Jamaah Dibubarkan Warga, Ahmadiyah Jatim Datangi Tulungagung
A
A
A
TULUNGAGUNG - Pengurus Jamaah Ahmadiyah Provinsi Jawa Timur (Jatim) mempersoalkan proses pelarangan aktivitas di Masjid Ahmadiyah Desa Gempolan, Kecamatan Pakel, Tulungagung.
Mereka curiga proses penandatanganan pernyataan pengurus Ahmadiyah Tulungagung yang tidak lagi beraktivitas di Masjid sarat dengan intimidasi.
Menurut keterangan Kepala Desa Gempolan Isroful Mustofa para pengikut ajaran Mirza Ghulam Ahmad yang berjumlah sepuluh orang itu mendatangi dirinya di Kantor Desa Gempolan.
"Selain dari Jawa Timur ada juga yang mengaku pengurus Ahmadiyah Kediri. Mereka mengklarifikasi dugaan intimidasi dalam pembuatan pernyataan," ujar Isroful kepada wartawan.
Rombongan berjumlah sepuluh orang itu dipimpin Arif Ahmad dari Surabaya dan mubaliq Ahmadyah Kediri Aminullah. Disaksikan aparat kepolisian dan koramil (TNI), Isroful mengembalikan pertanyaan klarifikasi itu kepada dua orang perwakilan Jamaah Ahmadiyah Tulungagung M Jafar dan Edi Susanto yang sengaja dihadirkan.
Di depan pemuka Ahmadiyah Jawa Timur Jafar dan Edi mengatakan tidak ada unsur paksaan atau intimidasi dalam pembuatan pernyataan tidak akan lagi beraktivitas di Masjid Ahmadiyah.
"Setelah mendengar langsung jawaban itu, orang orang yang mengaku para pengurus Ahmadiyah Surabaya bisa menerima, " terang Isroful.
Mereka, lanjut Isroful juga meminta maaf sekaligus menjelaskan bahwa Jafar dan Edi Susanto sudah tidak terikat dalam struktur kepengurusan Ahmadiyah.
Jafar dan Edi sempat menyatakan sebagai pengurus Ahmadiyah Tulungagung. Bahkan Jafar mengaku sebagai ketuanya.
Pada 20 Mei 2013 lalu Masjid Ahmadiyah yang menjadi polemik itu resmi ditutup. Ketua Ahmadiyah Tulungagung Jafar bersedia menyegel dan menutup sendiri menyusul adanya serangan dan pengerusakan dari warga setempat.
Penyegelan Masjid yang berdiri sejak tahun 2007 itu disaksikan seluruh Muspika dan MUI Kabupaten Tulungagung. Di masjid itu seluruh aktifitas keyakinan Ahmadiyah berpusat.
Aliran Ahmadiyah masuk pertama kali ke Tulungagung pada tahun 1995 dibawa almarhum Pardi, paman Jafar.
Pardi mengenal Ahmadiyah setelah merantau cukup lama di Bogor Jawa Barat. Pemakaian pola syiar (penyebaran) ajaran di lingkungan keluarga itu membuat Jamaah Ahmadiyah Tulungagung sempat beranggotakan 14 orang.
Pascapembekuan ajaran Ahmadiyah pada tahun 2010, pengikut Mirza Ghulam Ahmad di Tulungagung tersisa tiga orang.
Warga Desa Gempolan kembali resah setelah minggu terakhir ini melihat Masjid ahmadiyah kembali diaktifkan. Warga menyaksikan bagaimana Jamaah ahmadiyah menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid hanya dengan dua orang makmum.
Khawatir anarkisme massa terulang, Muspika, MUI dan aparat kepolisian menghadirkan Jafar selaku perwakilan Ahmadiyah Tulungagung.
Dalam pertemuan itu Jafar bersedia membuat pernyataan tidak akan beraktivitas lagi di Masjid milik komunitasnya.
