Karomah Syekh Abdul Ghofar Wali Penyebar Islam di Tegal
A
A
A
Pangeran Purbaya atau Sayyid Abdul Ghofar adalah salah satu putra dari Sultan Agung, raja Mataram Islam yang terkenal. Abdul Ghofar diyakini pernah menetap di Desa Kalisoka, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal untuk menyiarkan Islam hingga akhir hayatnya. Karenanya sosoknya dikenal sebagai Pangeran Purbaya Tegal.
Sosoknya juga dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki karomah atau kesaktian yang bersumber dari Allah SWT.
Di Kalisoka, dia mendirikan masjid dan pesantren untuk mendukung kegiatan syiarnya. Di masjid dan pesantrean itu rutin digelar pengajian untuk masyarakat. Keberadaan masjid dan pesantren ini membuat Desa Kalisoka juga dikenal dengan nama Kalisoka Pesantren.
Pesantren ini pun menjadi pusat penyebaran Islam di daerah Tegal ratusan tahun lalu. Namun kini keberadaan pesantren yang tersebut menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah Adiwerna Tegal sudah tak berbekas.
Hanya bangunan masjid yang masih kokoh berdiri dengan beberapa bagian bangunan masih asli dan digunakan masyarakat setempat untuk beribadah. Di masjid inilah, jejak-jejak Pangeran Purbaya Tegal atau Abdul Ghofar, pendiri pesantren, masih bisa dijumpai.
Di Kalisoka juga, Abdul Ghofar wafat dan dimakamkan. Makamnya hingga kini masih diziarahi puluhan ribu orang setiap malam Jumat kliwon untuk berdoa dan ngalap berkah. Para peziarah datang berbagai daerah di Tanah Air.
Menurut juru kunci makam Pangeran Purbaya, Ahmad Agus Hasan Ali Sosrodiharjo (63) kedatangan Pangeran Purbaya ke Kalisoka bermula ketika dia meyanggupi tantangan ayahnya Sultan Agung untuk menangkap Pangeran Pasingsingan, dari Jawa Barat.
Raja Mataram tersebut mengeluarkan perintah penangkapan karena Pasingsingan dianggap mengganggu ketenteraman keraton.
"Pada saat itu di keraton, keluarga besar Mataram mau makan diganggu oleh Pasingsingan dari luar keraton dengan kesaktiannya. Semua makanan dibuat hilang. Kanjeng Sultan Agung marah besar. Lalu beliau mengumpulkan putra-putrinya dan bertanya siapa yang bisa menangkap Pasingsingan. Yang mengangkat tangan Pangeran Purbaya," ujarnya.
Berdasarkan cerita yang didengar Ahmad leluhurnya yang juga menjadi juru kunci, Pangeran Purbaya dengan nama samaran Ki Jadug Silarong kemudian berangkat ke arah utara untuk menangkap Pasingsingan dengan membawa dua batalyon pasukan keraton.
Setelah melewati sejumlah daerah seperti Purworejo, Purbalingga, dan Purwokerto, Pangeran Purbaya akhirnya bertemu dengan Pasingsingan di sebuah tegalan yang kini masuk wilayah Kota Tegal.
Keduanya lalu bertarung dengan kesaktian yang dimiliki masing-masing hingga Pasingsingan kewalahan dan kabur ke arah selatan Tegal, ke sebuah daerah yang kini masuk wilayah Brebes.
Di daerah yang berupa pesawahan, Pasingsingan sujud dan minta maaf kepada Pangeran Purbaya. Pangeran Purbaya kemudian memaafkan.
Sedangkan perjanjian dengan ayahnya, kalau tidak bisa menangkap Pasingsingan, Pangeran Purbaya tidak boleh kembali lagi ke keraton.
"Akhirnya Pangeran Purbaya jalan lagi ke utara, dan sampai di daerah yang sekarang bernama Kalisoka. Saat itu Kalisoka masih berupa hutan. Jadi Pangeran Purbaya babat alas," katanya.
Menurutnya, Pangeran Purbaya memiliki istri yang merupakan anak dari Ki Gede Sebayu, sosok ulama yang dipercaya sebagai pendiri Kabupaten Tegal.
