Puskesmas Tolak Pinjamkan Ambulans, Mayat Syamsu Alam Diangkut Motor
A
A
A
PAREPARE - Gurat kesedihan bercampur kecewa terlihat di wajah Unding, warga Kelurahan Tirosompe, Kecamatan Bacukiki Barat, Kota Parepare, Sulawesi Selatan, saat disambangi sejumlah wartawan. Anak sulungnya, Syamsu Alam yang berusia 25 tahun, Selasa (17/5) dini hari mengembuskan napas terakhir di Puskesmas Madising na Mario.
Kesedihan Unding yang kesehariannya bekerja sebagai buruh panggul di Pelabuhan Ajatappareng kian bertambah, ketika mayat anaknya terpaksa dibawanya pulang dengan menggunakan motor. Dibantu dua kerabatnya, Unding membawa jasad putranya menggunakan motor dengan cara diapit, setelah pihak puskesmas menolak memberi pelayanan mobil ambulans.
Unding mengaku sempat memohon pada petugas setempat agar jasad anaknya diantar dengan ambulans ke kediamannya. Namun, tetap ditolak oleh pihak puskesmas yang malah menyuruhnya mencari sendiri kendaraan pengangkut jenazah.
"Padahal ada empat ambulans terparkir di puskesmas. Alasannya petugas, mobil bukan untuk angkut mayat dan katanya tidak ada petugas sopirnya," kata dia.
Anaknya, kata Unding, dibawanya ke puskesmas pada Senin malam, setelah merasa tidak enak badan. Hanya selang dua jam, Syamsu yang hanya tamatan sekolah dasar dan sempat ikut membantu ekonomi keluarganya sebagai buruh panggul, mengembuskan napas terakhir.
"Anak kami tidak sakit apa-apa. Tahu-tahu mengeluh tidak enak badan, makanya kami bawa ke puskesmas," ujarnya.
Ketua RW 5 Muslimin mengaku pihaknya juga sempat menelepon layanan call centre 24 jam yang merupakan program peduli pemkot. Namun, penolakan yang sama didapatkan pihaknya.
"Kami sempat berdebat karena sepengetahuan kami, layanan call centre 112 itu untuk masyarakat yang sakit maupun mengangkut jenazah. Tapi ditolak, padahal kami siap bayar asal warga kami diangkut," paparnya.
Muslimin mengaku kecewa dengan pelayanan puskesmas maupun call centre yang selama ini digaung-gaungkan pemerintah setempat. Sebab, warga yang butuh layanan tersebut berasal dari keluarga tidak mampu. Pihak puskesmas, katanya, juga sudah meminta maaf pada warga.
"Saya ikut bertanggung jawab atas kejadian ini. Kami harap pemerintah peka dan lebih memperhatikan kebutuhan warganya. Jangan sampai hal yang sama terulang. Petugas-petugas kami harap diberi pencerahan agar mereka bekerja sesuai ketentuan," ujarnya.
Terpisah, Wali Kota Parepare HM Taufan Pawe melalui Kabag Humas dan Protokoler Amarun Agung Hamka menyayangkan sikap puskesmas dan call centre 112. Mestinya, kata dia, pelayanan diberikan penuh kepada warga. Soal transportasi khusus jenazah, juga disiapkan pemkot melalui call centre dan tidak dipungut biaya.
"Masih sementara kita telusuri juga, siapa yang bertugas pada saat kejadian. Jika nanti ditemukan adanya kelalaian dalam menjalankan tugas, tentu akan ada sanksi dari pimpinan SKPD terkait," ujarnya.
Sementara, Kepala Puskesmas Madising na Mario dr Haslinda mengakui ada kekeliruan dari pihaknya dalam pelayanan terhadap pasien yang meninggal. Meski mobil ambulans tidak diperuntukkan bagi jenazah, aturan tersebut bersifat fleksibel ketika dalam keadaan urgen.
"Kami akui itu kesalahan. Meski saat kejadian saya tidak di tempat, tapi tetap menjadi tanggung jawab saya selaku pimpinan."
Kesedihan Unding yang kesehariannya bekerja sebagai buruh panggul di Pelabuhan Ajatappareng kian bertambah, ketika mayat anaknya terpaksa dibawanya pulang dengan menggunakan motor. Dibantu dua kerabatnya, Unding membawa jasad putranya menggunakan motor dengan cara diapit, setelah pihak puskesmas menolak memberi pelayanan mobil ambulans.
Unding mengaku sempat memohon pada petugas setempat agar jasad anaknya diantar dengan ambulans ke kediamannya. Namun, tetap ditolak oleh pihak puskesmas yang malah menyuruhnya mencari sendiri kendaraan pengangkut jenazah.
"Padahal ada empat ambulans terparkir di puskesmas. Alasannya petugas, mobil bukan untuk angkut mayat dan katanya tidak ada petugas sopirnya," kata dia.
Anaknya, kata Unding, dibawanya ke puskesmas pada Senin malam, setelah merasa tidak enak badan. Hanya selang dua jam, Syamsu yang hanya tamatan sekolah dasar dan sempat ikut membantu ekonomi keluarganya sebagai buruh panggul, mengembuskan napas terakhir.
"Anak kami tidak sakit apa-apa. Tahu-tahu mengeluh tidak enak badan, makanya kami bawa ke puskesmas," ujarnya.
Ketua RW 5 Muslimin mengaku pihaknya juga sempat menelepon layanan call centre 24 jam yang merupakan program peduli pemkot. Namun, penolakan yang sama didapatkan pihaknya.
"Kami sempat berdebat karena sepengetahuan kami, layanan call centre 112 itu untuk masyarakat yang sakit maupun mengangkut jenazah. Tapi ditolak, padahal kami siap bayar asal warga kami diangkut," paparnya.
Muslimin mengaku kecewa dengan pelayanan puskesmas maupun call centre yang selama ini digaung-gaungkan pemerintah setempat. Sebab, warga yang butuh layanan tersebut berasal dari keluarga tidak mampu. Pihak puskesmas, katanya, juga sudah meminta maaf pada warga.
"Saya ikut bertanggung jawab atas kejadian ini. Kami harap pemerintah peka dan lebih memperhatikan kebutuhan warganya. Jangan sampai hal yang sama terulang. Petugas-petugas kami harap diberi pencerahan agar mereka bekerja sesuai ketentuan," ujarnya.
Terpisah, Wali Kota Parepare HM Taufan Pawe melalui Kabag Humas dan Protokoler Amarun Agung Hamka menyayangkan sikap puskesmas dan call centre 112. Mestinya, kata dia, pelayanan diberikan penuh kepada warga. Soal transportasi khusus jenazah, juga disiapkan pemkot melalui call centre dan tidak dipungut biaya.
"Masih sementara kita telusuri juga, siapa yang bertugas pada saat kejadian. Jika nanti ditemukan adanya kelalaian dalam menjalankan tugas, tentu akan ada sanksi dari pimpinan SKPD terkait," ujarnya.
Sementara, Kepala Puskesmas Madising na Mario dr Haslinda mengakui ada kekeliruan dari pihaknya dalam pelayanan terhadap pasien yang meninggal. Meski mobil ambulans tidak diperuntukkan bagi jenazah, aturan tersebut bersifat fleksibel ketika dalam keadaan urgen.
"Kami akui itu kesalahan. Meski saat kejadian saya tidak di tempat, tapi tetap menjadi tanggung jawab saya selaku pimpinan."
(zik)