Panglima Aman Dimot, Pejuang Aceh yang Kebal Senjata
A
A
A
Nama Panglima Abu Bakar Aman Dimot bagi warga Gayo di Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues hingga Alas di Kutacane, begitu terkenal. Karena kiprah pria kelahiran 1920 di Tanamak, Linge Isaq, Aceh Tengah ini begitu melegenda dalam berjuang mempertahankan Kemerdekaan RI di wilayah Aceh Tengah. Sehingga dia digelari dengan sebutan Pang atau Panglima oleh masyarakat Gayo karena keberaniannya yang luar biasa melawan Belanda.
Sejak kecil dia dididik dengan lingkungan keluarga muslim yang kuat. Aman Dimot tumbuh menjadi anak yang tegar, sabar, dan mandiri. Dia terbiasa menghadapi semua masalah yang ada.
Ketika berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai di Takengon, Aceh Tengah awal September 1945, dengan bersenjatakan pedang Aman Dimot menggabungkan diri ke dalam Laskar Barisan Berani Mati.
Kemudian dia bergabung ke dalam Lasykar Mujahidin yang dipimpin oleh Tgk Ilyas Lebe dan Tgk M Saleh Adry. Pada 25 Mei - 10 Juli 1945, Aman Dimot mengikuti latihan kemiliteran yang diselenggarakan Dewan Perjuangan Rakyat (DPR) di Takengon dipimpin oleh Moede Sedang, dilatih oleh Nataroeddin, Komandan Kompi 16 Tentara Republik Indonesia.
Di masa penjajahan (agresi I ) dia bersama pejuang lainnya dikenal begitu gigih mempertahankan jengkal demi jengkal tanah Republik Indonesia dari rongrongan Kolonial Belanda.
Konon dibalik keberanian dan ketangguhan jiwanya, Aman Dimot, juga merupakan sosok yang taak beribadah dan memiliki ilmu kebal (tahan senjata tajam dan peluru). Kelebihan yang dianugerahkan Tuhan ini, kerap membuat musuh yang dihadapinya ciut.
Aman Dimot bersama pang-pang (panglima) lainnya asal Gayo pada 1947 menyerbu Belanda ke Sumatera Timur.
Pada tahun 1947, Batang Serangan, Langkat yang sudah terlebih dahulu dikuasai oleh pasukan Belanda sehingga pasukan Panglimz Abu Bakar Aman Dimot bergabung dengan pasukan pejuang setempat menyerang Batang Serangan dan Rumah Sakit Umum Batang Serangan yang sudah dijadikan markas militer Belanda.
Dalam penyerangan tersebut pasukan pejuang menjadi terdesak karena pasukan musuh yang memiliki senjata berat, sehingga pasukan pejuang mengundurkan diri untuk mengatur strategi.
Namun, apa yang terjadi, Panglima Abu Bakar Aman Dimot beserta dua orang temannya tidak mau mengundurkan diri dan terus maju mendekati markas militer Belanda.
Ketika tengah malam dia hanya dengan menggunakan pedangnya menerobos masuk ke markas militer Belanda sehingga terjadi pertempuran sengit dengan pasukan Belanda di dalam markas tersebut.
Panglima Abu Bakar Aman Dimot dengan kelincahannya dalam bermain pedang sehingga dapat lolos dalam peristiwa tersebut, padahal kedua temannya tewas. Panglima Abu Bakar Aman Dimot hanya mengalami luka-luka ringan. Belanda terpaksa mengosongkan markas tersebut karena serangan yang terus-menerus dilakukan oleh pasukan pejuang.
Sekembalinya ke Aceh Tengah, Tgk Ilyas Leubeu, kemudian membentuk barisan Bagura (gurilla). Pasukan Aman Dimot ikut bergabung. Di bawah intruksi Divisi Teuku Chik Di Tiro, pejuang Bagura dari Gayo itu diarahkan menuju Tanah Karo pada 1949. Di mana Belanda melancarkan agresi ke II.
Kiprah perjuangan Aman Dimot teruji saat Agresi Militer Belanda tersebut. Dimana Belanda bergerak memperluas serangan dari Medan ke Langkat dan Tanah Karo menuju Aceh.
Pasukan yang dipimpin oleh Tgk Ilyas Lebe dimana Aman Dimot berada bermaksud menghadang laju pasukan Belanda untuk mempertahankan wilayah Sumatra Timur.
Mereka dibagi atas empat kelompok yaitu Barisan Berani Mati, Barisan Jibaku, TRI dan Pasukan Berkuda, Masing-masing bertugas sebagai penyerang pertama, penyerang kedua pengepung dan penembak serta pengangkut perbakalan dan amnisme.
Atas perintah Komandan Resimen Devisi Tgk Tejik Di tiro dan dengan persetujuan Gubernur militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Bagura bergerak menuju Font Tanah Karo pada hari Rabu bulan Mei 1949) melalui rute Takengon-Blangkejeren dan Kutacane sejauh 265 km dengan berjalan kaki. Kecuali Takengon-Waq sejauh 60 km dengan menggunakan truk dilengkapi dengan beberapa pucuk senjata api dan sebagian besar pedang.
