Ribuan Pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi Mulai Diserang Penyakit
A
A
A
PROBOLINGGO - Petugas tim medis gabungan dari Dinas Kesehatan dan Polres Probolinggo melakukan pemeriksaan terhadap pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang masih bertahan di kamp-kamp padepokan.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan penyakit yang dialami para pengikut 'dukun' pengganda uang, setelah tinggal di pemukiman yang tidak layak huni.
Para petugas medis ini menyisir kamp-kamp yang menampung ribuan pengikut Dimas Kanjeng yang masih bertahan di padepokan. Hanya saja, tidak semua penghuni bersedia memeriksakan diri kepada petugas medis.
Mereka memilih menghindar dan menjauh dari kamp penampungan yang terbuat dari tenda plastik tersebut.
Kepala Puskesmas Gading Kabupaten Probolinggo dr Syaiful Bahri mengungkapkan, buruknya kondisi lingkungan dan sanitasi di kamp penampungan menjadi salah satu faktor penyebaran penyakit.
Para pemukim ini rentan terserang penyakit diare dan penyakit kulit seperti gatal-gatal.
"Pemukiman padat yang kumuh dan buruknya sanitasi menjadi penyebab penyebaran penyakit. Warga yang terserang penyakit dapat dengan mudah menularkan penyakit yang dideritanya kepada penghuni lain," kata dr Syaiful Bahri, Jumat (26/9/2016).
Dari pemeriksaan yang dilakukan di kamp pemukiman, sebagian besar mengidap penyakit diare dan penyakit kulit seperti gatal-gatal. Para pemukim ini telah diberikan obat-obatan antidiare dan antibiotik agar tidak menyebar ke pemukim lainnya.
"Kami menyediakan obat-obatan khusus untuk mereka yang bermukim di tenda. Mereka yang terserang diare diberikan antibiotik dan obat antidiare. Hal ini agar tidak menular kepada warga lainya," tandas Syaiful Bahri.
Pihaknya berharap agar para pemukim ini segera meninggalkan kamp penampungan dan kembali ke tempat tinggalnya. Karena jika masih terus bertahan, akan memperburuk kondisi fisiknya.
Diperkirakan, terdapat 100 tenda penampungan yang berdiri di dalam areal padepokan Dimas Kanjeng yang dihuni ribuan pendatang dari berbagai daerah di Indonesia.
Salah seorang pengikut Dimas Kanjeng, Zulfikar mengakui bahwa kondisi lingkungan di kamp penampungan tidak memenuhi syarat tempat tinggal. Puluhan bahkan ratusan orang bermukim dan tidur di dalam tenda selama kurun waktu bulanan hingga tahunan.
Selama ini, para pendatang tersebut tidak pernah mempersoalkan ketidaklayakan pemukiman yang ditinggalinya. Karena hal itu bagian dari lelakon yang harus dijalani selama menjadi pengikut Dimas Kanjeng.
"Setiap hari, kami tidur, makan, dan beraktivitas di dalam tenda. Semua dilakukan dengan ikhlas tanpa ada yang mengeluh. Tinggal di tenda adalah bagian dan syarat untuk menjadi pengikut Dimas Kanjeng," kata Zulfikar.
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi gangguan penyakit yang dialami para pengikut 'dukun' pengganda uang, setelah tinggal di pemukiman yang tidak layak huni.
Para petugas medis ini menyisir kamp-kamp yang menampung ribuan pengikut Dimas Kanjeng yang masih bertahan di padepokan. Hanya saja, tidak semua penghuni bersedia memeriksakan diri kepada petugas medis.
Mereka memilih menghindar dan menjauh dari kamp penampungan yang terbuat dari tenda plastik tersebut.
Kepala Puskesmas Gading Kabupaten Probolinggo dr Syaiful Bahri mengungkapkan, buruknya kondisi lingkungan dan sanitasi di kamp penampungan menjadi salah satu faktor penyebaran penyakit.
Para pemukim ini rentan terserang penyakit diare dan penyakit kulit seperti gatal-gatal.
"Pemukiman padat yang kumuh dan buruknya sanitasi menjadi penyebab penyebaran penyakit. Warga yang terserang penyakit dapat dengan mudah menularkan penyakit yang dideritanya kepada penghuni lain," kata dr Syaiful Bahri, Jumat (26/9/2016).
Dari pemeriksaan yang dilakukan di kamp pemukiman, sebagian besar mengidap penyakit diare dan penyakit kulit seperti gatal-gatal. Para pemukim ini telah diberikan obat-obatan antidiare dan antibiotik agar tidak menyebar ke pemukim lainnya.
"Kami menyediakan obat-obatan khusus untuk mereka yang bermukim di tenda. Mereka yang terserang diare diberikan antibiotik dan obat antidiare. Hal ini agar tidak menular kepada warga lainya," tandas Syaiful Bahri.
Pihaknya berharap agar para pemukim ini segera meninggalkan kamp penampungan dan kembali ke tempat tinggalnya. Karena jika masih terus bertahan, akan memperburuk kondisi fisiknya.
Diperkirakan, terdapat 100 tenda penampungan yang berdiri di dalam areal padepokan Dimas Kanjeng yang dihuni ribuan pendatang dari berbagai daerah di Indonesia.
Salah seorang pengikut Dimas Kanjeng, Zulfikar mengakui bahwa kondisi lingkungan di kamp penampungan tidak memenuhi syarat tempat tinggal. Puluhan bahkan ratusan orang bermukim dan tidur di dalam tenda selama kurun waktu bulanan hingga tahunan.
Selama ini, para pendatang tersebut tidak pernah mempersoalkan ketidaklayakan pemukiman yang ditinggalinya. Karena hal itu bagian dari lelakon yang harus dijalani selama menjadi pengikut Dimas Kanjeng.
"Setiap hari, kami tidur, makan, dan beraktivitas di dalam tenda. Semua dilakukan dengan ikhlas tanpa ada yang mengeluh. Tinggal di tenda adalah bagian dan syarat untuk menjadi pengikut Dimas Kanjeng," kata Zulfikar.
(san)