1.100 Desa di Jawa Tengah Rawan Kekeringan
A
A
A
SEMARANG - Jawa Tengah dalam status darurat kekeringan. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Tengah mencatat, dari 33 kabupaten/kota se-Jawa Tengah terdapat sekitar 1.100 desa yang tersebar di 317 kecamatan yang rawan kekeringan di musim kemarau saat ini.
Dari informasi yang dihimpun SINDOnews, Kamis (3/8/2017) di sejumlah wilayah telah melakukan dropping air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di antaranya di wilayah Pemalang, Banyumas, Klaten, dan Wonogiri. Namun hal tersebut dinilai masih belum signifikan.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Jawa Tengah Sarwa Pramana menyebutkan, kesiapan kabupaten/kota untuk dropping air rata-rata 200 sampai 300 tangki air bersih. "Jadi kabupaten/kota yang dana penanganan kekeringan sudah habis bisa mengajukan ke Provinsi. Pemprov saat ini sudah menyiapkan dana Rp600 juta," sebutnya.
Dia menambahkan, hingga saat ini sudah lebih dari lima daerah di Jateng yang menetapkan status siaga darurat kekeringan. Sehingga, Pemprov Jateng menetapkan status siaga darurat kekeringan hingga bulan Oktober 2017. "Status siaga kekeringan tersebut sebagai dasar pintu masuk kalau ada dana siap pakai dari BNPB," katanya.
Kepala Stasiun BMKG Kelas I Semarang Tuban Wiyoso saat dikonfirmasi SINDOnews Kamis pagi ini mengatakan, sebagian besar wilayah di Jawa Tengah sudah memasuki musim kemarau. Di antaranya, di wilayah eks Karesidenan Surakarta seperti Wonogiri, Boyolali, Sragen, dan Klaten. Selain itu juga terjadi di Jepara, Grobogan, dan sekitarnya.
"Sudah ada beberapa wilayah di Jawa Tengah yang dalam 30 sampai 60 hari tidak hujan sama sekali. Contohnya di Wonogiri dan eks Karesidenan Surakarta," ujar Tuban Wiyoso.
Dia menyatakan, puncak musim kemarau terjadi bulan Agustus ini. "Di sebagian besar wilayah pantura bagian timur seperti Rembang, Pati, Kudus, hingga Demak curah hujan rata-rata di bawah 50 milimeter. Sedangkan di Kendal, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, dan sekitarnya curah hujan di bawah 20 milimeter. Itu akan terjadi hingga pertengahan September."
Dari informasi yang dihimpun SINDOnews, Kamis (3/8/2017) di sejumlah wilayah telah melakukan dropping air bersih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di antaranya di wilayah Pemalang, Banyumas, Klaten, dan Wonogiri. Namun hal tersebut dinilai masih belum signifikan.
Kepala Pelaksana Harian BPBD Jawa Tengah Sarwa Pramana menyebutkan, kesiapan kabupaten/kota untuk dropping air rata-rata 200 sampai 300 tangki air bersih. "Jadi kabupaten/kota yang dana penanganan kekeringan sudah habis bisa mengajukan ke Provinsi. Pemprov saat ini sudah menyiapkan dana Rp600 juta," sebutnya.
Dia menambahkan, hingga saat ini sudah lebih dari lima daerah di Jateng yang menetapkan status siaga darurat kekeringan. Sehingga, Pemprov Jateng menetapkan status siaga darurat kekeringan hingga bulan Oktober 2017. "Status siaga kekeringan tersebut sebagai dasar pintu masuk kalau ada dana siap pakai dari BNPB," katanya.
Kepala Stasiun BMKG Kelas I Semarang Tuban Wiyoso saat dikonfirmasi SINDOnews Kamis pagi ini mengatakan, sebagian besar wilayah di Jawa Tengah sudah memasuki musim kemarau. Di antaranya, di wilayah eks Karesidenan Surakarta seperti Wonogiri, Boyolali, Sragen, dan Klaten. Selain itu juga terjadi di Jepara, Grobogan, dan sekitarnya.
"Sudah ada beberapa wilayah di Jawa Tengah yang dalam 30 sampai 60 hari tidak hujan sama sekali. Contohnya di Wonogiri dan eks Karesidenan Surakarta," ujar Tuban Wiyoso.
Dia menyatakan, puncak musim kemarau terjadi bulan Agustus ini. "Di sebagian besar wilayah pantura bagian timur seperti Rembang, Pati, Kudus, hingga Demak curah hujan rata-rata di bawah 50 milimeter. Sedangkan di Kendal, Pekalongan, Pemalang, Tegal, Brebes, dan sekitarnya curah hujan di bawah 20 milimeter. Itu akan terjadi hingga pertengahan September."
(zik)