Listrik Penggerak Utama Ekonomi di Indonesia

Sabtu, 24 September 2016 - 14:01 WIB
Listrik Penggerak Utama...
Listrik Penggerak Utama Ekonomi di Indonesia
A A A
YOGYAKARTA - Listrik merupakan penggerak utama ekonomi. Karenanya, tanpa listrik, perekonomian masyarakat akam sulit tumbuh.

Untuk itu, semua pihak perlu mendukung upaya pembangunan oleh pemerintah dalam meningkatkan pasokan listrik nasional.

"Listrik seperti nyawa peremonomian. Kalau tidak ada listrik, kita tidak bisa bekerja. Sebagai contoh, luar Jawa pertumbuhan ekonominya harus kita akui lebih lambat. Dan salah satu alasan utamanya karena kekurangan listrik juga," ujar Anggota Dewan Energi Nasional Ir Tumiran MEng Phd, Sabtu (24/9/2016).

"Jadi perlu dipahami semua pihak, pembangunan pembangkit listrik itu, tujuan utamanya mensejahterakan masyarakat," pungkasnya.

Dalam talkshow UGM Corner yang bertajuk 'Listrik untuk Negeri' di Perpustakaan UGM, Tumiran menuturkan, ketersediaan listrik di Indonesia rata-rata memang masih kurang.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, konsumsi listrik perkapita masyarakat Indonesia bisa dikatakan cukup kecil yakni hanya 204 kwh perkapita.

"Jadi, kalau tiap harinya ada diantara kita yang menggunakan listrik lebih dari itu, berarti ada saudara sebangsa dan setanah air kita yang tidak menikmati pasokan listrik. Artinya, bisa jadi perekonomiannya hari itu tidak jalan," imbuhnya.

Dosen Fakultas Teknik UGM ini pun mengungkapkan, ketersediaan listrik untuk kebutuhan masyarakat Indonesia idelanya mencapai 250 GW.

Sayangnya saat ini baru ada 53 GW, sehingga Indonesia butuh mengejar ketertinggalan tersebut. Dan untuk mempercepatnya, ia mengimbau agar pemerintah daerah mau mempermudah segala perizinan pembangunan infrastruktur listrik.

"Bisa dibayangkan betapa tertinggalnya kita. Untuk itu pembangunan infrastruktur listrik di berbagai daerah di Indonesia ini jarys didukung pemerintah daerah. Dengan listrik tersedia dalam jumlah cukup, investasi pati akan datang, ekonomi pun bisa tumbuh dan kesejahteraan masyarakat meningkat," paparnya.

Menurut Tumiran, setiap daerah seharusnya memiliki Rencana Umum Energi. Hal tersebut juga berkaitan dengan tanggung jawab pemerintag daerah pada pembangunan ekonomi masyarakatnya.

Dan sudah seharusnya bagi daerah untuk berbangga jika bisa memiliki pembangkit listrik, apalagi dalam skala besar.

"Instrumen perencanaan energi itu ada. Dan jika ingin membangun pembangkit listrik, rencana itu harus masuk remcans tata ruang dan wilayah. Artinya, rencana harus masuk Perda karena kalau tidak tentu tidak bisa membangun pembangkit listrik. Makanya harus ada sinergi untuk itu," katanya.

Ditegaskan Tumiran, persoalan kekurangan pasokan listrik yang sering kali masih diutarakan, belum tentu salah PLN. Karena untuk melakukan pembangunan harus ada perencanaan dan butuh waktu yang tidak sebentar untuk mewujudkannya. Dengan perencanaan yang terintegrasi pun, butuh waktu 1-3 tahun.

"Kami berharap, pada tahun 2025 mendatang, konsumsi listrik masyarakat Indonesia sudah bisa mencapai 2500 kwh perkapita. Jumlah inipun sebenarnya masih kalau dengan konsumsi Malaysia," sebutnya.

"Tapi dengan begitu, kita bisa semaksimal mungkin melakukan pembangunan dan mempercepat ketercapaian daya saing kita. Yang jelas saat itu diharapakan kita tidak lagi memgekspor bahan baku mentah," ujarnya lagi.

Tumiran menambahkan, pengembangan energi baru terbarukan menjadi salah satu solusi yang tengah dilakukan pula oleh pemerintah, termasuk untuk menghasilkan pasokan listrik bagi masyarakat.

Ini artinya, ke depan tidak semua pembangkit listrik akan menggunakan bahan bakar fosil. Apalagi memang tidak semua daerah di Indonesia yang berbentuk kepulauan ini bisa dijangkau pasokan energi dari fosil.

"Karena itu, pemerintah punya program rasionalisasi energi dengan mengupayakan potensi energi lokal. Biasanya dilakukan kombinasi sumber energi karena tidak bisa jika hanya bergantung pada satu sumber energi saja. Misalnya, dengan memanfaatkan angin, tenaga surya dan diesel," tuturnya.

Tumiran berharap, upaya menumbuhkan energi listrik nasional tersebut sejalan dengan upaya penguasaan akan teknologinya. Dengan begitu, 15-20 tahun lagi Indonesia tidak perlu mengimpor alat pembangkit listrik karena sudah bisa memproduksinya sendiri.

Sementara itu, General Manager PLN Unit Induk Pembangunan (UIP) Jawa Bagian Tengah II Amihwanuddin menambahkan, dalam proyek pembangunan infrastruktur listrik, hal yang paling dibutuhkan ialah izin penetapan lokasi. Hal tersebut biasanya akan berhubungan dengan aspek sosial seperti pembebasan lahan.

"Di tahap inilah kami butuh kerjasama pemerintah daerah. Karena ketika persoalan sosial teratasi, bisa dikatakan proyek pembangunan sudah selesai 70%. Untuk persoalan konstruksi dan lainnya itu jauh lebih mudah," ungkapnya.
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6261 seconds (0.1#10.140)