhasil melangkah maju, tentu kita akui masih banyak kekurangan, tapi Insya Allah ini sudah on the track," ujar Anas pada Minggu, 13 Agustus 2017 kemarin.
Salah satu indikatornya, lanjut Anas, pendapatan per kapita warga Banyuwangi dari Rp20,8 juta per orang per tahun menjadi Rp41,46 juta per orang per tahun pada 2016 atau ada kenaikan 99%. Angka kemiskinan pun menurun cukup pesat menjadi 8,79 persen pada 2016.
"Kita juga jaga daya beli rakyat. Inflasi kami terendah se-Jatim, bahkan belum lama ini kami dinobatkan oleh pemerintah pusat sebagai daerah paling inovatif dalam pengendalian inflasi. Dari sisi reformasi birokrasi, hasilnya adalah Banyuwangi menjadi kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang meraih nilai A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah," ujar Anas.
Anas mengaku terinspirasi dengan Bung Karno yang melibatkan arsitek dalam pembangunan, sehingga semua bangunan di era Presiden pertama itu bersifat melintasi zaman. "Di Banyuwangi, ruang-ruang publik didesain arsitek dengan filosofi yang serius. Bangunan dari uang rakyat tidak boleh menyingkirkan rakyat. Bandara kami, misalnya, konsepnya hijau dan mengadopsi tradisi rakyat dengan menyediakan anjungan luas. Di sana boleh makan lesehan, salat, lari-lari, jadi warga pengantar atau penjemput tidak diusir-usir dan telantar di bandara," papar Anas.
Program kerakyatan lainnya, sambung Anas, adalah Jemput Bola Rawat Warga, di mana tim medis menjemput dan merawat warga miskin sakit di rumahnya yang telah merawat lebih dari 1.600 warga. "Jadi petugas dan dokternya yang datang mengunjungi warga. Pemkab Banyuwangi juga sudah memberi beasiswa 700 anak muda berkuliah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, mereka dari keluarga kurang berpunya," paparnya.
Menurut Anas, keberanian melakukan inovasi adalah kunci kemajuan daerah. Dia menceritakan saat mendorong pengembangan konektivitas melalui pembukaan bandara. Dari dulu tidak ada penerbangan, bulan ini ke Banyuwangi ada enam kali penerbangan per hari, yaitu rute Jakarta-Banyuwangi tiga kali dan Surabaya-Banyuwangi tiga kali.
"Akses yang terbuka akhirnya mendorong kemajuan berbagai sektor lainnya, termasuk pariwisata yang membuat Banyuwangi semakin dikenal. Bahkan, Banyuwangi menjadi juara dunia kebijakan inovasi pariwisata dari Badan Pariwisata PBB," papar Anas.
Di antaranya pengembangan sektor ekonomi rakyat yang memadukan tiga basis, yaitu pertanian, UMKM, dan pariwisata. Dengan strategi itulah, Banyuwangi yang jauh dari pusat pertumbuhan utama Jawa Timur kini menggeliat.
Sebelumnya, Banyuwangi tak dihitung dalam peta kemajuan daerah. Belum lagi hambatan infrastruktur karena Banyuwangi adalah daerah terluas di Pulau Jawa, dan sisi lain APBD-nya terbatas."Karena gotong-royong banyak pihak, kita berhasil melangkah maju, tentu kita akui masih banyak kekurangan, tapi Insya Allah ini sudah on the track," ujar Anas pada Minggu, 13 Agustus 2017 kemarin.
Salah satu indikatornya, lanjut Anas, pendapatan per kapita warga Banyuwangi dari Rp20,8 juta per orang per tahun menjadi Rp41,46 juta per orang per tahun pada 2016 atau ada kenaikan 99%. Angka kemiskinan pun menurun cukup pesat menjadi 8,79 persen pada 2016.
"Kita juga jaga daya beli rakyat. Inflasi kami terendah se-Jatim, bahkan belum lama ini kami dinobatkan oleh pemerintah pusat sebagai daerah paling inovatif dalam pengendalian inflasi. Dari sisi reformasi birokrasi, hasilnya adalah Banyuwangi menjadi kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang meraih nilai A dalam Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah," ujar Anas.
Anas mengaku terinspirasi dengan Bung Karno yang melibatkan arsitek dalam pembangunan, sehingga semua bangunan di era Presiden pertama itu bersifat melintasi zaman. "Di Banyuwangi, ruang-ruang publik didesain arsitek dengan filosofi yang serius. Bangunan dari uang rakyat tidak boleh menyingkirkan rakyat. Bandara kami, misalnya, konsepnya hijau dan mengadopsi tradisi rakyat dengan menyediakan anjungan luas. Di sana boleh makan lesehan, salat, lari-lari, jadi warga pengantar atau penjemput tidak diusir-usir dan telantar di bandara," papar Anas.
Program kerakyatan lainnya, sambung Anas, adalah Jemput Bola Rawat Warga, di mana tim medis menjemput dan merawat warga miskin sakit di rumahnya yang telah merawat lebih dari 1.600 warga. "Jadi petugas dan dokternya yang datang mengunjungi warga. Pemkab Banyuwangi juga sudah memberi beasiswa 700 anak muda berkuliah di berbagai perguruan tinggi di Indonesia, mereka dari keluarga kurang berpunya," paparnya.
Menurut Anas, keberanian melakukan inovasi adalah kunci kemajuan daerah. Dia menceritakan saat mendorong pengembangan konektivitas melalui pembukaan bandara. Dari dulu tidak ada penerbangan, bulan ini ke Banyuwangi ada enam kali penerbangan per hari, yaitu rute Jakarta-Banyuwangi tiga kali dan Surabaya-Banyuwangi tiga kali.
"Akses yang terbuka akhirnya mendorong kemajuan berbagai sektor lainnya, termasuk pariwisata yang membuat Banyuwangi semakin dikenal. Bahkan, Banyuwangi menjadi juara dunia kebijakan inovasi pariwisata dari Badan Pariwisata PBB," papar Anas.
(whb)