11 Buruh Migran asal Blitar Tewas di Timur Tengah
A
A
A
BLITAR - Sebelas orang buruh migran ilegal asal Kabupaten Blitar menjemput maut di Negara Timur Tengah. Beberapa diantaranya meninggal dunia karena sakit. Selebihnya mengalami kecelakaan kerja.
Menurut keterangan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Blitar Herman Widodo belum semua jenazah bisa dibawa ke tanah air.
"Baru satu jenazah yang sudah berhasil dipulangkan. Selebihnya masih proses," ujar Herman kepada wartawan.
Kematian sebelas orang buruh migran ini tercatat pada bulan Januari-Mei 2016. Rata rata mereka membanting tulang sebagai tenaga kasar di negara Arab Saudi.
Informasi yang dihimpun tidak sedikit buruh migran, khususnya Blitar yang datang ke negara Arab dengan modus ibadah.
Tuntas menunaikan ibadah mereka sengaja menyelinap, menolak kembali ke tanah air dan memilih bekerja.
Tentunya sejak dari tanah air sudah memiliki koneksi sesama buruh migran dengan latar belakang kerabat atau teman. Kendati demikian ada buruh migran yang sengaja berangkat tanpa dokumen resmi.
Ada juga yang memilih kabur dari majikan dan sengaja tidak mengurus perpanjangan dokumen karena alasan berbelit, lalu dengan kemampuan koneksi mencari majikan baru.
Otomatis statusnya yang semula legal menjadi ilegal. Herman menyayangkan status ilegal dari para buruh migran. Sebab dengan status tidak resmi mereka akan kehilangan banyak hak.
"Namun terkait pemulangan jenazah meski statusnya ilegal pemkab akan tetap mengulurkan bantuan. Kita akan memfasilitasi sampai jenazah tiba di rumah duka," jelasnya.
Sejauh ini Pemkab Blitar sudah menghubungi pihak KBRI yang berada di Riyadh Saudi Arabia. Dan semuanya masih dalam proses pemulangan.
Anggota DPRD Kabupaten Blitar Abdul Munib menilai langkah Pemkab memberikan fasilitas kepada sebelas buruh migran yang bermasalah sudah benar.
Sebab meski status mereka tidak resmi semua buruh migran itu tetaplah warga Kabupaten Blitar.
"Selama masih bisa mendampingi Pemkab sudah selayaknya mendampingi. Sebab semuanya warga Blitar," pungkasnya.
Menurut keterangan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Blitar Herman Widodo belum semua jenazah bisa dibawa ke tanah air.
"Baru satu jenazah yang sudah berhasil dipulangkan. Selebihnya masih proses," ujar Herman kepada wartawan.
Kematian sebelas orang buruh migran ini tercatat pada bulan Januari-Mei 2016. Rata rata mereka membanting tulang sebagai tenaga kasar di negara Arab Saudi.
Informasi yang dihimpun tidak sedikit buruh migran, khususnya Blitar yang datang ke negara Arab dengan modus ibadah.
Tuntas menunaikan ibadah mereka sengaja menyelinap, menolak kembali ke tanah air dan memilih bekerja.
Tentunya sejak dari tanah air sudah memiliki koneksi sesama buruh migran dengan latar belakang kerabat atau teman. Kendati demikian ada buruh migran yang sengaja berangkat tanpa dokumen resmi.
Ada juga yang memilih kabur dari majikan dan sengaja tidak mengurus perpanjangan dokumen karena alasan berbelit, lalu dengan kemampuan koneksi mencari majikan baru.
Otomatis statusnya yang semula legal menjadi ilegal. Herman menyayangkan status ilegal dari para buruh migran. Sebab dengan status tidak resmi mereka akan kehilangan banyak hak.
"Namun terkait pemulangan jenazah meski statusnya ilegal pemkab akan tetap mengulurkan bantuan. Kita akan memfasilitasi sampai jenazah tiba di rumah duka," jelasnya.
Sejauh ini Pemkab Blitar sudah menghubungi pihak KBRI yang berada di Riyadh Saudi Arabia. Dan semuanya masih dalam proses pemulangan.
Anggota DPRD Kabupaten Blitar Abdul Munib menilai langkah Pemkab memberikan fasilitas kepada sebelas buruh migran yang bermasalah sudah benar.
Sebab meski status mereka tidak resmi semua buruh migran itu tetaplah warga Kabupaten Blitar.
"Selama masih bisa mendampingi Pemkab sudah selayaknya mendampingi. Sebab semuanya warga Blitar," pungkasnya.
(nag)