Pulau Run, Kepulauan Banda yang Ditukar New York

Minggu, 03 April 2016 - 05:05 WIB
Pulau Run, Kepulauan...
Pulau Run, Kepulauan Banda yang Ditukar New York
A A A
KEPULAUAN BANDA merupakan gugusan pulau yang terdiri dari enam kepulauan kecil. Demikian kecilnya pulau-pulau itu, jika dilihat dari peta Indonesia, maka yang akan terlihat hanya titik-titik kecil saja.

Namun, siapa sangka jika pulau yang sangat kecil itu pernah memainkan peran yang sangat penting pada masa kolonial sebagai penghasil buah pala dan fuli yang dikenal dunia sebagai buah emas.

Gugusan Kepulauan Banda yang terkenal itu adalah Neira atau Banda Neira, Lonthor atau Banda Besar, Run, Ai, Rozengain, dan Gunung Api. Seluruh kepulauan ini bagian dari Kepulauan Maluku, Nusantara.

Pulau-pulau ini dikelilingi batu-batu besar dan karang yang menonjol di permukaan laut. Luas pulau mencapai 40 mil persegi jika laut pasang, dan jumlah penduduknya sebanyak 15.000 jiwa, pada abad ke-16.

Untuk mencapai kepulauan ini, pedagang rempah-rempah dan pelaut Eropa harus mengarungi ganasnya Samudera Hindia dan pantai barat Afrika, terus menuju Asia Tengah, dan baru ke Kerajaan Romawi.

Mereka juga bisa menempuh perjalanan lewat darat dengan melalui Benua Asia, lalu ke Asia Tengah, dan ke Kerajaan Romawi. Meski jauh dan berbahaya, para pedagang dan pelaut ini saling berlomba.

Hasrat orang-orang Eropa ini adalah untuk menguasai perdagangan buah pala dan fuli di Kepulauan Banda. Dalam perebutan kekuasaan itu, sesama bangsa Eropa rela saling membunuh satu dengan yang lain.

Bahkan Belanda rela memberikan wilayah koloni atau jajahan mereka di Pulau Manhattan, daerah muara Sungai Hudson, Amerika bagian utara, yang oleh Belanda diberi nama Nieuw Amsterdam.

Setelah berada di tangan Inggris, Nieuw Amsterdam yang sebelumnya hanya berisi katak diganti menjadi New York. Sejak pertengahan abad ke-19, wajah New York telah sangat berubah dari sebelumnya.

Pembangunan kepulauan itu berlangsung sangat cepat. Dalam seketika, rawa-rawa berubah menjadi hutan beton dan gedung pencakar langit. Kepulauan kering itu pun kini disebut-sebut sebagai Ibu Kota Dunia.

Sementara Kepulauan Banda yang dijajah Belanda, sampai saat ini tetap menjadi gugusan pulau kecil yang ketinggalan jauh dari New York. Bahkan, kepulauan itu sudah mulai dilupakan oleh banyak orang.

Buah Emas yang Turun dari Langit

Buah pala dan fuli di Kepulauan Banda dikenal sebagai buah emas yang turun dari langit. Pada awalnya, buah ini merupakan karunia ilahi. Tetapi setelah datang bangsa Eropa, karunia itu menjadi bencana.

Buah pala yang harum mewangi, lantas menjadi bau anyir darah akibat perang bangsa Eropa. Rakyat Banda banyak yang menjadi korbannya. Kepala mereka dipenggal dan bumi mereka dihanguskan.

Sejarah kelam Kepulauan Banda sejalan dengan cerita rakyat tentang asal muasal pohon pala yang sangat tragis. Dikisahkan, ada seorang raja tersohor di Pulau Banda Besar yang namanya Mata Guna.

Raja ini memiliki seorang permaisuri yang bernama Putri Delima. Mereka hidup bahagia dan dikarunia empat orang putra dan seorang putri cantik rupawan, serta baik hatinya bernama Putri Ceilo Bintang.

Suatu hari, keluarga kerajaan ingin pergi mengarungi laut, mencari tempat tinggal dan pusat kerajaan yang baru. Tempat itu adalah Lonthoir, di Pulau Banda Besar.

Saat anggota keluarga yang lain melaut, Ceilo Bintang tinggal di rumah. Suatu ketika, saat empat kakak Ceilo Bintang melaut, mereka terkena angin ribut dan hilang tenggelam tergulung ombak.

Putri Ceilo Bintang merasa sangat sedih dengan peristiwa itu. Dia menjadi sering menangis sendiri di kaki bukit. Dikisahkan, air mata sang putri yang keluar tiada henti dan lama kelamaan menjadi telaga.

Kesedihan sang putri yang ditinggal empat kakaknya pun terdengar ke seantero negeri, hingga banyak yang ingin datang melihatnya. Lama kelamaan, orang yang datang melihat membuat perkampungan.

Perkampungan pertama dikenal sebagai Tanjung Jawa, karena banyak berisi orang-orang Jawa dan perkampungan kedua dinamakan Tanjung Timur atau Tanjong Timor, karena isinya orang-orang timur.

