Riwayat Sunan Kudus dan Yerusalem di Tanah Jawa
A
A
A
KUDUS merupakan kota suci umat Islam di Tanah Jawa. Kota ini dibangun oleh seorang ulama besar, imam masjid Kerajaan Islam Demak kelima Jafar Al Sadiq yang lebih dikenal dengan Sunan Kudus.
Dalam babad Jawa dan hikayat Melayu, nama Sunan Kudus pertama muncul saat perang jihad pertama di Jawa yang terjadi antara Kerajaan Islam Demak dengan Kerajaan Hindu Majapahit, pada 1524 dan 1526.
Saat itu, Sunan Kudus mendampingi imam masjid Demak keempat yang tidak lain merupakan ayahnya sendiri, memimpin peperangan melawan Majapahit. Dalam pertempuran sengit itu, ayah Sunan Kudus gugur.
Sunan Kudus kemudian diangkat menjadi imam masjid Demak. Menurut Hikayat Hasanudin, Sunan Kudus adalah imam masjid Demak kelima. Pada 1526 dan 1527, Raja Demak Sultan Trenggana memerintahkan Sunan Kudus menyerang Majapahit.
Serangan itu dipimpin langsung oleh Sunan Kudus dan berakhir dengan kemenangan Kerajaan Demak. Setelah itu, Sunan Kudus kembali dengan aktivitas keagamaannya di masjid Demak, yakni membumikan ajaran agama Islam.
Suatu ketika, Raja Demak meminta Sunan Kudus mendatangi kerajaan kecil yang dipimpin Raja Pengging, di kaki Gunung Merapi. Misi Sunan Kudus saat itu adalah meminta Raja Pengging mengakui kekuasaan Demak dan meninggalkan ajaran Syekh Siti Jenar.
Permintaan Sunan Kudus ini ditolak mentah-mentah. Raja Pengging tetap dengan kepercayaannya. Sunan Kudus merasa terhina permintaannya ditolak. Dia lalu menyuruh pasukannya untuk membunuh sang raja. Bersama wali sembilan, Sunan Kudus kemudian menyidang Syekh Siti Jenar.
Ajaran mistik Syekh Siti Jenar dianggap menyimpang oleh Sunan Kudus dan menyesatkan umat Islam. Sunan Kudus lalu meminta kepada sembilan wali Jawa lainnya untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Syekh Siti Jenar.
Sunan Kudus juga mendakwa dua ulama lainnya, yakni Syekh Jangkung dan Syekh Maulana. Syekh Jangkung dituduh ingin membangun masjid tanpa izin dan Syekh Maulana yang merupakan murid Sunan Gunung Jati, disidang karena bersebrangan paham dengan Sunan Kudus.
Pada 1546, terjadi kegemparan di Kerajaan Demak. Sultan Trenggana tewas dalam perang jihad di Jawa Timur. Selepas kepergian Sultan Trenggana, Kerajaan Islam Demak terpecah ke dalam beberapa fraksi yang ingin merebut takhta kerajaan.
Fraksi pertama dipimpin oleh Sunan Kali Jaga yang mendukung Sunan Prawata sebagai raja dan fraksi kedua di pihak Sunan Kudus yang mendukung Pangeran Jipang menjadi raja. Dalam persaingan perebutan kekuasaan ini, Sunan Prawata tewas dibunuh.
Konon, pembunuhan terhadap Sunan Prawata dilakukan atas perintah dari Sunan Kudus. Meski berhasil menyingkirkan Sunan Prawata, tetapi Pangeran Jipang tidak sempat menikmati singasananya sebagai Raja Demak. Dia keburu tewas dibunuh Jaka Tingkir yang ingin mendirikan Kerajaan Pajang.
Dalam riwayat lain yang periodenya tidak disebutkan, Sultan Trenggana terlibat perselihan dengan Sunan Kudus. Sumber perselisihan adalah penentuan hari pertama puasa di bulan Ramadan. Perselisihan itu membuat Sunan Kudus meninggalkan Demak.