Sebelum bisa mempersunting putri Ki Gede Sebayu tersebut, Pangeran Purbaya lebih dulu harus mengikuti sayembara bersama 24 raja dari sejumlah daerah. Sayembaranya adalah merobohkan sebuah pohon jati raksasa (karena berukuran sangat besar) di sebuah wilayah yang kini bernama Adiwerna.
"Sayembaranya merobohkan pohon jati tanpa alat. Tangan kosong. Ternyata yang 24 orang nggak mampu. Yang mampu hanya Pangeran Purbaya. Akhirnya Pangeran Purbaya dinikahkan dengan putri Ki Gede Sebayu.
Menurut Ahmad, pohon jati yang berhasil dirobohkan dengan cara ditendang itu kemudian diminta Anggowono putra Ki Gede Sebayu yang lain untuk dibawa Pangeran Purbaya ke Kalisoka dan kayunya digunakan untuk membangun masjid.
"Jadi masjid peninggalan Pangeran Purbaya terbuat dari jati yang digunakan dalam sayembara. Jati itu sangat besar. Tidak ada yang tahu bagaimana Pangeran Purbaya membawannya," kata Ahmad yang sudah 17 tahun menjadi juru kunci ini.
Ahmad mengatakan, dalam proses pembangunan masjid, Sayyid Abdul Ghofar juga berhubungan dengan Wali Songo. Bahkan dia meyakini Sayyid Abdul Ghofar adalah wali kesembilan.
"Pangeran Purbaya itu wali yang kesembilan dengan gelar Syekh Sayyid Abdul Ghofar Assegaf. Karena dia yang menyebarkan Islam di Kalisoka Tegal," ucapnya.
Selain makam Pangeran Purbaya, di dalam kompleks makam juga terdapat makam sejumlah keturunan dan murid Pangeran Purbaya dari Brebes, Tegal, dan Pemalang. Pangeran Purbaya sendiri memiliki enam anak, namun tidak seluruhnya terlacak jejaknya.
"Anak-anaknya bernama Ki Ageng Umar, Ramidin, Khanafi, Hasan Mukmin, Kiai Abdul Ghoni, dan Kiai Basar," ungkap Ahmad.
Sumber:
- Diolah dari berbagai Sumber
Sosoknya juga dipercaya sebagai seorang wali yang memiliki karomah atau kesaktian yang bersumber dari Allah SWT.
Di Kalisoka, dia mendirikan masjid dan pesantren untuk mendukung kegiatan syiarnya. Di masjid dan pesantrean itu rutin digelar pengajian untuk masyarakat. Keberadaan masjid dan pesantren ini membuat Desa Kalisoka juga dikenal dengan nama Kalisoka Pesantren.
Pesantren ini pun menjadi pusat penyebaran Islam di daerah Tegal ratusan tahun lalu. Namun kini keberadaan pesantren yang tersebut menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah Adiwerna Tegal sudah tak berbekas.
Hanya bangunan masjid yang masih kokoh berdiri dengan beberapa bagian bangunan masih asli dan digunakan masyarakat setempat untuk beribadah. Di masjid inilah, jejak-jejak Pangeran Purbaya Tegal atau Abdul Ghofar, pendiri pesantren, masih bisa dijumpai.
Di Kalisoka juga, Abdul Ghofar wafat dan dimakamkan. Makamnya hingga kini masih diziarahi puluhan ribu orang setiap malam Jumat kliwon untuk berdoa dan ngalap berkah. Para peziarah datang berbagai daerah di Tanah Air.
Menurut juru kunci makam Pangeran Purbaya, Ahmad Agus Hasan Ali Sosrodiharjo (63) kedatangan Pangeran Purbaya ke Kalisoka bermula ketika dia meyanggupi tantangan ayahnya Sultan Agung untuk menangkap Pangeran Pasingsingan, dari Jawa Barat.
Raja Mataram tersebut mengeluarkan perintah penangkapan karena Pasingsingan dianggap mengganggu ketenteraman keraton.
