Adam Malik, Diplomat Ulung dari Andalas
A
A
A
Bicara tentang diplomasi Indonesia di dunia internasional, tak bisa dilepaskan dari sosok Adam Malik Batubara. Julukan tukang debat pun disematkan kepadanya.
Adam Malik Batubara lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917. Dia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, buah hati pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.
Dia lebih suka menyebut diri sebagai orang Andalas ketimbang Sumatera. "Perkataan Andalas sangat rapat hubungannya dengan perjuangan melawan penjajah," katanya.
Sebelum berkiprah di dunia diplomasi, Adam Malik di antaranya dikenal sebagai salah seorang yang memelopori berdirinya Kantor Berita Antara pada 13 Desember 1937. Pelopor lainnya adalah Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna. Di awal pendirian, Kantor Berita Antara berkantor di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl. Pinangsia II Jakarta Utara). Di situ, Adam Malik menjabat redaktur merangkap wakil direktur.
Pada 1945, Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Jelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, dia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Untuk mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, Adam Malik juga menggerakkan rakyat berkumpul di Lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan.
Adam Malik juga pernah menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. Tahun 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Tahun 1956, dia memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dari hasil pemilihan umum.
Kiprah Adam Malik di dunia internasional dimulai saat diangkat menjadi duta besar untuk Uni Soviet dan Polandia. Maret 1962-14 Agustus 1962, dia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington DC, Amerika Serikat. Pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat.
Tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).
Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai ketua delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di Kabinet Dwikora II.
Karier murni Adam Malik sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di Kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di Kabinet Ampera II. Bersama Menlu dari empat negara Asia Tenggara yakni Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand, Adam Malik memelopori terbentuknya Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Perbara) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Deklarasi pembentukan ASEAN dilakukan di Bangkok pada 8 Agustus 1967. Adam Malik pun disebut sebagai tokoh yang mengusulkan nama ASEAN.
Pada tahun 1968, Adam Malik menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Pembangunan I. Dia berperan memulihkan keanggotaan Indonesia di PBB dan mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia. Dia juga berperan penting dalam rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama.
Selanjutnya, pada tahun 1971, pria yang sejak kecil gemar nonton film koboi ini terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26. Dia orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku.
Semangat kebebasan bersikap dalam pergaulan internasional tercermin dalam Deklarasi Bangkok yang dirumuskan Adam Malik bersama wakil empat negara Asia Tenggara, yang kemudian dikenal dengan prinsip dasar ASEAN pada tahun 1967. Semangat yang sama juga tercermin dalam pidato pengukuhannya sebagai Ketua Sidang Umum PBB ke 26 Tahun 1971-1972, yang dalam hal meneruskan dan melebarkan jalan politik sebagaimana digariskan oleh Bung Karno di tahun 1960-an, mengenai "Tata Dunia Baru". Bagi yang kaya dan yang miskin tidak ada hari depan yang terpisah. Harus ada hari depan bagi kita semua.
Pada 1973, Adam Malik kembali dipercaya menjadi Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Tahun 1978-1983, Adam Malik menjadi Wakil Presiden ke-3 RI. Dia wafat di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984. 14 tahun kemudian, berdasarkan Keppres Nomor 197/TK/1998, Adam Malik ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Sumber: id.wikipedia.org dan www.pahlawancenter.com
Adam Malik Batubara lahir di Pematangsiantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917. Dia adalah anak ketiga dari sepuluh bersaudara, buah hati pasangan Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis.
Dia lebih suka menyebut diri sebagai orang Andalas ketimbang Sumatera. "Perkataan Andalas sangat rapat hubungannya dengan perjuangan melawan penjajah," katanya.
Sebelum berkiprah di dunia diplomasi, Adam Malik di antaranya dikenal sebagai salah seorang yang memelopori berdirinya Kantor Berita Antara pada 13 Desember 1937. Pelopor lainnya adalah Soemanang, Sipahutar, Armijn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna. Di awal pendirian, Kantor Berita Antara berkantor di Buiten Tijgerstraat 38 Noord Batavia (Jl. Pinangsia II Jakarta Utara). Di situ, Adam Malik menjabat redaktur merangkap wakil direktur.