Dari Demak, Sunan Kudus pergi menuju Tajug, tempat kakeknya Kalipah Husain pernah menetap. Di sana, dia mendirikan sebuah kota baru yang diberi nama Kudus, diambil dari kata Quds atau Yerusalem. Sunan Kudus juga membangun masjid yang diberi nama Al Aqsa.
Pendirian kota suci itu tercatat pada 1549. Saat mendirikan kota baru itu, Sunan Kudus memimpikan berdirinya sebuah negara dengan sistem politik yang ideal. Kebebasan politik yang dibangun Sunan Kudus di Yerusalem hanya berlangsung setengah abad saja.
Saat Yerusalam berdiri di Tanah Jawa, Sunan Kudus merasa sangat leluasa dalam menjalankan ajaran-ajarannya. Dalam batu prasasti yang konon dibawa Sunan Kudus dari Yerusalem yang sekarang diletakkan di masjid Al Aqsa, tertulis Sunan Kudus seolah menyamakan dirinya dengan Jafar al Sadiq dari Madinah.
Jafar al Sadiq yang lahir pada 80/699-700 atau 83/702-703 dan meninggal pada 148/765 di Madinah adalah seorang imam terakhir penganut Syiah Imamiyah-Ismailiyah yang namanya sangat tersohor.
Bagi pengikut Syiah, dia adalah imam keenam. Sedangkan bagi pengikut Ismailiyah, dia adalah imam yang kelima. Kebanyakan pengikut Syiah menganggapnya sebagai imam yang tertinggi dan ahli fikih. Tetapi dia juga sangat dihormati oleh pengikut Sunni.
Kesamaan nama yang dipilih Sunan Kudus terhadap tokoh Syiah itu membuatnya kerap dihubung-hubungkan sebagai pengikut ajaran itu. Dalam upacara Buka Luwur misalnya, Sunan Kudus kerap dikait-kaitkan dengan pengikut Syiah.
Buka Luwur adalah suatu upacara penggantian tirai makam yang disaksikan banyak peziarah dan diselenggarakan setiap 10 Muharam. Upacara ini kerap dikait-kaitkan dengan wafatnya Husayn di Karbala yang ramai dirayakan kaum Syiah.
Namun, 10 Muharam bukan hanya penting bagi kaum Syiah. Di kalangan Sunni, tanggal itu dipilih untuk sementara oleh Nabi Muhammad sebagai saat puasa hari kesepuluh yang terinspirasi oleh adat kebiasaan Yahudi.
Demikian perdebatan itu berlangsung cukup hangat. Meski sifat Syiah pada ajaran Sunan Kudus cukup terasa, bukan berarti Sunan Kudus pengikut ajaran itu. Dalam batu prasasti yang dibawanya dari Yerusalem, disebut bahwa Sunan Kudus adalah pengikut Sunni yang taat.
Polemik lain yang menyertai Sunan Kudus seperti yang tertulis dalam prasastinya saat membangun Yerusalem dengan masjidnya Al Aqsa lainnya adalah anggapan dia menyamakan dirinya dengan Nabi Daud, Raja Yahudi dari Yerusalem.
Padahal, hampir semua ulama besar pada masa awal-awal penyebaran agama Islam di Nusantara menganggap dirinya sebagai wali Allah yang mengikuti jejak para nabi dalam membumikan ajaran agama Islam di dunia.
Dengan menyamakan diri sebagai pewaris Nabi Daud dan anaknya Nabi Sulaeman, Sunan Kudus ingin mengikuti jejak mereka dalam menyatukan umat beragama di Jawa dan Nusantara sebelum kedatangan Islam untuk masuk ke dalam ajaran agama Islam.
Dipilihnya Tajug sebagai Kudus karena wilayah sudah terkenal sebagai kota suci bagi umat Hindu. Dengan digantinya Tajug menjadi Al Quds dan dibangunnya masjid Al Aqsa dinilai sebagai bentuk peng-Islaman daerah itu oleh Sunan Kudus.
Kini, Kota Yerusalem dengan masjidnya Al Aqsa yang didirikan Sunan Kudus sudah mulai dilupakan orang. Masyarakat lebih mengenal Kudus saat ini sebagai kota penghasil kretek, karena banyaknya pabrik rokok kretek di daerah itu.
