Perjuangan Andi Mappanyukki Melawan Belanda

Sabtu, 02 April 2016 - 05:00 WIB
Perjuangan Andi Mappanyukki Melawan Belanda
Perjuangan Andi Mappanyukki Melawan Belanda
A A A
"Aku tidak buta dengan mentega, dan mulut saya tidak dapat ditutup dengan roti, dan tidak bisa saya menjadi licin dengan susu," kata Andi Mappanyukki, dikutip surat kabar Kebenaran di Makassar.

Ucapan Andi Mappanyukki yang dikutip Kebenaran itu menyebabkan surat kabar itu hanya sekali terbit, sebab langsung dibreidel Pemerintah Belanda.

Siapa Andi Mappanyukki? Dia adalah salah satu tokoh pejuang dari Sulawesi Selatan. Dia lahir di Jongaya, Sulsel, pada tahun 1885.

Dia adalah putra dari Raja Gowa XXXIV yaitu I Makkulau Daeng Serang Karaengta Lembang Parang Sultan Husain Tu Ilang ri Bundu’na (Somba Ilang) dan I Cella We'tenripadang Arung Alita.

Saat berusia 16 tahun, Andi Mappanyukki diangkat menjadi Datu Suppa. Pada usia 20 tahun, yakni sekitar 1905, dia dipercaya menjadi perwira Kerajaan Gowa yang bertugas mempertahankan terpenting kerajaan yang terletak di Gunung Sari.

Dia memimpin pasukan Gowa dalam peperangan yang tidak seimbang di medan perang yang dikuasainya. Untuk menyiasati kelemahan tersebut, Andi Mappanyuki melakukan taktik gerilya.

Dalam satu pertempuran, pasukan Gubernur Jenderal Belanda Kroesen menggempur pasukan pimpinan Andi Mappanyukki yang mengakibatkan 23 orang pasukannya gugur.

Pada 25 Desember 1905, pasukan Andi Mappanyukki melakukan serangan balik dan berhasil menangkap pimpinan pasukan Belanda Vande Kroll yang kemudian ditembak mati.

Pasukan Belanda mengejar Raja Gowa I Makkulau. Saat dalam keadaan terdesak, I Makkulau terjatuh ke jurang dan menemui ajalnya. Kematian ayahnya membuat Andi Mappanyukki masuk hutan untuk melakukan perlawanan. Belanda melakukan segala upaya untuk menangkap Andi Mappanyuki. Tapi, usaha itu selalu gagal.

Pemerintah Hindia Belanda lalu mengirim utusan La Parenrengi Karaeng Tinggimae. Dia diberi tugas membujuk Andi Mappanyukki agar bersedia melakukan perundingan dan mengakhiri perang. Tawaran yang diberikan Belanda, Gowa akan dijadikan sekutu terhormat.

Tawaran tersebut tidak mengubah pendirian Andi Mappanyukki. Dia pun ditawan dan dimasukkan penjara bersama beberapa orang pasukannya.

Pemerintah Hindia Belanda tidak berhasil meredam perlawanan yang dilakukan rakyat Gowa. Bahkan, pengikut Andi banyak yang masuk hutan dan melakukan perlawanan.

Kecintaan rakyat terhadap Andi Mappanyukki membuat Pemerintah Belanda gagal memikat hati rakyat. Pada tahun 1909, Gubernur Jenderal Sulawesi AJ. Baron De Quarles membebaskan Andi Mappanyuki dan pada tahun 1910 beliau dibujuk menerima tawaran untuk jabatan Regent (Bupati) Gowa Barat dengan gaji 400 gulden. Namun, tawaran tersebut ditolak karena dianggap penghinaan bagi diri dan rakyatnya.

Pada 2 April 1931, melalui Sidang Ade Pitue dilakukan musyawarah dan mufakat dan memilih Andi Mappanyukki sebagai Raja Bone XXXII dengan gelar Sultan Ibrahim.

Ketika dilantik, beliau bernama La Mappanyukki (Bugis) atau I Mappanyukki (Makassar) dan diberi gelar Datue Ri Silaja, karena pernah dibuang Belanda ke Pulau Selayar pada tahun 1907 saat berperang bersama ayah, paman, dan saudaranya melawan Belanda (1905-1907).

