Kisah Anak Penjahit Asal Sumedang yang Raih Cumlaude di Taiwan

Jum'at, 24 Juni 2016 - 08:52 WIB
Kisah Anak Penjahit...
Kisah Anak Penjahit Asal Sumedang yang Raih Cumlaude di Taiwan
A A A
SUMEDANG - "Anak-anak saya nanti jangan sampai hidup seperti orangtuanya sekarang. Maka dari itu, anak-anak saya harus mengenyam pendidikan minimal sampai S1, jangan seperti ayahnya yang hanya lulusan SMP."

Itulah tekad Ade Wahyudin (57), seorang penjahit rumahan asal Lingkungan Kebon Kol, Kelurahan Regol Wetan, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang dalam membesarkan anaknya.

Berkat semangat pantang menyerah, dengan menekuni jasa jahit baju, celana hingga permak jeans di rumahnya, cita-cita suami dari Mulyati (52), untuk menyekolahkan anaknya hingga jenjang pendidikan tertinggi pun, kini terwujud.

Saat ini, satu dari dua orang anaknya, Erlin Tresna Nurlianti, pada usianya yang ke-24, berhasil merengkuh gelar M.Sc dari National Cheng Kung University, Taiwan dengan Indeks Prestasi 4.0/cumlaude. Yang membanggakan lagi, gelar S2 yang diraihnya ini dengan beasiswa penuh dari Pemerintah Taiwan.

Tak sampai di situ, saat ini, kakak dari Khafid Fatturachman (17), akan menempuh internship di King Abdullah University of Science and Technology (KAUST).

"Harapannya bisa secepatnya meraih gelar S3. Insya Allah, pada 15 Juli ini, Erlin akan berangkat ke Jeddah untuk internship di KAUST," ujarnya ditemui KORAN SINDO.

Semua capaian itu, kata Erlin, didapat berkat spirit yang ditularkan kedua orangtuanya. Bahkan, pascalulus S1 dari Politeknik Bandung, saat itu, Erlin mengaku bingung karena tak punya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S2.

"Setelah lulus S1 dari Polban dengan hasil cumlaude, karena ketiadaan biaya, saya bekerja di P&G selama 2 tahun sebagai quality assurance. Selama dua tahun bekerja di P&G itu, satu tahun kerjanya di Indonesia, tahun berikutnya di Jepang," tutur gadis kelahiran 28 Juni 1992 ini.

Kemudian, lanjut dia, ketika menerima beasiswa dari Taiwan, Erlin memutuskan untuk resign dan memilih meneruskan pendidikan di Cheng Kung University.

"Alhamdulillah, semuanya berkat dorongan dari orangtua, yang tak henti memotivasi dan mengingatkan Erlin dalam menempuh pendidikan dan mengejar cita-cita," ucap juara tiga tari topeng se-Asia Pasifik dalam kegiatan Asia Pasifik Art Contest di Bandung tahun 2010 ini.

Bagi Erlin, ayah dan ibunya merupakan sosok yang jadi panutannya dalam menempuh pendidikan. Khususnya, spirit yang diberikan dalam sisi kerohanian.

"Ayah saya selalu mengajarkan untuk selalu salat tepat waktu, berzikir mengingat Allah bila sedang mengalami kesulitan, dan sedekah kepada orang kurang mampu. Meski ayah saya hanya seorang penjahit, tapi spirit dan berkat motivasi dari beliaulah yang menuntun saya meraih semua yang saya capai sampai saat ini," katanya lagi.

Setelah nanti selesai internship di KAUST, kata Erlin, ia bercita-cita mendirikan sekolah kelas internasional di tempat kelahirannya, di Sumedang.

"Nanti setelah selesai internship dan kembali ke sini. Cita-cita saya adalah mendirikan sekolah yang bagus di Sumedang. Bila nanti sudah lulus S3, saya ingin jadi dosen di ITB, itu harapan dan cita-cita terbesar saya saat ini," katanya lagi.

Sang ayah, Ade Wahyudin, yang irit bicara mengaku bersyukur anaknya bisa meraih kesuksesan di bidang pendidikan yang ditempuhnya.

"Apa yang saya tanamkan ke anak, termasuk Erlin adalah agar tidak meninggalkan salat. Karena salat menjadi jalan kemudahan bagi segala urusan. Saya pun meyakini pendidikan agama itu sangat penting. Saya selalu mengingatkan agar jangan tinggalkan salat wajib yang lima waktu," ujarnya.

Selain salat, lanjut dia, sebagai orangtua dia mengingatkan kepada anak-anaknya untuk tidak lupa berzikir sehabis salat bahkan dalam waktu luang.

"Saya juga selalu mengajarkan dari dulu untuk bisa saling berbagi dengan sesama. Kalau ada uang jajan, jangan dulu dimakan, tapi harus sedekah dan zakat. Alhamdulillah, saya melihat sampai sekarang itu dilaksanakan dengan baik oleh Erlin. Bahkan puasa Senin-Kamis pun belum putus," katanya.

Ade mengatakan, sebagai orangtua yang memiliki penghasilan pas-pasan dan tidak memiliki penghasilan tetap selayaknya PNS, ataupun karyawan, hanya motivasi dan menanamkan nilai-nilai keagamaan lah yang bisa dilakukannya guna memacu anak-anaknya dalam meraih cita-citanya, termasuk dalam menempuh pendidikan.

"Harapan saya, semua cita-cita anak saya ini tercapai dan ilmu yang didapatnya bisa diaplikasikan dengan harapan pula bisa berbakti pada nusa, bangsa, dan negaranya," katanya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0962 seconds (0.1#10.140)