Tidak hanya kota suci yang dibangunnya yang mulai dilupakan. Sejarah Sunan Kudus juga mulai dibiaskan. Tidak ada catatan sejarah mengenai Sunan Kudus yang seragam. Cerita babab Jawa dan hikayat Melayu tentang pribadinya pun tidak jarang saling bertabrakan.
Dalam salah satu sumber disebutkan, Sunan Kudus bernama asli Raden Amir Haji. Sedangkan Jafar al Sadiq adalah panggilannya. Namun sumber lain menyebut nama kecil Sunan Kudus adalah Jafar dan al Sadiq adalah gelarnya, sebelum menjadi Sunan Kudus.
Begitupun dengan ayahnya. Ada sumber yang menyebut ayah Sunan Kudus adalah Raden Usman Haji atau Sunan Ngudung yang tidak termasuk wali sembilan Jawa. Tetapi ada juga yang mengatakan nama ayahnya adalah Rahmatullah, imam masjid Demak keempat.
Hal yang sama dengan waktu kematiannya. Sampai saat ini, tidak ada yang mengetahui kapan pastinya Sunan Kudus meninggal. Masyarakat hanya mengetahui bahwa makam Sunan Kudus berada di masjid Al Aqsa yang didirikannya, pada 956 Masehi atau tahun 1549.
Sampai di sini ulasan singkat Riwayat Sunan Kudus dan Yerusalem di Tanah Jawa diakhiri. Semoga memberikan manfaat bagi para pembaca.
Sumber Tulisan
*Claude Guillot & Ludvik Kalus, Inskripsi Islam Tertua di Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia, Cetakan Kedua, November 2011.
*Henri Chambert-Loir & Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam, Serambi, Jakarta 2007.
*MC Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, PT Serambi Ilmu Semesta, Cetakan I, November 2008.
*Ahmad Jelani Halimi, Sejarah dan Tamadun Bangsa Melayu, Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, Terbitan Pertama 2008.
*Dr Nur Syam, Islam Pesisir, LKiS, Cetakan I, Februari 2005.
Dalam babad Jawa dan hikayat Melayu, nama Sunan Kudus pertama muncul saat perang jihad pertama di Jawa yang terjadi antara Kerajaan Islam Demak dengan Kerajaan Hindu Majapahit, pada 1524 dan 1526.
Saat itu, Sunan Kudus mendampingi imam masjid Demak keempat yang tidak lain merupakan ayahnya sendiri, memimpin peperangan melawan Majapahit. Dalam pertempuran sengit itu, ayah Sunan Kudus gugur.
Sunan Kudus kemudian diangkat menjadi imam masjid Demak. Menurut Hikayat Hasanudin, Sunan Kudus adalah imam masjid Demak kelima. Pada 1526 dan 1527, Raja Demak Sultan Trenggana memerintahkan Sunan Kudus menyerang Majapahit.
Serangan itu dipimpin langsung oleh Sunan Kudus dan berakhir dengan kemenangan Kerajaan Demak. Setelah itu, Sunan Kudus kembali dengan aktivitas keagamaannya di masjid Demak, yakni membumikan ajaran agama Islam.
Suatu ketika, Raja Demak meminta Sunan Kudus mendatangi kerajaan kecil yang dipimpin Raja Pengging, di kaki Gunung Merapi. Misi Sunan Kudus saat itu adalah meminta Raja Pengging mengakui kekuasaan Demak dan meninggalkan ajaran Syekh Siti Jenar.
Permintaan Sunan Kudus ini ditolak mentah-mentah. Raja Pengging tetap dengan kepercayaannya. Sunan Kudus merasa terhina permintaannya ditolak. Dia lalu menyuruh pasukannya untuk membunuh sang raja. Bersama wali sembilan, Sunan Kudus kemudian menyidang Syekh Siti Jenar.
Ajaran mistik Syekh Siti Jenar dianggap menyimpang oleh Sunan Kudus dan menyesatkan umat Islam. Sunan Kudus lalu meminta kepada sembilan wali Jawa lainnya untuk menjatuhkan hukuman mati kepada Syekh Siti Jenar.
