Sungai Cibuyut Tercemar Limbah, Warga Datangi Kecamatan
A
A
A
CIAMIS - Ratusan warga Desa Jelat, Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis beramai-ramai mendatangi kantor Kecamatan Baregbeg, Senin (15/8/2016).
Kedatangan warga ini untuk mengadukan atas pencemaran Sungai Cibuyut oleh beberapa pabrik tahu yang berada di wilayah Desa Muktisari, Kecamatan Cipaku yang langsung membuang limbahnya ke sungai.
Sehingga masyarakat Desa Jelat kini kesulitan mendapat air bersih lantaran sungai tersebut satu-satunya sumber air yang biasa digunakan masyarakat untuk keperluan rumah tangga.
Bukan hanya untuk keperluan rumah tangga, air dari sungai itu juga digunakan untuk mengairi kolam warga namun dengan tercemarnya sungai, ikan banyak yang mati karena air tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap.
Sebetulnya permasalahan ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu, bahkan sempat membuat kesepakatan antara warga Jelat dengan pengusaha pabrik tahu di Desa Muktisari.
Salah satunya pabrik tidak boleh membuang langsung limbah tahu ke sungai. Namun yang terjadi di lapangan saat ini masih ada beberapa pengusaha yang nakal membuang limbah ke sungai Cibuyut. Usai aksi dan audiensi warga Jelat dan aparat pemerintah mendatangi pabrik-pabrik tahu dan meninjau Sungai Cibuyut yang tercemar.
"Kami tidak melarang pengusaha tahu menjalankan usaha pabrik tahunya tetapi kami hanya meminta limbahnya jangan dibuang ke Sungai Cibuyut, karena sungai itu digunakan warga untuk keperluan hidup," ungkap Lili (45) warga Dusun Cisupa, Desa Jelat saat menyampaikan aspirasinya dihadapan Asisten Daerah II Setda Ciamis HM Soekiman saat beraudiensi di Aula Kantor Kecamatan Baregbeg.
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Ruslan (50) mengatakan sebelum adanya pabrik tahu banyak warga Jelat yang mengantungkan hidupnya di usaha perikanan, namun setelah sungai Cibuyut tercemar kini pengusaha perikanan mulai bangkrut karena airnya sudah tidak lagi mendukung.
"Sekarang banyak pengusaha ikan yang kolamnya dibiarkan karena air dari sungai Cibuyut sudah tidak bisa digunakan lagi, sudah tercemar," jelasnya.
Lebih lanjut, warga meninta pengusaha pabrik tahu untuk mentaati kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat. Serta meminta pemerintah untuk tegas menutup pabrik tahu yang mengantongi izin.
Sementara itu, perwakilan pengusaha tahu Desa Muktisari Herdis mengungkapkan para pengusaha saat ini tengah berupaya untuk mengatasi limbah tersebut agar tidak dibuang ke sungai, bahkan beberapa pengusaha kini telah memiliki bak-bak penampungan limbah serta IPAL.
"Kita juga melibatkan konsultan dan ahli teknologi dari Bogor untuk mengatasi limbah ini, hanya saja masih memerlukan waktu karena biaya yang diperlukan untuk membuat IPAL tidak sedikit, kita sedang berupaya dan bekerjasama," katanya.
Asisten Daerah II Setda Ciamis HM Soekiman yang menengahi permasalahan tersebut menuturkan setelah mendengar keluhan dari masyarakat Desa Jelat hanya meminta limbah cair pabrik tahu jangan dibuang ke Sungai Cibuyut, namun tetap mempersilahkan menjalankan usaha pabrik tahunya.
"Sebetulnya bukan tidak bisa bersikap tegas tetapi kedua pihak merupakan masyarakat Kabupaten Ciamis, warga Jelat maupun pengusaha pabrik tahu, hanya saat ini bagaimana mencari solusi agar pabrik tetap beroperasi dan warga Jelat tidak terkena dampak limbah pabrik agar sama-sama enak," tuturnya.
Untuk itu, Soekiman meminta kepada para pengusaha pabrik tahu untuk tidak membuang limbah cair hasil pengolahan tahu dibuang ke Sungai Cibuyut. Para pengusaha wajib membuat bak penampungan limbah bagi yang belum memiliki, bagi yang sudah memiliki bak penampungan lebih diperbaiki lagi.
"Memang saya sudah melihat langsung bagaimana pencemarannya, memang seperti itu adanya, kualitas airnya tidak baik, tadi pengusaha sudah siap untuk memperbaikinya dan tidak lagi membuang limbah ke sungai," ungkapnya.
Lebih lanjut, Soekiman mengaku akan membentuk tim pemantau limbah yang terdiri dari perwakilan Desa Jelat, Desa Muktisari dan Desa Pusakasari juga dari unsur pemerintahan desa, kecamatan dan kabupaten agar permasalahan limbah bisa teratasi. Bila ditemukan ada pabrik yang membandel maka akan ditindak tegas sesuai dengan peraturan dan kesepakatan.
"Sebetulnya kunci utama dari permasalahan ini adalah bagaimana caranya limbah tidak dibuang ke sungai itu saja, harus diminimalisir," jelasnya.