"Pada saat itu di keraton, keluarga besar Mataram mau makan diganggu oleh Pasingsingan dari luar keraton dengan kesaktiannya. Semua makanan dibuat hilang. Kanjeng Sultan Agung marah besar. Lalu beliau mengumpulkan putra-putrinya dan bertanya siapa yang bisa menangkap Pasingsingan. Yang mengangkat tangan Pangeran Purbaya," ujarnya.
Berdasarkan cerita yang didengar Ahmad leluhurnya yang juga menjadi juru kunci, Pangeran Purbaya dengan nama samaran Ki Jadug Silarong kemudian berangkat ke arah utara untuk menangkap Pasingsingan dengan membawa dua batalyon pasukan keraton.
Setelah melewati sejumlah daerah seperti Purworejo, Purbalingga, dan Purwokerto, Pangeran Purbaya akhirnya bertemu dengan Pasingsingan di sebuah tegalan yang kini masuk wilayah Kota Tegal.
Keduanya lalu bertarung dengan kesaktian yang dimiliki masing-masing hingga Pasingsingan kewalahan dan kabur ke arah selatan Tegal, ke sebuah daerah yang kini masuk wilayah Brebes.
Di daerah yang berupa pesawahan, Pasingsingan sujud dan minta maaf kepada Pangeran Purbaya. Pangeran Purbaya kemudian memaafkan.
Sedangkan perjanjian dengan ayahnya, kalau tidak bisa menangkap Pasingsingan, Pangeran Purbaya tidak boleh kembali lagi ke keraton.
"Akhirnya Pangeran Purbaya jalan lagi ke utara, dan sampai di daerah yang sekarang bernama Kalisoka. Saat itu Kalisoka masih berupa hutan. Jadi Pangeran Purbaya babat alas," katanya.
Menurutnya, Pangeran Purbaya memiliki istri yang merupakan anak dari Ki Gede Sebayu, sosok ulama yang dipercaya sebagai pendiri Kabupaten Tegal.
Sebelum bisa mempersunting putri Ki Gede Sebayu tersebut, Pangeran Purbaya lebih dulu harus mengikuti sayembara bersama 24 raja dari sejumlah daerah. Sayembaranya adalah merobohkan sebuah pohon jati raksasa (karena berukuran sangat besar) di sebuah wilayah yang kini bernama Adiwerna.
"Sayembaranya merobohkan pohon jati tanpa alat. Tangan kosong. Ternyata yang 24 orang nggak mampu. Yang mampu hanya Pangeran Purbaya. Akhirnya Pangeran Purbaya dinikahkan dengan putri Ki Gede Sebayu.
Menurut Ahmad, pohon jati yang berhasil dirobohkan dengan cara ditendang itu kemudian diminta Anggowono putra Ki Gede Sebayu yang lain untuk dibawa Pangeran Purbaya ke Kalisoka dan kayunya digunakan untuk membangun masjid.
"Jadi masjid peninggalan Pangeran Purbaya terbuat dari jati yang digunakan dalam sayembara. Jati itu sangat besar. Tidak ada yang tahu bagaimana Pangeran Purbaya membawannya," kata Ahmad yang sudah 17 tahun menjadi juru kunci ini.
Ahmad mengatakan, dalam proses pembangunan masjid, Sayyid Abdul Ghofar juga berhubungan dengan Wali Songo. Bahkan dia meyakini Sayyid Abdul Ghofar adalah wali kesembilan.
"Pangeran Purbaya itu wali yang kesembilan dengan gelar Syekh Sayyid Abdul Ghofar Assegaf. Karena dia yang menyebarkan Islam di Kalisoka Tegal," ucapnya.
Selain makam Pangeran Purbaya, di dalam kompleks makam juga terdapat makam sejumlah keturunan dan murid Pangeran Purbaya dari Brebes, Tegal, dan Pemalang. Pangeran Purbaya sendiri memiliki enam anak, namun tidak seluruhnya terlacak jejaknya.
"Anak-anaknya bernama Ki Ageng Umar, Ramidin, Khanafi, Hasan Mukmin, Kiai Abdul Ghoni, dan Kiai Basar," ungkap Ahmad.
Sumber:
- Diolah dari berbagai Sumber
(sms)