Beberapa tahun kemudian, keempat putra raja, kakak-kakak Putri Ceilo Bintang pulang ke istana. Kedatangan mereka sangat menyenangkan sang putri, baginda dan permaisurinya. Mereka lalu berpesta.

Saat pesta diadakan, datang utusan Raja Jawa untuk meminang Putri Ceilo Bintang yang semakin cantik. Tetapi dengan halus lamaran itu ditolaknya. Kemudian, datang pula utusan Kerajaan Timur melamar.

Lamaran kedua ini akhirnya diterima, tapi dengan syarat, sang pangeran harus membawa pohon pala yang dikeluarkan dari persemaian sebanyak 1.000 batang. Syarat pun diterima dengan senang hati.

Raja Timur yang menerima syarat itu tidak ingin mengecewakan sang putri. Dia pun bertitah ke rakyatnya untuk menyemai biji pala sejumlah yang dipinta dan berhasil. Ribuan bibit pohon pala pun dikirim.

Namun tragis, saat dalam perjalanan ke Kerajaan Banda Besar, di Pulau Lonthoir, rombongan Raja Mahkota Kerajaan Timur dikhianati. Putra mahkota tewas dibunuh dan para pembunuhnya pun tewas.

Kekacauan yang menewaskan semua rombongan ini terdengar oleh Putri Ceilo Bintang. Pertempuran itu terjadi di Laut Mati, Kepulauan Banda Besar. Pohon pala yang dibawa tumbuh di pulau itu.

Karena berasal dari biji pilihan, pohon pala tumbuh subur. Pohon itu berbuah kuning keemasan, sebesar kepalan tangan bocah berusia dua tahun. Saat masak, wangi buah emas itu tersebar ke penjuru dunia.

Biji dan fulinya kemudian diolah menjadi minyak yang harum dan berkhasiat. Kelak, khasiat dari minyak biji pala inilah yang tersebar ke seluruh dunia, mulai dari Cina, Jawa, Bugis, Malaka, hingga negeri Arab.

Meski bahagia melihat pohon pala tumbuh subur, Putri Ceilo Bintang sebenarnya sedang bersusah hati, lantaran kekasihnya Pangeran Timur tewas dibunuh. Kabar ini dengan cepat tersebar ke Pulau Jawa.

Raja Jawa yang lamarannya pernah ditolak Putri Ceilo kembali datang untuk melamar sang putri. Lamaran yang kedua ini diterima. Pesta pernikahan pun digelar dengan suka cita oleh rakyat Banda.

Selesai pesta pernikahan, sang putri langsung diboyong ke Tanah Jawa dan tidak pernah kembali ke Banda. Hal ini membuat sedih sang raja dan permaisuri, beserta keluarga dan rakyat Banda.

Jika sedang kangen dengan Putri Ceilo, sang raja dan permaisuri, serta rakyat Banda akan melihat pohon pala. Raja Jawa yang menikahi Putri Ceilo Bintang adalah pemimpin Kerajaan Majapahit.

Perjalanan ke Negeri Dongeng

Khasiat buah pala dan fuli yang lebih dulu dikenal orang Cina dan Arab, sampai juga ke telinga orang Eropa. Pada abad ke-17, buah pala sangat populer di kalangan para pedagang rempah-rempah Eropa.

Di Inggris, buah pala bahkan diklaim satu-satunya obat yang bisa menyembuhkan penyakit sampar yang sedang mewabah di Eropa. Gejala awal penyakit ini adalah pilek dan berakhir dengan kematian tragis.

Buah pala sampai ke Eropa melalui para pedagang Melayu, Cina dan Arab. Mereka mendapat buah pala langsung dari tempat asalnya dengan harga yang sangat murah, di Kepulauan Banda, Maluku, Nusantara.

Pertama-tama, buah pala diangkut dalam kapal menuju Teluk Persia, lalu dibawa ke Laut Tengah. Setelah itu, buah pala didistribusikan ke Konstantinopel, Genoa atau Venesia, baru ke seluruh Eropa.

Bangsa Inggris biasa membeli buah pala dari Venesia dengan harga yang sangat mahal. Tingginya harga buah pala yang bagaikan emas, menarik minat bangsa-bangsa Eropa mencari daerah asalnya.

Tidak adanya gambaran pasti mengenai Kepulauan Banda, membuat daerah itu bagaikan negeri dongeng. Yang mana berbagai cerita menyeramkan dan penuh keajaiban selalu menyertai di dalamnya.

Bangsa Eropa pertama yang membuka jalan ke Nusantara mencari buah pala adalah Portugis. Pelayaran dimulai dengan mengarungi Tanjung Harapan, Samudera Pasifik dan penaklukkan Malaka.

Penaklukkan Malaka oleh Portugis tahun 1511, membuka jalan ke Nusantara. Bangsa Eropa selanjutnya yang melakukan pelayaran mencari buah pala adalah Belanda pada 1599, disusul Inggris 1901.

Setelah menakluklan Malaka, para pelaut Portugis kembali melanjutkan pelayaran. Kali ini mereka melewati laut Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, dan Ambon. Lalu sampai di Kepulauan Maluku, pada 1512.