Namun, karena menolak bekerja sama dengan Belanda, dia dicopot sebagai Raja Bone, kemudian diasingkan selama 3,5 tahun di Rantepao, Tana Toraja.

Saat nasionalisme merebak di Sulsel, di mana-mana muncul perlawanan untuk membebaskan diri dari kekuasaan Belanda. Pada 1942, dia harus menyerahkan kekuasaannya ke penjajahan Jepang.

Awalnya, propaganda Jepang berhasil menarik simpatik penduduk untuk mendukung kehadiran mereka. Tahun 1943 terjadi peristiwa Unra di Desa Unra, Kecamatan Awangpone Distrik Jeling.

Peristiwa ini dikenal dengan pemberontakan rakyat Unra karena akumulasi ketidakpuasan rakyat atas kewajiban mengumpulkan padi secara paksa. Rakyat kemudian melakukan perlawanan di bawah pimpinan Haji Temmale.

Saat Jepang ingin mengambil tindakan yang lebih keras untuk mengatasi amukan rakyat Unra, Raja Bone turun tangan. Wibawa dan karisma Andi Mappanyuki meredakan amukan rakyat.

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 mendapat dukungan kerajaan-kerajaan di Sulawesi Selatan. Raja-raja pada wilayah itu seperti di Jongaya menyatakan mendukung proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 1 Desember 1945 diadakan pertemuan di Watampone yang dihadiri oleh raja-raja Sulawesi Selatan, di antaranya Andi Mappanyukki, Raja Gowa Andi Manggin Manggi, Andi Djemma, Andi Mangkona, Andi Wana, dan lain-lain.

Pihak Sekutu diwakili Mayor J. Herman, Mayor Dr. Liom Cachief dan Kapten LA. Emmanuel. Andi Mappayukki beserta seluruh raja yang hadir berikrar berada di belakang Republik Indonesia hasil proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 .

Sekutu dengan NICA mengeluarkan pengumuman untuk mengintimidasi rakyat Bone, namun pengumuman itu tidak menjadikan rakyat Bone takut.
Belanda memainkan berbagai tipu daya untuk mewujudkan keinginannya. NICA mendekati kelompok bangsawan tinggi Kerajaan Bone yaitu Andi Pabenteng dengan dijadikan sebagai Komisaris Polisi Tingkat I.

Keadaan ini membuat kekuatan Bone terpecah. Upaya mengajak Andi Mappanyukki bergabung bersama Belanda gagal. Pemerintah Hindia Belanda memutuskan menangkap Andi Mappanyuki.

Sikap tegas dan pendirian yang kokoh Andi Mappanyukki ternyata berpengaruh terhadap masyarakat. Pada November 1946, Andi Mappanyukki ditangkap oleh Polisi Militer Belanda di rumahnya di Jongaya.

Pada perang kemerdekaan 1945-1950, Andi Mappanyukki memberikan pengorbanan jiwa raga dan harta benda dengan memimpin organisasi perjuangan kemerdekaan nasional Sumber Daya Rakyat, ada juga yang menulis Sumber Darah Rakyat, untuk menentang Belanda yang kembali menjajah.

Dengan kegigihannya itu, akhirnya Andi Mappanyukki berhasil membuka lembaran baru bagi bangsa Indonesia, khususnya rakyat Sulsel.

Andi Mappanyukki wafat pada tanggal 18 April 1967 di Jongaya, tempat kelahirannya. Dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) di Panaikang, dengan upacara kenegaraan. Dia mendapat gelar lengkap Haji Andi Mappanyukki Sultan Matinrowe ri Jongaya.

Berkat perjuangan dan jasa-jasanya kepada bangsa dan negara, Andi Mappanyukki dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 10 November 2004. Hal ini berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 089/TK/TH 2004 tanggal 5 November 2004.

Sumber:
1. pahlawancenter.com
2. melayuonline.com
3. Buku Jejak-Jejak Pengasingan Para Tokoh Bangsa, penulis A Faidi, penerbit Saufa.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4498 seconds (0.1#10.140)