Kedatangan warga ini untuk mengadukan atas pencemaran Sungai Cibuyut oleh beberapa pabrik tahu yang berada di wilayah Desa Muktisari, Kecamatan Cipaku yang langsung membuang limbahnya ke sungai.
Sehingga masyarakat Desa Jelat kini kesulitan mendapat air bersih lantaran sungai tersebut satu-satunya sumber air yang biasa digunakan masyarakat untuk keperluan rumah tangga.
Bukan hanya untuk keperluan rumah tangga, air dari sungai itu juga digunakan untuk mengairi kolam warga namun dengan tercemarnya sungai, ikan banyak yang mati karena air tersebut menimbulkan bau yang tidak sedap.
Sebetulnya permasalahan ini sudah ada sejak beberapa tahun lalu, bahkan sempat membuat kesepakatan antara warga Jelat dengan pengusaha pabrik tahu di Desa Muktisari.
Salah satunya pabrik tidak boleh membuang langsung limbah tahu ke sungai. Namun yang terjadi di lapangan saat ini masih ada beberapa pengusaha yang nakal membuang limbah ke sungai Cibuyut. Usai aksi dan audiensi warga Jelat dan aparat pemerintah mendatangi pabrik-pabrik tahu dan meninjau Sungai Cibuyut yang tercemar.
"Kami tidak melarang pengusaha tahu menjalankan usaha pabrik tahunya tetapi kami hanya meminta limbahnya jangan dibuang ke Sungai Cibuyut, karena sungai itu digunakan warga untuk keperluan hidup," ungkap Lili (45) warga Dusun Cisupa, Desa Jelat saat menyampaikan aspirasinya dihadapan Asisten Daerah II Setda Ciamis HM Soekiman saat beraudiensi di Aula Kantor Kecamatan Baregbeg.
Hal senada diungkapkan warga lainnya, Ruslan (50) mengatakan sebelum adanya pabrik tahu banyak warga Jelat yang mengantungkan hidupnya di usaha perikanan, namun setelah sungai Cibuyut tercemar kini pengusaha perikanan mulai bangkrut karena airnya sudah tidak lagi mendukung.
"Sekarang banyak pengusaha ikan yang kolamnya dibiarkan karena air dari sungai Cibuyut sudah tidak bisa digunakan lagi, sudah tercemar," jelasnya.
Lebih lanjut, warga meninta pengusaha pabrik tahu untuk mentaati kesepakatan yang sebelumnya telah dibuat. Serta meminta pemerintah untuk tegas menutup pabrik tahu yang mengantongi izin.
Sementara itu, perwakilan pengusaha tahu Desa Muktisari Herdis mengungkapkan para pengusaha saat ini tengah berupaya untuk mengatasi limbah tersebut agar tidak dibuang ke sungai, bahkan beberapa pengusaha kini telah memiliki bak-bak penampungan limbah serta IPAL.
"Kita juga melibatkan konsultan dan ahli teknologi dari Bogor untuk mengatasi limbah ini, hanya saja masih memerlukan waktu karena biaya yang diperlukan untuk membuat IPAL tidak sedikit, kita sedang berupaya dan bekerjasama," katanya.
Asisten Daerah II Setda Ciamis HM Soekiman yang menengahi permasalahan tersebut menuturkan setelah mendengar keluhan dari masyarakat Desa Jelat hanya meminta limbah cair pabrik tahu jangan dibuang ke Sungai Cibuyut, namun tetap mempersilahkan menjalankan usaha pabrik tahunya.
"Sebetulnya bukan tidak bisa bersikap tegas tetapi kedua pihak merupakan masyarakat Kabupaten Ciamis, warga Jelat maupun pengusaha pabrik tahu, hanya saat ini bagaimana mencari solusi agar pabrik tetap beroperasi dan warga Jelat tidak terkena dampak limbah pabrik agar sama-sama enak," tuturnya.
Untuk itu, Soekiman meminta kepada para pengusaha pabrik tahu untuk tidak membuang limbah cair hasil pengolahan tahu dibuang ke Sungai Cibuyut. Para pengusaha wajib membuat bak penampungan limbah bagi yang belum memiliki, bagi yang sudah memiliki bak penampungan lebih diperbaiki lagi.
"Memang saya sudah melihat langsung bagaimana pencemarannya, memang seperti itu adanya, kualitas airnya tidak baik, tadi pengusaha sudah siap untuk memperbaikinya dan tidak lagi membuang limbah ke sungai," ungkapnya.
Lebih lanjut, Soekiman mengaku akan membentuk tim pemantau limbah yang terdiri dari perwakilan Desa Jelat, Desa Muktisari dan Desa Pusakasari juga dari unsur pemerintahan desa, kecamatan dan kabupaten agar permasalahan limbah bisa teratasi. Bila ditemukan ada pabrik yang membandel maka akan ditindak tegas sesuai dengan peraturan dan kesepakatan.
"Sebetulnya kunci utama dari permasalahan ini adalah bagaimana caranya limbah tidak dibuang ke sungai itu saja, harus diminimalisir," jelasnya.
(sms)