Mendikbud Minta Pemda Perkuat Budaya Lokal
A
A
A
YOGYAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy batal hadir menjadi salah panelis dalam sidang pleno I Kongres Bahasa Jawa VI 2016 di Hotel Inna Garuda Yogyakarta. Direktur Pembinaan Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi Kemendikbud, Sri Hartini mewakili sambutan dari Mendikbud. Dalam sambutannya, sempat jadi bahan tertawa audien karena berusaha mentransit dengan bahasa Jawa.
Sayangnya, apa yang disampaikan dengan bahasa Jawa sulit dipahami yang hadir. Sehingga dia memutuskan menggunakan bahasa campuran antara Indonesia dan Jawa, meski lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia.
"Maaf, bahasa Jawa saya gado-gado. Lebih baik saya gunakan Bahasa Indonesia," kata Sri Hartini, Rabu (9/11/2016).
Pelestarian budaya yang berkaitan dengan bahasa daerah, kata dia, harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah itu sendiri. Dia sempat memberi gambaran beberapa sekolah di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar dalam pembelajaran.
Indonesia, kata dia, memiliki banyak bahasa daerah. Setiap daerah memiliki dialek masing-masing. Dia memberi contoh beberapa bahasa khas daerah seperti, Bali, Madura, Batak, Jawa, dan lainnya.
"Gaya bahasa daerah yang berbeda-beda itu tetap dalam satu kesatuan sebagai penguat keragaman dalam Bhineka Tunggal Ika," katanya.
Peran serta semua pihak untuk membangun kebudayaan nasional sangat penting. Pendidikan berbasis budaya bisa mengangat hartat dan martabat suatu bangsa.
"Saya berharap kongres ini lebih menguatkan karakter generasi muda dalam kecintaan dan melestarikan budaya, khususnya bahasa Jawa," katanya.
Moderator yang juga Ketua Panitia KBJ VI Nursarwiko menyampaikan Pemda DIY sendiri sudah berupaya melestarikan budaya melalui berbagai instansi pemerintahan dan juga dunia pendidikan, seperti di sekolah-sekolah.
Pada hari-hari tertentu, pegawai negeri sipil di Yogyakarta mengenakan busana daerah. Begitu juga dengan pelajar dari SD hingga SLTA yang mengenakan busana Jawa serta menggunakan bahasa Jawa.
Sayangnya, apa yang disampaikan dengan bahasa Jawa sulit dipahami yang hadir. Sehingga dia memutuskan menggunakan bahasa campuran antara Indonesia dan Jawa, meski lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia.
"Maaf, bahasa Jawa saya gado-gado. Lebih baik saya gunakan Bahasa Indonesia," kata Sri Hartini, Rabu (9/11/2016).
Pelestarian budaya yang berkaitan dengan bahasa daerah, kata dia, harus mendapat dukungan dari pemerintah daerah itu sendiri. Dia sempat memberi gambaran beberapa sekolah di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang menggunakan bahasa daerah sebagai pengantar dalam pembelajaran.
Indonesia, kata dia, memiliki banyak bahasa daerah. Setiap daerah memiliki dialek masing-masing. Dia memberi contoh beberapa bahasa khas daerah seperti, Bali, Madura, Batak, Jawa, dan lainnya.
"Gaya bahasa daerah yang berbeda-beda itu tetap dalam satu kesatuan sebagai penguat keragaman dalam Bhineka Tunggal Ika," katanya.
Peran serta semua pihak untuk membangun kebudayaan nasional sangat penting. Pendidikan berbasis budaya bisa mengangat hartat dan martabat suatu bangsa.
"Saya berharap kongres ini lebih menguatkan karakter generasi muda dalam kecintaan dan melestarikan budaya, khususnya bahasa Jawa," katanya.
Moderator yang juga Ketua Panitia KBJ VI Nursarwiko menyampaikan Pemda DIY sendiri sudah berupaya melestarikan budaya melalui berbagai instansi pemerintahan dan juga dunia pendidikan, seperti di sekolah-sekolah.
Pada hari-hari tertentu, pegawai negeri sipil di Yogyakarta mengenakan busana daerah. Begitu juga dengan pelajar dari SD hingga SLTA yang mengenakan busana Jawa serta menggunakan bahasa Jawa.
(sms)