Dua Kesalahan Fatal Diksar Mapala UII Yogya Versi Menristekdikti

Minggu, 29 Januari 2017 - 22:02 WIB
Dua Kesalahan Fatal...
Dua Kesalahan Fatal Diksar Mapala UII Yogya Versi Menristekdikti
A A A
YOGYAKARTA - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir melihat ada dua kesalahan fatal dalam penyelengaraan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Islam Indonesia (Mapala Unisi) Yogyakarta.

"Pertama, ini kesalahan managerial yang rektor tidak mampu mengantisipasi risk management dalam kegiatan itu," kata Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Harsoyo, Minggu (29/1/2017).

Hal itu disampaikan langsung dihadapan ribuan civitas akademik kampus, mulai dari mahasiswa, dosen, karyawan, hingga alumni di lapangan sepak bola UII Yogyakarta. Harsoyo menyampaikan itu setelah melakukan pertemuan tertutup dengan Menristekdikti pada Kamis, 26 Januari 2017 di Kopertis V Yogyakarta.

Kesalahan kedua, kata Harsoyo, selama kegiatan yang memiliki resiko besar, tetapi UII, terutama Rektor, tidak menugaskan dosen untuk ikut mengawasi kegiatan-kegiatan yang penuh resiko. "Itu kesalahan fatal menurut Menteri," katanya.

Harsoyo juga menyampaikan apa yang menjadi pertanyaan menteri Nasir saat itu menanyakan bagaimana tanggung jawab anda (rektor) sebagai pimpinan. Mendengar pertanyaan itu, Harsoyo langsung menyatakan kesiapannya mundur sebagai rektor.

"Menteri tidak menekan sama sekali agar saya mundur. Saya mengundurkan diri atas kemauan sendiri, bukan berarti meninggalkan tanggung jawab sebagai pimpinan," katanya.

Harsoyo berjanji akan terus mengawal kasus kematian tiga mahasiswanya. Setelah dia menyatakan mundur, Menristekdikti menyambut baik.

Kemudian, dalam kesempatan itu Menristekdikti menyampaikan kejadian-kejadian serupa yang terjadi di kampus lain.

"Kalau di kampus negeri, Rektor langsung dicopot, panitia yang telibat dipecat. Karena kampus UII swasta, saya tidak ingin kampus menerima saksi," katanya.

Pascakejadian tiga mahasiswa meregang nyawa, Harsoyo sempat tidak mau membaca berita dan melihat televisi.

Apalagi, pemberitaan tentang musibah yang merenggut nyawa tiga mahasiswanya. Dia tak melihat berita positif pasca kejadian itu.

"Saya tidak berani membaca koran, melihat televisi karena isinya hujatan ke UII. Saya bagian dari UII, saya yang menahkodai UII tidak bisa menerima hujatan itu," katanya.

Dia berharap kasus ini segera berakhir dengan baik, meski proses hukum masih panjang. Begitu juga dengan pengundurannya sebagai rektor segera terwujud agar ada pemimpin baru.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1098 seconds (0.1#10.140)