Ini merupakan gelombang kelima belas atau terakhir pemberangkatan pejuang dari Aceh Tengah untuk mempertahankan Kemerdekaan RI di luar daerah menjelang pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia.
Tanggal 26 Juli 1949, Bagura menuju tiga binanga dan Kalibata. Tanggal 30 Juli 1949 pukul 08.00 nampak iringan-iringan pasukan tentara Belanda di Raja Merahe, menggunakan 25 truk dan dua buah tank masing-masing didepan dan dibelakang pasukan. Kekuatan personel tentara Belanda diperkirakan 600 orang dengan persenjataan lengkap.
Koordinator Bagura memerintahkan anggota pasukan siap siaga di pematang menanti pasukan Belanda di Tikungan patah Jalan Kutacane-Kabanjahe. Beliau berada dipematang bukit bersemak, dari situ tampak jelas gerakan musuh.
Aman Dimot serta beberapa pejuang lainnya, siap siaga dengan senapang dan pedang. Ketika tank Belanda paling depan melintas,
Koordinator Bagura memberi komando penyerbuan dengan teriakan diiringi tembakan. Pang Aman Dimot, dan pejuang lainnya dengan cepat melompat menyerang dan naik keatas tank dan truk tentara Belanda. Sementara yang lain menyerang dan membunuh tentara Belanda di truk-truk di belakangnya dan yang sedang melompat dan tiarap di parit jalan.
Pertempuran terjadi hingga siang hari kemudian koordinator Bagura memberi komando agar pasukan mundur, sebab anggota pasukan Bagura semakin lelah dan dari kejauhan nampak pasukan bala bantuan tentara Belanda dengan cepat menuju lokasi pertempuran.
Anggota pasukan lainnya mundur secara teratur, sementara Pang Aman Dimot sendiri terus melawan tentara Belanda, tidak menghiraukan perintah mundur. Koordinator Bagura berteriak memanggil Aman Dimot untuk mundur namun tidak dihiraukannya.
Aman Dimot bertambah lelah dan lemah. Dia kemudian dikepung tentara Belanda. Serdadu Belanda yang mengepungnya kaget karena dia tidak mempan ditembak dan dilukai kelewang pasukan.
Namun Aman Dimot akhirnya berhasil ditangkap kemudian diseret dengan Tank. Lalu dilindas oleh tank tersebut. Namun dia tetap hidup, Tentara Belanda kemudian memasukkan granat dalam mulutnya.
Gugurlah Pang Aman Dimot jenazahnya kemudian dimakamkan di taman Makam Pahlawan Kaban Jahe. Atas pengorbanannya tersebut Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mengusulkan nama Panglima Aman Dimot diberi gelar Pahlawan Nasional.
Sumber :
- love gayo
- aman dimod, blogspot
Sejak kecil dia dididik dengan lingkungan keluarga muslim yang kuat. Aman Dimot tumbuh menjadi anak yang tegar, sabar, dan mandiri. Dia terbiasa menghadapi semua masalah yang ada.
Ketika berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia sampai di Takengon, Aceh Tengah awal September 1945, dengan bersenjatakan pedang Aman Dimot menggabungkan diri ke dalam Laskar Barisan Berani Mati.
Kemudian dia bergabung ke dalam Lasykar Mujahidin yang dipimpin oleh Tgk Ilyas Lebe dan Tgk M Saleh Adry. Pada 25 Mei - 10 Juli 1945, Aman Dimot mengikuti latihan kemiliteran yang diselenggarakan Dewan Perjuangan Rakyat (DPR) di Takengon dipimpin oleh Moede Sedang, dilatih oleh Nataroeddin, Komandan Kompi 16 Tentara Republik Indonesia.
Di masa penjajahan (agresi I ) dia bersama pejuang lainnya dikenal begitu gigih mempertahankan jengkal demi jengkal tanah Republik Indonesia dari rongrongan Kolonial Belanda.
Konon dibalik keberanian dan ketangguhan jiwanya, Aman Dimot, juga merupakan sosok yang taak beribadah dan memiliki ilmu kebal (tahan senjata tajam dan peluru). Kelebihan yang dianugerahkan Tuhan ini, kerap membuat musuh yang dihadapinya ciut.
Aman Dimot bersama pang-pang (panglima) lainnya asal Gayo pada 1947 menyerbu Belanda ke Sumatera Timur.
Pada tahun 1947, Batang Serangan, Langkat yang sudah terlebih dahulu dikuasai oleh pasukan Belanda sehingga pasukan Panglimz Abu Bakar Aman Dimot bergabung dengan pasukan pejuang setempat menyerang Batang Serangan dan Rumah Sakit Umum Batang Serangan yang sudah dijadikan markas militer Belanda.
Dalam penyerangan tersebut pasukan pejuang menjadi terdesak karena pasukan musuh yang memiliki senjata berat, sehingga pasukan pejuang mengundurkan diri untuk mengatur strategi.
