Belum D3, 3.894 Ahli Farmasi di Jateng Terancam Turun Pangkat
A
A
A
BOYOLALI - Sebanyak 3.894 ahli farmasi di Jawa Tengah terancam turun tingkat menjadi asisten tenaga kesehatan, menyusul terbitnya Undang-undang Nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
Ketua Harian Pengurus Daerah Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Jawa Tengah Djoko Harjanto mengatakan, dalam regulasi terbaru yang diterbitkan pemerintah, tenaga kesehatan minimal harus berpendidikan diploma tiga (D3).
Sementara di Jateng, masih terdapat ribuan ahli farmasi yang tingkat pendidikannya masih di bawah D3. Rinciannya berstatus PNS 700 orang, dan bekerja di swasta 3.194 orang.
“Dalam pendidikan berkelanjutan, menjadi PAFI untuk mendorong mereka agar minimal bisa D3,” ujar Djoko Harjanto, di sela-sela pelantikan pengurus PAFI, di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah, di Boyolali, Minggu (22/5/2016).
Apabila tidak menyesuikan tingkat pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 36 tahun 2014, maka mereka akan turun tingkat menjadi asisten tenaga kesehatan.
Batas waktu menyesuikan standar pendidikan adalah enam tahun, setelah UU tentang Tenaga Kesehatan diundangkan pada 17 Oktober 2014. Dengan demikian, semuanya harus menyesuaikan maksimal 17 Oktober 2020 nanti.
Guna menyesuaikan anggotanya ke jenjang yang lebih tinggi, PAFI telah menjalin kerjasama dengan 15 institusi pendidikan D3 Farmasi di Jateng, tiga Analisis Farmasi, serta Universitas Terbuka (UT).
UT dinilai paling cepat untuk menyesuaikan, karena bisa bekerja sambil kuliah. Apabila sampai batas waktu ternyata standar pendidikan minimal D3 belum disesuaikan, maka dipastikan akan menjadi asisten tenaga kesehatan.
Selain itu juga tidak lagi mendapat Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). “Dalam bekerja, ahli farmasi tidak hanya cukup memiliki ijazah, dan sertifikat kompetensi, namun juga harus memiliki STRTTK,” tegasnya.
Mengenai dampak secara ekonomi, apabila turun kelas menjadi tenaga asisten kesehatan, hal itu tergantung kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Terpisah, Sekretaris Harian PAFI Jateng Suryadi Imam Ifai menambahkan, ijazah, sertifikat kompetensi, dan STRTTK harus dilengkapi sebagai syarat dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.
"STRTTK merupakan syarat untuk mendapatkan surat izin kerja atau surat izin praktik. Jika tidak dipenuhi, maka ada sanksi hukumnya. Yakni penjara maksimal lima tahun, dan atau denda Rp100 juta," terangnya.
Mengenai posisi asisten tenaga kesehatan, nantinya ada peraturan tersendiri dari Menteri Kesehatan. Aturan itu akan dikeluarkan setelah dua tahun UU tentang Tenaga Kesehatan diterbitkan.
Ketua Harian Pengurus Daerah Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) Jawa Tengah Djoko Harjanto mengatakan, dalam regulasi terbaru yang diterbitkan pemerintah, tenaga kesehatan minimal harus berpendidikan diploma tiga (D3).
Sementara di Jateng, masih terdapat ribuan ahli farmasi yang tingkat pendidikannya masih di bawah D3. Rinciannya berstatus PNS 700 orang, dan bekerja di swasta 3.194 orang.
“Dalam pendidikan berkelanjutan, menjadi PAFI untuk mendorong mereka agar minimal bisa D3,” ujar Djoko Harjanto, di sela-sela pelantikan pengurus PAFI, di tujuh kabupaten/kota di Jawa Tengah, di Boyolali, Minggu (22/5/2016).
Apabila tidak menyesuikan tingkat pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 36 tahun 2014, maka mereka akan turun tingkat menjadi asisten tenaga kesehatan.
Batas waktu menyesuikan standar pendidikan adalah enam tahun, setelah UU tentang Tenaga Kesehatan diundangkan pada 17 Oktober 2014. Dengan demikian, semuanya harus menyesuaikan maksimal 17 Oktober 2020 nanti.
Guna menyesuaikan anggotanya ke jenjang yang lebih tinggi, PAFI telah menjalin kerjasama dengan 15 institusi pendidikan D3 Farmasi di Jateng, tiga Analisis Farmasi, serta Universitas Terbuka (UT).
UT dinilai paling cepat untuk menyesuaikan, karena bisa bekerja sambil kuliah. Apabila sampai batas waktu ternyata standar pendidikan minimal D3 belum disesuaikan, maka dipastikan akan menjadi asisten tenaga kesehatan.
Selain itu juga tidak lagi mendapat Surat Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). “Dalam bekerja, ahli farmasi tidak hanya cukup memiliki ijazah, dan sertifikat kompetensi, namun juga harus memiliki STRTTK,” tegasnya.
Mengenai dampak secara ekonomi, apabila turun kelas menjadi tenaga asisten kesehatan, hal itu tergantung kepada perusahaan tempat mereka bekerja.
Terpisah, Sekretaris Harian PAFI Jateng Suryadi Imam Ifai menambahkan, ijazah, sertifikat kompetensi, dan STRTTK harus dilengkapi sebagai syarat dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian.
"STRTTK merupakan syarat untuk mendapatkan surat izin kerja atau surat izin praktik. Jika tidak dipenuhi, maka ada sanksi hukumnya. Yakni penjara maksimal lima tahun, dan atau denda Rp100 juta," terangnya.
Mengenai posisi asisten tenaga kesehatan, nantinya ada peraturan tersendiri dari Menteri Kesehatan. Aturan itu akan dikeluarkan setelah dua tahun UU tentang Tenaga Kesehatan diterbitkan.
(san)