Eksekusi Lahan Dua Desa yang Terdampak Proyek Berlangsung Ricuh
A
A
A
Eksekusi lahan yang terdampak proyek Jalan Tol Batang-Semarang di Desa Wungurejo dan Tejorejo Kecamatan Ringinarum berlangsung ricuh. Puluhan warga pemilik lahan memberikan perlawanan, bahkan sempat menyandera alat berat.
Warga yang mayoritas petani tersebut mendatangi lokasi sejak pagi. Mereka menyandera alat berat yang sudah berada di lokasi.
Selain itu, mereka membentangkan spanduk berisi penolakan atas eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri setempat.
Warga juga menghadang petugas yang hendak meratakan lahan produktif miliknya. Yakni dengan menggelar istigasah dan doa bersama. Sehingga, eksekusi yang sedianya dilakukan pagi hari, harus molor sampai siang.
Meski mendapat perlawanan, eksekusi tetap dilakukan. Sedangkan warga yang terlihat provokatif diamankan petugas. Eksekusi lahan dilakukan dengan menerjunkan enam alat berat.
Perwakilan warga, Samsudin, mengatakan aksi yang dilakukan warga hanya karena uang ganti rugi diniali belum sesuai. "Kami tidak menolak pembangunan jalan tol. Tapi kami minta ganti rugi yang manusiawi," katanya.
Panitera Pengadilan Negeri Kendal Soedi mengatakan, warga sudah diberitahu bahwa uang ganti rugi dititipkan ke Pengadilan Negeri dan warga bisa segera mengambil.
Namun, dari 98 bidang baru sekitar 32 bidang yang mengambil ganti rugi. Hingga akhir batas waktu tidak diambil terpaksa dilakukan eksekusi.
Petugas Pembuat Komitmen Tendy Hardianto mengatakan, harga yang ditetapkan hasil penilaian Rp220 ribu per meter dan Pengadilan Negeri Kendal menetapkan harga menjadi Rp350 ribu per meter.
"Hasil kasasi Mahkamah Agung menetapkan harga kembali ke Rp220 ribu per meter," terang dia.
Kapolres Kendal AKBP Firman Darmansyah menyampaikan bahwa pelaksanaan eksekusi lahan tersebut melibatkan 420 personil untuk pengamanan. Yakni 350 personil inti 70 cadangan.
"Eksekusi dapat dilaksanakan, karena warga menyadari ini untuk kepentingan umum. Namun, kami akan tetap memberikan penjagaan pasca eksekusi hingga benar-benar kondusif," pungkasnya.
Warga yang mayoritas petani tersebut mendatangi lokasi sejak pagi. Mereka menyandera alat berat yang sudah berada di lokasi.
Selain itu, mereka membentangkan spanduk berisi penolakan atas eksekusi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri setempat.
Warga juga menghadang petugas yang hendak meratakan lahan produktif miliknya. Yakni dengan menggelar istigasah dan doa bersama. Sehingga, eksekusi yang sedianya dilakukan pagi hari, harus molor sampai siang.
Meski mendapat perlawanan, eksekusi tetap dilakukan. Sedangkan warga yang terlihat provokatif diamankan petugas. Eksekusi lahan dilakukan dengan menerjunkan enam alat berat.
Perwakilan warga, Samsudin, mengatakan aksi yang dilakukan warga hanya karena uang ganti rugi diniali belum sesuai. "Kami tidak menolak pembangunan jalan tol. Tapi kami minta ganti rugi yang manusiawi," katanya.
Panitera Pengadilan Negeri Kendal Soedi mengatakan, warga sudah diberitahu bahwa uang ganti rugi dititipkan ke Pengadilan Negeri dan warga bisa segera mengambil.
Namun, dari 98 bidang baru sekitar 32 bidang yang mengambil ganti rugi. Hingga akhir batas waktu tidak diambil terpaksa dilakukan eksekusi.
Petugas Pembuat Komitmen Tendy Hardianto mengatakan, harga yang ditetapkan hasil penilaian Rp220 ribu per meter dan Pengadilan Negeri Kendal menetapkan harga menjadi Rp350 ribu per meter.
"Hasil kasasi Mahkamah Agung menetapkan harga kembali ke Rp220 ribu per meter," terang dia.
Kapolres Kendal AKBP Firman Darmansyah menyampaikan bahwa pelaksanaan eksekusi lahan tersebut melibatkan 420 personil untuk pengamanan. Yakni 350 personil inti 70 cadangan.
"Eksekusi dapat dilaksanakan, karena warga menyadari ini untuk kepentingan umum. Namun, kami akan tetap memberikan penjagaan pasca eksekusi hingga benar-benar kondusif," pungkasnya.
(mhd)