Saat itu, Kepulauan Maluku hanya meliputi wilayah Ternate dan Tidore. Namun berkembang menjadi seluruh kepulauan penghasil rempah-rempah disekitarnya yang meliputi gugusan Kepulauan Banda.

Selama berada di Maluku, yang menjadi perhatian utama Portugis adalah Ternate dan Tidore, bukan Kepulauan Banda. Sebaliknya, Belanda sangat fokus dengan perdagangan pala di Kepulauan Banda.

Para pelaut dan pedagang Belanda sampai di Kepulauan Banda, pada 1599. Mereka mendarat di Pulau Lonthor, pada Senin 15 Maret 1599. Dua tahun kemudian, pada 1601, orang Inggris sampai di Pulau Run.

Pulau Run berada 10 mil di sebelah barat Neira yang telah dikuasai Belanda. Pulau ini sengaja di lepas oleh Belanda, Portugis dan Asia, karena tidak bisa dimasuki kapal-kapal dari timur selama angin darat.

Selain Pulau Run, bangsa Inggris juga menguasai Pulau Ai. Di kedua pulau inilah, bangsa Inggris mendirikan perkampungan yang sedikit orangnya itu dan berhasil mengibarkan bendera mereka union jack.

Harga Buah Pala Kepulauan Banda

Kedatangan bangsa Belanda di Kepulauan Banda sejak awal untuk menguasai dan memonopoli seluruh perdagangan buah pala dan fuli. Namun, langkah mereka terganjal dengan hadirnya bangsa Inggris.

Belanda tidak mau berbagi dengan Inggris. Seluruh Kepulauan Banda, termasuk yang dikuasai Inggris, yakni Pulau Run dan Ai, diklaim sebagai miliknya sendiri saja. Hal ini kontan membuat pihak Inggris berang.

Perang kolonial antara bangsa Inggris dan Belanda pun terjadi di Kepulauan Banda. Saling bunuh antarakedua bangsa Eropa ini pun terjadi. Dalam peristiwa itu, rakyat Banda tidak hanya menjadi penonton.

Pada daerah yang dikuasai Inggris, orang Banda ikut berperang melawan Belanda. Begitupun pada daerah-daerah yang orang Belanda, rakyat Banda yang tidak suka dengan Belanda ikut menyerang mereka.

Bangsa Inggris yang dikenal lebih royal, karena mau membeli buah pala dan fuli dari rakyat Banda dengan harga lebih mahal dari yang dibeli Belanda, membuat hubungan kedua bangsa itu terjalin baik.

Pihak Belanda yang melihat peristiwa itu, menganggap orang Banda berkhianat dengan hak monopoli menjual buah pala dan fuli yang diteken antara pihak Belanda dan orang-orang kaya di kepulauan itu.

Apalagi, sejak hak monopoli itu diberlakukan pada 1902, orang Inggris tetap mudah mendapatkan pasokan buah pala dan fuli dari rakyat Banda yang telah menaruh kepercayaan kepada mereka.

Perselisihan ini berlangsung cukup lama, sejak berkibarnya bendera union jack di Pulau Run dan Pulau Ai. Puncaknya terjadi pada 1667. Kedua bangsa ini menyepakati Perjanjian Breda tentang daerah koloni.

Dalam perjanjian itu, Belanda ingin Inggris tidak mencampuri monopoli perdagangan pala dan fuli mereka, di Kepulauan Banda dan menyerahkan hak perdagangan Pulau Run dan Pulau Ai kepada mereka.

Sebagai gantinya, Belanda menyerahkan koloni mereka di Nieuw Amsterdam, termasuk Pulau Manhattan yang hanya berisi rawa-rawa kepada Inggris. Oleh Inggris, daerah koloni baru itu diganti namanya menjadi New York.

Harga buah emas dari Kepulauan Banda dengan New York dianggap setimpal pada masa itu. Di tangan Inggris, New York tumbuh menjadi daerah terpenting dunia dan disebut-sebut sebagai Ibu Kota Dunia.

Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi diakhiri, semoga memberikan manfaat kepada pembaca.

Sumber tulisan
*Willard A Hanna, Kepulauan Banda, Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala, PT Gramedia, Cetakan Pertama, Jakarta 1983.
*Mochtar Lubis, Kata Pengantar dalam Willard A Hanna, Kepulauan Banda, Kolonialisme dan Akibatnya di Kepulauan Pala, PT Gramedia, Cetakan Pertama, Jakarta 1983.
*Des Alwi, Banda Neira Adalah Segalanya, dikutip dalam Des Alwi, Pertempuran Surabaya November 1945, PT Bhuana Ilmu Populer, Cetakan Pertama, Jakarta 2012.
*Hanna Rambe, Mirah dari Banda, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta 2010.
*Giles Milton, Pulau Run, Magnet Rempah-rempah Nusantara yang Ditukar dengan Manhattan, PT Pustaka Alvabet, Cetakan Pertama, Juni 2015.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1167 seconds (0.1#10.140)