Dua Tersangka Kasus Pemalsuan Dokumen Fakultas Kedokteran UNS Ditangkap
A
A
A
SOLO - Dua tersangka pemalsuan dokumen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ditangkap Polresta Solo. Dua tersangka tersebut, adalah Iwan Saputra (47), warga Perum Graha Mulia Gading Baru, RT 4/RW 8, Kelurahan Belang Wetan, Kecamatan Klaten Utara, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dan Arif Munandar (25), warga Jalan Lahami RT 1/RW 1, Kelurahan Sandu, Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Keduanya berhasil memperdaya tiga perempuan dengan janji dapat dimasukkan sebagai mahasiswa kedokteran UNS melalui jalur tidak resmi. Bahkan ketiganya yang masing-masing telah membayar ratusan juta rupiah kepada pelaku, sempat mengikuti kuliah semester satu tahun 2016/2017.
Kasus itu akhirnya terbongkar ketika staf bagian administrasi program studi kedokteran UNS melakukan pengecekan di input nilai mahasiswa. Ketiga perempuan berinisial LMP, FN, dan NK, identitas maupun nilainya tidak bisa diinput ke dalam sistem.
Ketiganya juga tidak memiliki nomor induk mahasiswa. Temuan itu langsung dilaporkan ke kepala program studi kedokteran bahwa ada tiga mahasiswa yang telah mengikuti kegiatan perkuliahan namun tidak melalui sistem yang ada.
“Setelah memanggil dan mengumpulkan dokumen-dokumen yang dimiliki ketiga mahasiswi itu, diperoleh keterangan bahwa mereka dapat mengikuti perkuliahan dengan dibantu oleh Iwan Saputra (tersangka),” ujar Kapolresta Solo AKBP Ribut Hari Wibowo didampingi Wakil Rektor UNS Bidang Umum dan Keuangan Dr Mohammad Jamin SH, Senin (7/8/2017) siang.
Setelah menerima pengaduan dari UNS pada 28 Juli lalu, polisi lalu menangkap Iwan Saputra di wilayah Klaten. Semula yang bersangkutan mengelak dan mengaku hanya sebagai perantara. Dia berdalih pelaku pemalsuan adalah seorang staf di UNS. “Hasil penyelidikan kami mendapatkan fakta-fakta yang bertolak belakang dengan yang disampaikan tersangka,” tandas Kapolresta.
Polisi akhirnya menemukan Arif Munandar sebagai pelaku lainnya. Dia merupakan alumni salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta itu berperan menyetorkan nama calon korban kepada Iwan. Iwan juga berperan membuat kartu rencana studi (KRS) palsu, dan kartu hasil studi (KHS) palsu. “Kami masih melakukan pengembangan terkait kemungkinan kedua pelaku beraksi di kampus lainnya,” tambah Ribut.
Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya surat keterangan dari salah satu bank tentang slip pembayaran palsu atas nama salah satu korban, KRS dan KHS palsu, stempel UNS dan bantalan stempel, hingga berbagai peralatan yang dipakai untuk memalsukan dokumen perkuliahan. Kedua tersangka selanjutnya dijerat Pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Wakil Rektor UNS Bidang Umum dan Keuangan Dr Mohammad Jamin SH mengatakan, penerimaan mahasiswa baru di UNS melalui tiga jalur, yaitu undangan, seleksi bersama masuk perguruan tinggi (SBMPTN) dan jalur mandiri. Sehingga tidak ada penerimaan dengan model lain, seperti cadangan untuk menggantikan calon mahasiswa yang mundur.
“Semua dilakukan secara transparan dan online yang bisa dicek di web,” tegas Mohammad Jamin. Sehingga ketiganya bukan mahasiswa UNS. Pihaknya mendesak polisi mengusut tuntas kasus itu karena sangat merugikan nama baik UNS.
Sementara itu, tersangka Iwan Saputra mengaku baru satu kali melakukan aksi tersebut. “saya tidak mengaku sebagai dosen UNS, hanya mencoba membantu,” kilah Iwan.