Pada 1945, Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk Persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta. Di zaman penjajahan Jepang, Adam Malik juga aktif bergerilya dalam gerakan pemuda memperjuangkan kemerdekaan. Jelang 17 Agustus 1945, bersama Sukarni, Chaerul Saleh, dan Wikana, dia membawa Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Untuk mendukung kepemimpinan Soekarno-Hatta, Adam Malik juga menggerakkan rakyat berkumpul di Lapangan Ikada, Jakarta. Mewakili kelompok pemuda, Adam Malik sebagai pimpinan Komite Van Aksi, terpilih sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947) yang bertugas menyiapkan susunan pemerintahan.
Adam Malik juga pernah menjadi Ketua II Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), sekaligus merangkap jabatan sebagai anggota Badan Pekerja KNIP. Pada tahun 1946, Adam Malik mendirikan Partai Rakyat, sekaligus menjadi anggotanya. Tahun 1948-1956, ia menjadi anggota dan Dewan Pimpinan Partai Murba. Tahun 1956, dia memangku jabatan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) dari hasil pemilihan umum.
Kiprah Adam Malik di dunia internasional dimulai saat diangkat menjadi duta besar untuk Uni Soviet dan Polandia. Maret 1962-14 Agustus 1962, dia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington DC, Amerika Serikat. Pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat.
Tahun 1963, Adam Malik pertama kalinya masuk ke dalam jajaran kabinet, yaitu kabinet yang bernama Kabinet Kerja IV sebagai Menteri Perdagangan sekaligus menjabat sebagai Wakil Panglima Operasi Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE).
Pada tahun 1964, ia mengemban tanggung jawab sebagai ketua delegasi untuk Komisi Perdagangan dan Pembangunan di PBB. Pada tahun 1966, kariernya semakin gemilang ketika menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri II (Waperdam II) sekaligus sebagai Menteri Luar Negeri Republik Indonesia di Kabinet Dwikora II.
Karier murni Adam Malik sebagai Menteri Luar Negeri dimulai di Kabinet Ampera I pada tahun 1966. Pada tahun 1967, ia kembali memangku jabatan Menteri Luar Negeri di Kabinet Ampera II. Bersama Menlu dari empat negara Asia Tenggara yakni Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand, Adam Malik memelopori terbentuknya Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Perbara) atau lebih populer dengan sebutan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN). Deklarasi pembentukan ASEAN dilakukan di Bangkok pada 8 Agustus 1967. Adam Malik pun disebut sebagai tokoh yang mengusulkan nama ASEAN.
Pada tahun 1968, Adam Malik menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet Pembangunan I. Dia berperan memulihkan keanggotaan Indonesia di PBB dan mengakhiri konfrontasi dengan Malaysia. Dia juga berperan penting dalam rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama.
Selanjutnya, pada tahun 1971, pria yang sejak kecil gemar nonton film koboi ini terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26. Dia orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB. Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku.
Semangat kebebasan bersikap dalam pergaulan internasional tercermin dalam Deklarasi Bangkok yang dirumuskan Adam Malik bersama wakil empat negara Asia Tenggara, yang kemudian dikenal dengan prinsip dasar ASEAN pada tahun 1967. Semangat yang sama juga tercermin dalam pidato pengukuhannya sebagai Ketua Sidang Umum PBB ke 26 Tahun 1971-1972, yang dalam hal meneruskan dan melebarkan jalan politik sebagaimana digariskan oleh Bung Karno di tahun 1960-an, mengenai "Tata Dunia Baru". Bagi yang kaya dan yang miskin tidak ada hari depan yang terpisah. Harus ada hari depan bagi kita semua.
Pada 1973, Adam Malik kembali dipercaya menjadi Menteri Luar Negeri untuk terakhir kalinya dalam kabinet Pembangunan II. Tahun 1978-1983, Adam Malik menjadi Wakil Presiden ke-3 RI. Dia wafat di Bandung, Jawa Barat, 5 September 1984. 14 tahun kemudian, berdasarkan Keppres Nomor 197/TK/1998, Adam Malik ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional.
Sumber: id.wikipedia.org dan www.pahlawancenter.com
(zik)