Namun, apa yang terjadi, Panglima Abu Bakar Aman Dimot beserta dua orang temannya tidak mau mengundurkan diri dan terus maju mendekati markas militer Belanda.
Ketika tengah malam dia hanya dengan menggunakan pedangnya menerobos masuk ke markas militer Belanda sehingga terjadi pertempuran sengit dengan pasukan Belanda di dalam markas tersebut.
Panglima Abu Bakar Aman Dimot dengan kelincahannya dalam bermain pedang sehingga dapat lolos dalam peristiwa tersebut, padahal kedua temannya tewas. Panglima Abu Bakar Aman Dimot hanya mengalami luka-luka ringan. Belanda terpaksa mengosongkan markas tersebut karena serangan yang terus-menerus dilakukan oleh pasukan pejuang.
Sekembalinya ke Aceh Tengah, Tgk Ilyas Leubeu, kemudian membentuk barisan Bagura (gurilla). Pasukan Aman Dimot ikut bergabung. Di bawah intruksi Divisi Teuku Chik Di Tiro, pejuang Bagura dari Gayo itu diarahkan menuju Tanah Karo pada 1949. Di mana Belanda melancarkan agresi ke II.
Kiprah perjuangan Aman Dimot teruji saat Agresi Militer Belanda tersebut. Dimana Belanda bergerak memperluas serangan dari Medan ke Langkat dan Tanah Karo menuju Aceh.
Pasukan yang dipimpin oleh Tgk Ilyas Lebe dimana Aman Dimot berada bermaksud menghadang laju pasukan Belanda untuk mempertahankan wilayah Sumatra Timur.
Mereka dibagi atas empat kelompok yaitu Barisan Berani Mati, Barisan Jibaku, TRI dan Pasukan Berkuda, Masing-masing bertugas sebagai penyerang pertama, penyerang kedua pengepung dan penembak serta pengangkut perbakalan dan amnisme.
Atas perintah Komandan Resimen Devisi Tgk Tejik Di tiro dan dengan persetujuan Gubernur militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, Bagura bergerak menuju Font Tanah Karo pada hari Rabu bulan Mei 1949) melalui rute Takengon-Blangkejeren dan Kutacane sejauh 265 km dengan berjalan kaki. Kecuali Takengon-Waq sejauh 60 km dengan menggunakan truk dilengkapi dengan beberapa pucuk senjata api dan sebagian besar pedang.
Ini merupakan gelombang kelima belas atau terakhir pemberangkatan pejuang dari Aceh Tengah untuk mempertahankan Kemerdekaan RI di luar daerah menjelang pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia.
Tanggal 26 Juli 1949, Bagura menuju tiga binanga dan Kalibata. Tanggal 30 Juli 1949 pukul 08.00 nampak iringan-iringan pasukan tentara Belanda di Raja Merahe, menggunakan 25 truk dan dua buah tank masing-masing didepan dan dibelakang pasukan. Kekuatan personel tentara Belanda diperkirakan 600 orang dengan persenjataan lengkap.
Koordinator Bagura memerintahkan anggota pasukan siap siaga di pematang menanti pasukan Belanda di Tikungan patah Jalan Kutacane-Kabanjahe. Beliau berada dipematang bukit bersemak, dari situ tampak jelas gerakan musuh.
Aman Dimot serta beberapa pejuang lainnya, siap siaga dengan senapang dan pedang. Ketika tank Belanda paling depan melintas,
Koordinator Bagura memberi komando penyerbuan dengan teriakan diiringi tembakan. Pang Aman Dimot, dan pejuang lainnya dengan cepat melompat menyerang dan naik keatas tank dan truk tentara Belanda. Sementara yang lain menyerang dan membunuh tentara Belanda di truk-truk di belakangnya dan yang sedang melompat dan tiarap di parit jalan.
Pertempuran terjadi hingga siang hari kemudian koordinator Bagura memberi komando agar pasukan mundur, sebab anggota pasukan Bagura semakin lelah dan dari kejauhan nampak pasukan bala bantuan tentara Belanda dengan cepat menuju lokasi pertempuran.
Anggota pasukan lainnya mundur secara teratur, sementara Pang Aman Dimot sendiri terus melawan tentara Belanda, tidak menghiraukan perintah mundur. Koordinator Bagura berteriak memanggil Aman Dimot untuk mundur namun tidak dihiraukannya.
Aman Dimot bertambah lelah dan lemah. Dia kemudian dikepung tentara Belanda. Serdadu Belanda yang mengepungnya kaget karena dia tidak mempan ditembak dan dilukai kelewang pasukan.
Namun Aman Dimot akhirnya berhasil ditangkap kemudian diseret dengan Tank. Lalu dilindas oleh tank tersebut. Namun dia tetap hidup, Tentara Belanda kemudian memasukkan granat dalam mulutnya.
Gugurlah Pang Aman Dimot jenazahnya kemudian dimakamkan di taman Makam Pahlawan Kaban Jahe. Atas pengorbanannya tersebut Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mengusulkan nama Panglima Aman Dimot diberi gelar Pahlawan Nasional.
Sumber :
- love gayo
- aman dimod, blogspot
(sms)