Ritual Suku Tengger di Gunung Bromo, Ini Foto-Fotonya
A
A
A
PROBOLINGGO - Ribuan umat Hindu Tengger di lereng Gunung Bromo, dalam ritual agung perayaan Yadnya Kasada. Ritual yang disertai dengan melarung sesaji kedalam perut kawah ini dilakukan di tengah tingginya aktivitas vulkanik Gunung Bromo.
Masyarakat Suku Tengger yang bermukim di empat kawasan Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Malang, mempercayai bahwa erupsi Gunung Bromo tidak akan menimbulkan petaka.
Peristiwa serupa juga terjadi pada saat erupsi tahun 2011 lalu yang jauh lebih besar dari pada saat ini. Masyarakat tetap melakukan aktivitas ritual seperti biasa.
Prosesi melarung sesaji berupa hasil bumi dan ternak ini dilakukan sejak Rabu 20 Juli 2016 malam hari. Cuaca hujan yang berlangsung sepanjang malam, tidak menyurutkan langkah umat Hindu Tengger berjalan menuju puncak kawah.
Beragam hasil bumi dan hasil ternak dilontarkan kedalam kawah yang tengah mengeluarkan abu vulkanik.
"Erupsi Gunung Bromo sudah dianggap masyarakat hal yang biasa terjadi. Masyarakat tetap melarung sesaji di atas kawah Gunung Bromo," kata Rudi, warga Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Kamis (21/7/2016).
Menurutnya, larung sesaji ini sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan karunia dan rezeki sepanjang tahun. Larung sesaji ini dirupakan sesuai dengan kegiatan dan mata pencarian masing-masing.
"Masyarakat petani melarung sesaji dalam bentuk hasil bumi, yang beternak melarung hasil ternaknya. Sementara yang bekerja dengan profesi lain bisa mewujudkannya dengan hasil bumi ataupun hasil ternak," kata Rudi.
Selama prosesi larung sesaji, semburan abu vulkanik yang bercampur asap putih kecoklatan tidak mengganggu kegiatan umat Hindu Tengger yang berada di puncak kawah.
Bahkan, sejumlah warga yang berada di lereng kawah juga tetap menangkap sesaji yang dilemparkan. Padahal pihak berwenang masyarakat yang tidak berkepentingan untuk menerobos zona aman radius 1 KM dari puncak kawah.
Wisatawan lokal dan mancanegara juga leluasa mendaki hingga ke puncak kawah. "Cuaca cukup cerah setelah turun hujan pada malam hari. Sempat terjadi hujan pasir selama beberapa menit di bagian puncak kawah," terang salah seorang wisatwan.
Selain larung sesaji, umat Hindu Tengger yang dipimpin para dukun adat di masing-masing wilayah berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Para dukun adat juga memanjatkan doa khusus menolak bencana erupsi Gunung Bromo.
“Larung sesaji ini sebagai sesembahan kepada leluhur kami yang telah memberikan keturunan dan kesejahteraan masyarakat, serta terhindar dari musibah erupsi Gunung Bromo," ujar Supardi, salah satu dukun pandita Suku Tengger.
Masyarakat Suku Tengger yang bermukim di empat kawasan Probolinggo, Lumajang, Pasuruan, dan Malang, mempercayai bahwa erupsi Gunung Bromo tidak akan menimbulkan petaka.
Peristiwa serupa juga terjadi pada saat erupsi tahun 2011 lalu yang jauh lebih besar dari pada saat ini. Masyarakat tetap melakukan aktivitas ritual seperti biasa.
Prosesi melarung sesaji berupa hasil bumi dan ternak ini dilakukan sejak Rabu 20 Juli 2016 malam hari. Cuaca hujan yang berlangsung sepanjang malam, tidak menyurutkan langkah umat Hindu Tengger berjalan menuju puncak kawah.
Beragam hasil bumi dan hasil ternak dilontarkan kedalam kawah yang tengah mengeluarkan abu vulkanik.
"Erupsi Gunung Bromo sudah dianggap masyarakat hal yang biasa terjadi. Masyarakat tetap melarung sesaji di atas kawah Gunung Bromo," kata Rudi, warga Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Kamis (21/7/2016).
Menurutnya, larung sesaji ini sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan karunia dan rezeki sepanjang tahun. Larung sesaji ini dirupakan sesuai dengan kegiatan dan mata pencarian masing-masing.
"Masyarakat petani melarung sesaji dalam bentuk hasil bumi, yang beternak melarung hasil ternaknya. Sementara yang bekerja dengan profesi lain bisa mewujudkannya dengan hasil bumi ataupun hasil ternak," kata Rudi.
Selama prosesi larung sesaji, semburan abu vulkanik yang bercampur asap putih kecoklatan tidak mengganggu kegiatan umat Hindu Tengger yang berada di puncak kawah.
Bahkan, sejumlah warga yang berada di lereng kawah juga tetap menangkap sesaji yang dilemparkan. Padahal pihak berwenang masyarakat yang tidak berkepentingan untuk menerobos zona aman radius 1 KM dari puncak kawah.
Wisatawan lokal dan mancanegara juga leluasa mendaki hingga ke puncak kawah. "Cuaca cukup cerah setelah turun hujan pada malam hari. Sempat terjadi hujan pasir selama beberapa menit di bagian puncak kawah," terang salah seorang wisatwan.
Selain larung sesaji, umat Hindu Tengger yang dipimpin para dukun adat di masing-masing wilayah berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Para dukun adat juga memanjatkan doa khusus menolak bencana erupsi Gunung Bromo.
“Larung sesaji ini sebagai sesembahan kepada leluhur kami yang telah memberikan keturunan dan kesejahteraan masyarakat, serta terhindar dari musibah erupsi Gunung Bromo," ujar Supardi, salah satu dukun pandita Suku Tengger.
(san)