Supeno, Menteri Kabinet Hatta yang Ditembak Belanda

Jum'at, 24 Februari 2017 - 05:00 WIB
Supeno, Menteri Kabinet...
Supeno, Menteri Kabinet Hatta yang Ditembak Belanda
A A A
KABINET Hatta I adalah kabinet ketujuh yang dibentuk di Indonesia. Kabinet ini dibentuk oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, atas perintah Presiden Soekarno pada tanggal 23 Januari 1948, hari yang sama saat kabinet sebelumnya dinyatakan bubar. Kabinet ini bertugas pada periode 29 Januari 1948-4 Agustus 1949.

Selain Perdana Menteri yang langsung dipegang Hatta, ada 15 menteri dalam kabinet ini. Salah satunya, Menteri Pembangunan dan Pemuda yang dijabat oleh Supeno, anak seorang penjaga stasiun.

Posisi Supeno di Kabinet Hatta I itu antara lain juga untuk menunjukkan bahwa Partai Sosialis Indonesia (PSI) mendukung Kabinet Hatta I yang dimusuhi oleh Front Demokrasi Rakyat (FDR) di bawah pengaruh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Supeno yang lahir di Pekalongan pada 12 Juni 1916 dikenal sebagai orang yang suka bekerja keras. Tugas-tugasnya dilaksanakan dengan tekun dan ulet serta tak mengenal waktu. Segala pekerjaan dijalankan dengan bersungguh-sungguh dan penuh pengabdian.

Setelah Kabinet Hatta I berjalan hampir setahun, pada 19 Desember 1948, Belanda melancarkan serangan militer kedua. Yogyakarta yang kala itu menjadi Ibu Kota Republik Indonesia (RI), berhasil diduduki Belanda. Menyikapi hal tersebut, Pemerintah RI mengadakan sidang kilat dan memutuskan memberi kuasa kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara yang sedang berada di Sumatera untuk memimpin Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI).

Para anggota Kabinet Hatta yang di Yogya ditangkap dan kemudian berkelompok-kelompok diasingkan ke luar Jawa. Menteri Pertahanan Sri Sultan HB IX masuk keratonnya, Panglima Sudirman meskipun sakit parah meninggalkan kota dengan ditandu dan menjalankan pimpinan gerilya. TNI bertahan dan gerilya hebat dilakukan di mana-mana, khususnya di sekitar Yogyakarta.

Saat itu, tiga orang menteri yakni Menteri Kehakiman Mr. Susanto Tirtoprodjo, Menteri Pembagian Makanan Rakyat IJ Kasimo, dan Menteri Dalam Negeri Sukiman Wirjosandjojo berada di Solo. Mereka tidak tahu keputusan pembentukan PDRI dan baru diberitahu oleh Panglima Besar Sudirman saat berjumpa di Ponorogo.

Susanto dan Kasimo bermaksud pergi ke Yogya, namun lewat Kartasura mereka ditembaki Belanda hingga dua mobilnya hancur. Beruntung, mereka selamat. Mereka bermaksud kembali ke Solo. Di tengah jalan, mereka bertemu dengan Menteri Dalam Negeri Sukiman yang juga bermaksud ke Yogyakarta. Akhirnya, mereka bertiga bersepakat untuk kembali ke Solo dan mengadakan pertemuan dengan pembesar-pembesar termasuk Gubernur Militer Jenderal Gatot Subroto.

Diputuskan tiga orang menteri itu melanjutkan tugas pemerintahan. Namun, jam 5 sore Belanda sudah sampai di Kartasura, maka berangkatlah tiga orang menteri itu dengan rombongannya ke Tawangmangu. Menteri Pembangunan dan Urusan Pemuda Supeno yang baru saja datang dari perjalanan keliling lalu menggabungkan diri.

Empat menteri dengan pengiringnya gerilya menuju timur, arah Ponorogo. Sejak di Desa Serak, daerah Ponorogo, Menteri Supeno bertugas pula sebagai Menteri Penerangan ad interim dengan pembantu utamanya Ananta Gaharsyah dan sekretaris Samodra. Lewat RRI, dia melawan siasat musuh.

Penerbitan buletin yang membawa kabar tentang perjuangan kaum Republiken di mana-mana amat besar sekali artinya dalam mengobarkan semangat rakyat. Berita tentang perjuangan Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru membela RI di Forum PBB benar-benar menegakkan semangat perjuangan rakyat Indonesia.

Saat itu, pasukan Belanda tak henti-hentinya mengejar pejuang-pejuang RI. Berkali-kali menteri-menteri gerilya dan rombongannya terhindar dari serangan musuh. Kabar bohong disiarkan oleh Belanda, bahwa Menteri Susanto dan Kasimo telah mati dibunuh. Perang urat syaraf meningkat. Menteri Supeno tak pernah lengah, senantiasa membantah berbagai kabar tersebut.

Pengejaran Belanda pada kaum gerilya makin intensif sehingga beberapa kali mereka hampir berhasil menjebak rombongan menteri-menteri RI. Sampai di Desa Ganter, Nganjuk, para gerilyawan menginap tiga malam.

Pada 24 Februari 1949 pagi hari, Menteri Supeno seperti biasa pergi mandi ke pancuran, tak jauh dari penginapannya. Tak disangka, terdengarlah tembakan beruntun dari pasukan Belanda yang menerabas hutan dan turun ke Ganter.

Supeno yang seperti biasanya berpakaian serba hitam dengan pengiringnya digiring Belanda. Supeno berjalan tegak tanpa menoleh. Saat diinterogasi dalam kondisi jongkok, Supeno tak mengaku sebagai menteri. Dia menyebut diri sebagai penduduk daerah tersebut.

Tentara Belanda tidak percaya. Mereka pun menembak Supeno di bagian pelipis. Supeno tewas seketika. Enam orang pengiringnya juga ditembak. Sekretarisnya, Samodra, yang terpisah juga kedapatan mati tertembak.

Jasad Supeno dimakamkan di Nganjuk. Setahun kemudian, jenazahnya dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Semaki, Yogyakarta.

Pemerintah RI melalui SK Presiden No. 039/TK/Th 1970 tertanggal 13 Juli 1970 menganugerahi Supeno sebagai Pahlawan Nasional. Supeno juga dianugerahi Tanda Kehormatan Bintang Mahaputra Kelas III secara anumerta, yakni sebagai penghargaan atas sifat-sifat kepahlawanannya serta keberanian dan ketebalan tekad melampaui dan melebihi panggilan kewajiban dalam pelaksanaan tugasnya yang telah disumbangkan terhadap Negara dan Bangsa Indonesia.

Sumber: id.wikipedia.org dan www.pahlawancenter.com
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1207 seconds (0.1#10.140)