Surat Kanwil Jawa Barat Diabaikan, BPN Depok Dinilai Melanggar Hukum
A
A
A
BANDUNG - Kantor Pertanahan Kota (BPN) Depok dinilai melanggar hukum administrasi negara dengan mengabaikan Surat BPN Kanwil Jawa Barat terkait perintah pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 52, 53 atas nama Partono Wiraputra.
Sebelumnya pada 18 Juli 2016 BPN Kanwil Provinsi Jawa Barat telah mengirimkan surat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok yang isinya untuk memproses pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 52, 53 atas nama Partono Wiraputra dengan merujuk Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 11/2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan.
Dimana sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang dalam Pasal 24 Ayat 5 tersebut disebutkan penerbitan keputusan pembatalan hak atas tanah dan sertifikat dilakukan dalam waktu paling lama 7 hari dari laporan penyelesaian sengketa dan konflik. Namun hingga kini proses pembatalan sertifikat tak kunjung dilakukan.
"Hal ini bisa dikatakan pelanggaran hukum administrasi negara. Seharusnya Kantor Pertanahan Kota Depok segera menjalankan perintah Kanwil. Kalau sudah seperti ini seharusnya Kanwil Jawa Barat segera mengambil tindakan dengan menegur Kepala Kantor Pertanahan Depok," kata Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Rabu (28/9/2016).
Tentunya, kata Margarito, implikasi hal tersebut dapat berimbas terhadap seseorang atau pihak yang menunggu proses pembatalan sertifikat tersebut.
BPN, kata dia, harus bisa memberikan kepastian sehingga implikasi negatif dari lambannya proses pembatalan sertifikat itu tidak merugikan seseorang.
Hal senada diungkapkan Pakar Hukum Agraria Universitas Indonesia Prof Arie Sukanti Hutagalung. Menurut dia, Kanwil Pertanahan Jawa Barat harus segera menegur Kantor Pertanahan Kota Depok kenapa perintah mengenai pembatalan SHM No 52 dan 53 atas nama Partono Wiraputra tidak kunjung dilakukan. Jika
"Saya rasa dr Adjit Singh Gill selaku pemohon pembatalan sertifikat tersebut bisa mengadukan lambannya proses pembatalan sertifikat ini ke Kanwil Pertanahan Jawa Barat yang ditembuskan ke Menteri Agraria Tata Ruang Sofyan Djalil, " kata Guru Besar Hukum Agraria Universitas Indonesia ini, Rabu (28/8/2016).
Sementara menurut Eren kuasa hukum dr Adjit Singh Gill, saat ini sebenarnya tinggal menunggu proses pembatalan sertifikat saja dari Kantor Pertanahan Kota Depok karena semua prosedur hukum telah dilalui oleh kliennya.
"Semua langkah hukum maupun administrasi di BPN pusat pun telah dilakukan. Bahkan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Deddy Setiady telah mengirimkan surat 6 Juni 2016 ke Kanwil BPN Jawa Barat yang isinya meminta Kanwil BPN Jawa Barat memerintahkan Kepala Kantor BPN Kota Depok untuk membatalkan SHM No 52,53 Ratu Jaya a/n Partono Wiraputra. Jadi kenapa BPN Depok malah terkesan mengulur waktu," papar Eren.
Sampai berita ini diturunkan belum mendapat konfirmasi dari Kantor Pertanahan Kota Depok.
Sebelumnya pada 18 Juli 2016 BPN Kanwil Provinsi Jawa Barat telah mengirimkan surat kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Depok yang isinya untuk memproses pembatalan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 52, 53 atas nama Partono Wiraputra dengan merujuk Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 11/2016 tentang penyelesaian kasus pertanahan.
Dimana sesuai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang dalam Pasal 24 Ayat 5 tersebut disebutkan penerbitan keputusan pembatalan hak atas tanah dan sertifikat dilakukan dalam waktu paling lama 7 hari dari laporan penyelesaian sengketa dan konflik. Namun hingga kini proses pembatalan sertifikat tak kunjung dilakukan.
"Hal ini bisa dikatakan pelanggaran hukum administrasi negara. Seharusnya Kantor Pertanahan Kota Depok segera menjalankan perintah Kanwil. Kalau sudah seperti ini seharusnya Kanwil Jawa Barat segera mengambil tindakan dengan menegur Kepala Kantor Pertanahan Depok," kata Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis, Rabu (28/9/2016).
Tentunya, kata Margarito, implikasi hal tersebut dapat berimbas terhadap seseorang atau pihak yang menunggu proses pembatalan sertifikat tersebut.
BPN, kata dia, harus bisa memberikan kepastian sehingga implikasi negatif dari lambannya proses pembatalan sertifikat itu tidak merugikan seseorang.
Hal senada diungkapkan Pakar Hukum Agraria Universitas Indonesia Prof Arie Sukanti Hutagalung. Menurut dia, Kanwil Pertanahan Jawa Barat harus segera menegur Kantor Pertanahan Kota Depok kenapa perintah mengenai pembatalan SHM No 52 dan 53 atas nama Partono Wiraputra tidak kunjung dilakukan. Jika
"Saya rasa dr Adjit Singh Gill selaku pemohon pembatalan sertifikat tersebut bisa mengadukan lambannya proses pembatalan sertifikat ini ke Kanwil Pertanahan Jawa Barat yang ditembuskan ke Menteri Agraria Tata Ruang Sofyan Djalil, " kata Guru Besar Hukum Agraria Universitas Indonesia ini, Rabu (28/8/2016).
Sementara menurut Eren kuasa hukum dr Adjit Singh Gill, saat ini sebenarnya tinggal menunggu proses pembatalan sertifikat saja dari Kantor Pertanahan Kota Depok karena semua prosedur hukum telah dilalui oleh kliennya.
"Semua langkah hukum maupun administrasi di BPN pusat pun telah dilakukan. Bahkan Dirjen Penanganan Masalah Agraria Deddy Setiady telah mengirimkan surat 6 Juni 2016 ke Kanwil BPN Jawa Barat yang isinya meminta Kanwil BPN Jawa Barat memerintahkan Kepala Kantor BPN Kota Depok untuk membatalkan SHM No 52,53 Ratu Jaya a/n Partono Wiraputra. Jadi kenapa BPN Depok malah terkesan mengulur waktu," papar Eren.
Sampai berita ini diturunkan belum mendapat konfirmasi dari Kantor Pertanahan Kota Depok.
(sms)