Sunan Kudus juga mendakwa dua ulama lainnya, yakni Syekh Jangkung dan Syekh Maulana. Syekh Jangkung dituduh ingin membangun masjid tanpa izin dan Syekh Maulana yang merupakan murid Sunan Gunung Jati, disidang karena bersebrangan paham dengan Sunan Kudus.
Pada 1546, terjadi kegemparan di Kerajaan Demak. Sultan Trenggana tewas dalam perang jihad di Jawa Timur. Selepas kepergian Sultan Trenggana, Kerajaan Islam Demak terpecah ke dalam beberapa fraksi yang ingin merebut takhta kerajaan.
Fraksi pertama dipimpin oleh Sunan Kali Jaga yang mendukung Sunan Prawata sebagai raja dan fraksi kedua di pihak Sunan Kudus yang mendukung Pangeran Jipang menjadi raja. Dalam persaingan perebutan kekuasaan ini, Sunan Prawata tewas dibunuh.
Konon, pembunuhan terhadap Sunan Prawata dilakukan atas perintah dari Sunan Kudus. Meski berhasil menyingkirkan Sunan Prawata, tetapi Pangeran Jipang tidak sempat menikmati singasananya sebagai Raja Demak. Dia keburu tewas dibunuh Jaka Tingkir yang ingin mendirikan Kerajaan Pajang.
Dalam riwayat lain yang periodenya tidak disebutkan, Sultan Trenggana terlibat perselihan dengan Sunan Kudus. Sumber perselisihan adalah penentuan hari pertama puasa di bulan Ramadan. Perselisihan itu membuat Sunan Kudus meninggalkan Demak.
Dari Demak, Sunan Kudus pergi menuju Tajug, tempat kakeknya Kalipah Husain pernah menetap. Di sana, dia mendirikan sebuah kota baru yang diberi nama Kudus, diambil dari kata Quds atau Yerusalem. Sunan Kudus juga membangun masjid yang diberi nama Al Aqsa.
Pendirian kota suci itu tercatat pada 1549. Saat mendirikan kota baru itu, Sunan Kudus memimpikan berdirinya sebuah negara dengan sistem politik yang ideal. Kebebasan politik yang dibangun Sunan Kudus di Yerusalem hanya berlangsung setengah abad saja.
Saat Yerusalam berdiri di Tanah Jawa, Sunan Kudus merasa sangat leluasa dalam menjalankan ajaran-ajarannya. Dalam batu prasasti yang konon dibawa Sunan Kudus dari Yerusalem yang sekarang diletakkan di masjid Al Aqsa, tertulis Sunan Kudus seolah menyamakan dirinya dengan Jafar al Sadiq dari Madinah.
Jafar al Sadiq yang lahir pada 80/699-700 atau 83/702-703 dan meninggal pada 148/765 di Madinah adalah seorang imam terakhir penganut Syiah Imamiyah-Ismailiyah yang namanya sangat tersohor.
Bagi pengikut Syiah, dia adalah imam keenam. Sedangkan bagi pengikut Ismailiyah, dia adalah imam yang kelima. Kebanyakan pengikut Syiah menganggapnya sebagai imam yang tertinggi dan ahli fikih. Tetapi dia juga sangat dihormati oleh pengikut Sunni.
Kesamaan nama yang dipilih Sunan Kudus terhadap tokoh Syiah itu membuatnya kerap dihubung-hubungkan sebagai pengikut ajaran itu. Dalam upacara Buka Luwur misalnya, Sunan Kudus kerap dikait-kaitkan dengan pengikut Syiah.
Buka Luwur adalah suatu upacara penggantian tirai makam yang disaksikan banyak peziarah dan diselenggarakan setiap 10 Muharam. Upacara ini kerap dikait-kaitkan dengan wafatnya Husayn di Karbala yang ramai dirayakan kaum Syiah.