Guna memuluskan aksinya, dia mencoba mencari tahu di web bagaimana bentuk KRS UNS. Iwan mengklaim urusan dengan para korban secara materi telah selesai. Uang yang disetorkan masing masing korban telah dikembalikan. Uang yang disetorkan sebelumnya berkisar antara Rp150-170 juta.
Keduanya berhasil memperdaya tiga perempuan dengan janji dapat dimasukkan sebagai mahasiswa kedokteran UNS melalui jalur tidak resmi. Bahkan ketiganya yang masing-masing telah membayar ratusan juta rupiah kepada pelaku, sempat mengikuti kuliah semester satu tahun 2016/2017.
Kasus itu akhirnya terbongkar ketika staf bagian administrasi program studi kedokteran UNS melakukan pengecekan di input nilai mahasiswa. Ketiga perempuan berinisial LMP, FN, dan NK, identitas maupun nilainya tidak bisa diinput ke dalam sistem.
Ketiganya juga tidak memiliki nomor induk mahasiswa. Temuan itu langsung dilaporkan ke kepala program studi kedokteran bahwa ada tiga mahasiswa yang telah mengikuti kegiatan perkuliahan namun tidak melalui sistem yang ada.
“Setelah memanggil dan mengumpulkan dokumen-dokumen yang dimiliki ketiga mahasiswi itu, diperoleh keterangan bahwa mereka dapat mengikuti perkuliahan dengan dibantu oleh Iwan Saputra (tersangka),” ujar Kapolresta Solo AKBP Ribut Hari Wibowo didampingi Wakil Rektor UNS Bidang Umum dan Keuangan Dr Mohammad Jamin SH, Senin (7/8/2017) siang.
Setelah menerima pengaduan dari UNS pada 28 Juli lalu, polisi lalu menangkap Iwan Saputra di wilayah Klaten. Semula yang bersangkutan mengelak dan mengaku hanya sebagai perantara. Dia berdalih pelaku pemalsuan adalah seorang staf di UNS. “Hasil penyelidikan kami mendapatkan fakta-fakta yang bertolak belakang dengan yang disampaikan tersangka,” tandas Kapolresta.
Polisi akhirnya menemukan Arif Munandar sebagai pelaku lainnya. Dia merupakan alumni salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta itu berperan menyetorkan nama calon korban kepada Iwan. Iwan juga berperan membuat kartu rencana studi (KRS) palsu, dan kartu hasil studi (KHS) palsu. “Kami masih melakukan pengembangan terkait kemungkinan kedua pelaku beraksi di kampus lainnya,” tambah Ribut.
Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya surat keterangan dari salah satu bank tentang slip pembayaran palsu atas nama salah satu korban, KRS dan KHS palsu, stempel UNS dan bantalan stempel, hingga berbagai peralatan yang dipakai untuk memalsukan dokumen perkuliahan. Kedua tersangka selanjutnya dijerat Pasal 263 ayat 1 dan ayat 2 KUHP tentang pemalsuan dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara.
Wakil Rektor UNS Bidang Umum dan Keuangan Dr Mohammad Jamin SH mengatakan, penerimaan mahasiswa baru di UNS melalui tiga jalur, yaitu undangan, seleksi bersama masuk perguruan tinggi (SBMPTN) dan jalur mandiri. Sehingga tidak ada penerimaan dengan model lain, seperti cadangan untuk menggantikan calon mahasiswa yang mundur.
“Semua dilakukan secara transparan dan online yang bisa dicek di web,” tegas Mohammad Jamin. Sehingga ketiganya bukan mahasiswa UNS. Pihaknya mendesak polisi mengusut tuntas kasus itu karena sangat merugikan nama baik UNS.
Sementara itu, tersangka Iwan Saputra mengaku baru satu kali melakukan aksi tersebut. “saya tidak mengaku sebagai dosen UNS, hanya mencoba membantu,” kilah Iwan.
Guna memuluskan aksinya, dia mencoba mencari tahu di web bagaimana bentuk KRS UNS. Iwan mengklaim urusan dengan para korban secara materi telah selesai. Uang yang disetorkan masing masing korban telah dikembalikan. Uang yang disetorkan sebelumnya berkisar antara Rp150-170 juta.
(wib)