TNI AU Gelar Napak Tilas Operasi Militer Udara Pertama Indonesia
A
A
A
YOGYAKARTA - TNI AU menggelar napak tilas peristiwa operasi militer udara pertama Indonesia untuk memperingati Hari Bhakti TNI AU ke-70. Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Hadi Tjahjanto memimpin langsung kegiatan tersebut di Lanud Adisutjipto, Sabtu (29/7/2017) dini hari. .
Napak tilas tersebut dilakukan dengan menerbangkan tiga pesawat latih KT 1B Woong Bee buatan Korea Selatan dari Landasan Udara Adisutjipto sekitar pukul 04.30 WIB. Tiga pesawat yang dipiloti oleh Mayor Pnb Iwan setiawan, Mayor Pnb Oktavianus, dan Kapten Pnb Dika Mahendra, terbang dengan rute penerbangan serangan udara ketiga kota, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Napak tilas ini untuk mengenang para kadet penerbang yang melakukan serangan balasan terhadap agresi militer Belanda dengan pesawat Guntai dan Cureng ke tangsi atau pertahanan militer Belanda, di Salatiga, Ambarawa, dan Semarang.
Para kadet penerbang itu, yakni Kadet Penerbang Muljono dan juru tembak Abdurrahman menyerang Semarang dengan pesawat Guntau. Kadet Penerbang Sutardjo Sigit dan juru tembak Sutardjo menyerang Salatiga dengan pesawat Cureng. Kadet Suharnoko Harbani dan juru tembak Kaput menyerang benteng pertahanan Belanda di Ambarawa dengan pesawat Cureng.
KSAU Hadi Tjahjanto mengatakan, apa yang dilakukan para kadet itu bisa menjadi contoh bagi generasi muda, khususnya AU. Sebab meski hanya bermodalkan pesawat peninggalan Jepang dan didorong oleh semangat juang tinggi, mereka berhasil melakukan tindakan dan langkah berani dengan melaksanakan serangan udara terhadap kubu Belanda di kota Semarang, Salatiga dan Ambarawa.
“Serangan tersebut bukan hanya membuktikan TNI masih ada dan mampu membuat Belanda tidak percaya dan menjadi perhatian dunia Internasional. Namun juga membuka mata dunia, bahkan PBB memaksa pemerintah Belanda agar melaksanakan pertemuan dengan Indonesia, selanjutnya pertemuan tersebut dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar,” terang Hadi.
Kapentak Lanud Adisutjipto Mayor Sus Giyanto menambahkan, untuk kegiatan napak tilas kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Selain skenario peristiwa dibuat menyerupai suasana heroik 70 tahun lalu. Juga ada simulasi dan treatikal di mana para pelakunya menggunakan pakaian kadet penerbang zaman itu.
“Para pemeran pelaku napak tilas itu, bukan hanya para instruktur penerbang dan taruna. Namun juga beberapa komunitas seni di Yogyakarta di antaranya Komunitas 45 dan Komuninitas fotografer Yogyakarta dan berbagai awak media,” tambahnya.
Napak tilas tersebut dilakukan dengan menerbangkan tiga pesawat latih KT 1B Woong Bee buatan Korea Selatan dari Landasan Udara Adisutjipto sekitar pukul 04.30 WIB. Tiga pesawat yang dipiloti oleh Mayor Pnb Iwan setiawan, Mayor Pnb Oktavianus, dan Kapten Pnb Dika Mahendra, terbang dengan rute penerbangan serangan udara ketiga kota, yaitu Semarang, Salatiga, dan Ambarawa.
Napak tilas ini untuk mengenang para kadet penerbang yang melakukan serangan balasan terhadap agresi militer Belanda dengan pesawat Guntai dan Cureng ke tangsi atau pertahanan militer Belanda, di Salatiga, Ambarawa, dan Semarang.
Para kadet penerbang itu, yakni Kadet Penerbang Muljono dan juru tembak Abdurrahman menyerang Semarang dengan pesawat Guntau. Kadet Penerbang Sutardjo Sigit dan juru tembak Sutardjo menyerang Salatiga dengan pesawat Cureng. Kadet Suharnoko Harbani dan juru tembak Kaput menyerang benteng pertahanan Belanda di Ambarawa dengan pesawat Cureng.
KSAU Hadi Tjahjanto mengatakan, apa yang dilakukan para kadet itu bisa menjadi contoh bagi generasi muda, khususnya AU. Sebab meski hanya bermodalkan pesawat peninggalan Jepang dan didorong oleh semangat juang tinggi, mereka berhasil melakukan tindakan dan langkah berani dengan melaksanakan serangan udara terhadap kubu Belanda di kota Semarang, Salatiga dan Ambarawa.
“Serangan tersebut bukan hanya membuktikan TNI masih ada dan mampu membuat Belanda tidak percaya dan menjadi perhatian dunia Internasional. Namun juga membuka mata dunia, bahkan PBB memaksa pemerintah Belanda agar melaksanakan pertemuan dengan Indonesia, selanjutnya pertemuan tersebut dikenal dengan nama Konferensi Meja Bundar,” terang Hadi.
Kapentak Lanud Adisutjipto Mayor Sus Giyanto menambahkan, untuk kegiatan napak tilas kali ini berbeda dengan tahun sebelumnya. Selain skenario peristiwa dibuat menyerupai suasana heroik 70 tahun lalu. Juga ada simulasi dan treatikal di mana para pelakunya menggunakan pakaian kadet penerbang zaman itu.
“Para pemeran pelaku napak tilas itu, bukan hanya para instruktur penerbang dan taruna. Namun juga beberapa komunitas seni di Yogyakarta di antaranya Komunitas 45 dan Komuninitas fotografer Yogyakarta dan berbagai awak media,” tambahnya.
(wib)