Namun, 10 Muharam bukan hanya penting bagi kaum Syiah. Di kalangan Sunni, tanggal itu dipilih untuk sementara oleh Nabi Muhammad sebagai saat puasa hari kesepuluh yang terinspirasi oleh adat kebiasaan Yahudi.
Demikian perdebatan itu berlangsung cukup hangat. Meski sifat Syiah pada ajaran Sunan Kudus cukup terasa, bukan berarti Sunan Kudus pengikut ajaran itu. Dalam batu prasasti yang dibawanya dari Yerusalem, disebut bahwa Sunan Kudus adalah pengikut Sunni yang taat.
Polemik lain yang menyertai Sunan Kudus seperti yang tertulis dalam prasastinya saat membangun Yerusalem dengan masjidnya Al Aqsa lainnya adalah anggapan dia menyamakan dirinya dengan Nabi Daud, Raja Yahudi dari Yerusalem.
Padahal, hampir semua ulama besar pada masa awal-awal penyebaran agama Islam di Nusantara menganggap dirinya sebagai wali Allah yang mengikuti jejak para nabi dalam membumikan ajaran agama Islam di dunia.
Dengan menyamakan diri sebagai pewaris Nabi Daud dan anaknya Nabi Sulaeman, Sunan Kudus ingin mengikuti jejak mereka dalam menyatukan umat beragama di Jawa dan Nusantara sebelum kedatangan Islam untuk masuk ke dalam ajaran agama Islam.
Dipilihnya Tajug sebagai Kudus karena wilayah sudah terkenal sebagai kota suci bagi umat Hindu. Dengan digantinya Tajug menjadi Al Quds dan dibangunnya masjid Al Aqsa dinilai sebagai bentuk peng-Islaman daerah itu oleh Sunan Kudus.
Kini, Kota Yerusalem dengan masjidnya Al Aqsa yang didirikan Sunan Kudus sudah mulai dilupakan orang. Masyarakat lebih mengenal Kudus saat ini sebagai kota penghasil kretek, karena banyaknya pabrik rokok kretek di daerah itu.
Tidak hanya kota suci yang dibangunnya yang mulai dilupakan. Sejarah Sunan Kudus juga mulai dibiaskan. Tidak ada catatan sejarah mengenai Sunan Kudus yang seragam. Cerita babab Jawa dan hikayat Melayu tentang pribadinya pun tidak jarang saling bertabrakan.
Dalam salah satu sumber disebutkan, Sunan Kudus bernama asli Raden Amir Haji. Sedangkan Jafar al Sadiq adalah panggilannya. Namun sumber lain menyebut nama kecil Sunan Kudus adalah Jafar dan al Sadiq adalah gelarnya, sebelum menjadi Sunan Kudus.
Begitupun dengan ayahnya. Ada sumber yang menyebut ayah Sunan Kudus adalah Raden Usman Haji atau Sunan Ngudung yang tidak termasuk wali sembilan Jawa. Tetapi ada juga yang mengatakan nama ayahnya adalah Rahmatullah, imam masjid Demak keempat.
Hal yang sama dengan waktu kematiannya. Sampai saat ini, tidak ada yang mengetahui kapan pastinya Sunan Kudus meninggal. Masyarakat hanya mengetahui bahwa makam Sunan Kudus berada di masjid Al Aqsa yang didirikannya, pada 956 Masehi atau tahun 1549.
Sampai di sini ulasan singkat Riwayat Sunan Kudus dan Yerusalem di Tanah Jawa diakhiri. Semoga memberikan manfaat bagi para pembaca.
Sumber Tulisan
*Claude Guillot & Ludvik Kalus, Inskripsi Islam Tertua di Indonesia, Kepustakaan Populer Gramedia, Cetakan Kedua, November 2011.
*Henri Chambert-Loir & Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam, Serambi, Jakarta 2007.
*MC Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, PT Serambi Ilmu Semesta, Cetakan I, November 2008.
*Ahmad Jelani Halimi, Sejarah dan Tamadun Bangsa Melayu, Utusan Publications & Distributors Sdn Bhd, Terbitan Pertama 2008.
*Dr Nur Syam, Islam Pesisir, LKiS, Cetakan I, Februari 2005.
(san)