Stop Kasus Pembakaran 15 Perusahaan, DPR Minta Kapolda Dicopot
A
A
A
PEKANBARU - Komisi III DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Pekanbaru, Riau. Salah satu agendanya adalah mempertanyakan kasus penghentian kasus 15 perusahaan terduga pembakar lahan oleh Polda Riau.
Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu menyatakan Polda Riau harus transparan mengenai penerbitan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan) 15 perusahaan biang kerok kabut asap.
"Sanksi harus tegas. Penanggungjawab penerbit SP3 itu harus dicopot. Bahkan tidak itu saja jika terbukti ada kong-kalingkong pimpinan penegak hukum harus dipidanakan. Ini agar memberikan efek jera bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus," kata Masinton di Pekanbaru, Senin (1/8/2016).
Politisi dari PDI Perjuangan ini menyebut, bahwa kasus kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap merupakan salah satu kasus yang disorot Pemerintah Pusat. Karena kasus asap juga membuat negara tetangga protes kepada Indonesia.
Komisi III juga akan mencari data-data dan keterangan dari Polda Riau bagaimana proses SP3 itu bisa terjadi. Dia meminta tidak ada yang ditutup-tutupi.
"Besok rencananya kami akan mendatangi Polda Riau untuk mempertanyakan pernerbitan SP3. Kita akan mencari tahu apakah proses penerbitan SP3 sudah benar, atau ada udang di balik bakso (kong kalingkong). Hukum itu harus jelas. Jangan ke perusahaan tumpul, giliran ke rakyat tajam. Itu gak adil namanya," timpalnya.
Sementara itu, Ruhut Sitompul, anggota Komisi III lainnya meminta polisi harus mencontoh KPK dalam penegakan hukum.
"Kalau memang tidak ada alat bukti yang kuat, jangan menari diatas gendang orang lain. Jadikan perusahaan itu tersangka setelah memeliki alat bukti kuat. Jangan menjadikan tersangka karena ada permintaan, emang karoke ada lagu permintaan. Ini tidak boleh penegak hukum seperti itu. Contohlah KPK. Jika sudah ada alat bukti baru dijadikan tersangka. Inikan yang berkembangan, jangan-jangan penerbitan SP3 perusahaan dijadikan ATM (pemerasan)," tegas pria yang akrab disapa Poltak itu.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela menyebut alasan SP3 karena penyidik tidak memiliki cukup bukti.
Sementara itu Koordinator LSM lingkungan Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau), Woro Supartinah mengatakan, langkah Polda Riau menghentikan perusahaan biang kerok kabut asap sangat disayangkan.
Untuk itu, dia meminta Kapolri, Jendral Tito Karnavian mengevaluasi kinerja Kapolda Riau, Brigjen Pol Suprianto dan jajarannya.
Padahal di tahun 2015 lalu, sebanyak lima warga Riau meninggal dunia karena menghirup racun dari kabut asap.
Anggota Komisi III DPR RI, Masinton Pasaribu menyatakan Polda Riau harus transparan mengenai penerbitan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyelidikan) 15 perusahaan biang kerok kabut asap.
"Sanksi harus tegas. Penanggungjawab penerbit SP3 itu harus dicopot. Bahkan tidak itu saja jika terbukti ada kong-kalingkong pimpinan penegak hukum harus dipidanakan. Ini agar memberikan efek jera bagi aparat penegak hukum dalam menangani kasus," kata Masinton di Pekanbaru, Senin (1/8/2016).
Politisi dari PDI Perjuangan ini menyebut, bahwa kasus kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan kabut asap merupakan salah satu kasus yang disorot Pemerintah Pusat. Karena kasus asap juga membuat negara tetangga protes kepada Indonesia.
Komisi III juga akan mencari data-data dan keterangan dari Polda Riau bagaimana proses SP3 itu bisa terjadi. Dia meminta tidak ada yang ditutup-tutupi.
"Besok rencananya kami akan mendatangi Polda Riau untuk mempertanyakan pernerbitan SP3. Kita akan mencari tahu apakah proses penerbitan SP3 sudah benar, atau ada udang di balik bakso (kong kalingkong). Hukum itu harus jelas. Jangan ke perusahaan tumpul, giliran ke rakyat tajam. Itu gak adil namanya," timpalnya.
Sementara itu, Ruhut Sitompul, anggota Komisi III lainnya meminta polisi harus mencontoh KPK dalam penegakan hukum.
"Kalau memang tidak ada alat bukti yang kuat, jangan menari diatas gendang orang lain. Jadikan perusahaan itu tersangka setelah memeliki alat bukti kuat. Jangan menjadikan tersangka karena ada permintaan, emang karoke ada lagu permintaan. Ini tidak boleh penegak hukum seperti itu. Contohlah KPK. Jika sudah ada alat bukti baru dijadikan tersangka. Inikan yang berkembangan, jangan-jangan penerbitan SP3 perusahaan dijadikan ATM (pemerasan)," tegas pria yang akrab disapa Poltak itu.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Rivai Sinambela menyebut alasan SP3 karena penyidik tidak memiliki cukup bukti.
Sementara itu Koordinator LSM lingkungan Jikalahari (Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau), Woro Supartinah mengatakan, langkah Polda Riau menghentikan perusahaan biang kerok kabut asap sangat disayangkan.
Untuk itu, dia meminta Kapolri, Jendral Tito Karnavian mengevaluasi kinerja Kapolda Riau, Brigjen Pol Suprianto dan jajarannya.
Padahal di tahun 2015 lalu, sebanyak lima warga Riau meninggal dunia karena menghirup racun dari kabut asap.
(sms)