Sebelumnya Edi Susanto mengatakan bahwa ibadah yang berlangsung di Masjid bertujuan mendoakan semua orang agar mendapat keselamatan hidup dan tentram. Karenanya tidak ada alasan untuk dilarang.
Edi juga mengutarakan isi surat keputusan bersama (SKB) menteri bahwa Ahmadiyah dilarang dakwah ke luar.
Dan karena tidak melakukan itu dan berdakwah di dalam (internal), menurutnya masyarakat tidak boleh anarkis terhadap ahmadiyah. "Kami hanya berdoa dan beribadah. Apakah itu salah?," tanyanya.
Ia juga menambahkan bahwa Ahmadiyah dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi ke MUI terkait tudingan sesat dan tidak sesuai ajaran Islam.
"Kita selalu dipandang negatif tanpa pernah melihat sisi positifnya. Karenanya kita akan melakukan klarifikasi," pungkasnya.
Sayangnya rombongan sepuluh orang yang mengaku pengurus Ahmadiyah Jawa Timur tidak berhasil dikonfirmasi.
Mereka curiga proses penandatanganan pernyataan pengurus Ahmadiyah Tulungagung yang tidak lagi beraktivitas di Masjid sarat dengan intimidasi.
Menurut keterangan Kepala Desa Gempolan Isroful Mustofa para pengikut ajaran Mirza Ghulam Ahmad yang berjumlah sepuluh orang itu mendatangi dirinya di Kantor Desa Gempolan.
"Selain dari Jawa Timur ada juga yang mengaku pengurus Ahmadiyah Kediri. Mereka mengklarifikasi dugaan intimidasi dalam pembuatan pernyataan," ujar Isroful kepada wartawan.
Rombongan berjumlah sepuluh orang itu dipimpin Arif Ahmad dari Surabaya dan mubaliq Ahmadyah Kediri Aminullah. Disaksikan aparat kepolisian dan koramil (TNI), Isroful mengembalikan pertanyaan klarifikasi itu kepada dua orang perwakilan Jamaah Ahmadiyah Tulungagung M Jafar dan Edi Susanto yang sengaja dihadirkan.
Di depan pemuka Ahmadiyah Jawa Timur Jafar dan Edi mengatakan tidak ada unsur paksaan atau intimidasi dalam pembuatan pernyataan tidak akan lagi beraktivitas di Masjid Ahmadiyah.
"Setelah mendengar langsung jawaban itu, orang orang yang mengaku para pengurus Ahmadiyah Surabaya bisa menerima, " terang Isroful.
Mereka, lanjut Isroful juga meminta maaf sekaligus menjelaskan bahwa Jafar dan Edi Susanto sudah tidak terikat dalam struktur kepengurusan Ahmadiyah.
Jafar dan Edi sempat menyatakan sebagai pengurus Ahmadiyah Tulungagung. Bahkan Jafar mengaku sebagai ketuanya.
Pada 20 Mei 2013 lalu Masjid Ahmadiyah yang menjadi polemik itu resmi ditutup. Ketua Ahmadiyah Tulungagung Jafar bersedia menyegel dan menutup sendiri menyusul adanya serangan dan pengerusakan dari warga setempat.
Penyegelan Masjid yang berdiri sejak tahun 2007 itu disaksikan seluruh Muspika dan MUI Kabupaten Tulungagung. Di masjid itu seluruh aktifitas keyakinan Ahmadiyah berpusat.
Aliran Ahmadiyah masuk pertama kali ke Tulungagung pada tahun 1995 dibawa almarhum Pardi, paman Jafar.
Pardi mengenal Ahmadiyah setelah merantau cukup lama di Bogor Jawa Barat. Pemakaian pola syiar (penyebaran) ajaran di lingkungan keluarga itu membuat Jamaah Ahmadiyah Tulungagung sempat beranggotakan 14 orang.
Pascapembekuan ajaran Ahmadiyah pada tahun 2010, pengikut Mirza Ghulam Ahmad di Tulungagung tersisa tiga orang.
Warga Desa Gempolan kembali resah setelah minggu terakhir ini melihat Masjid ahmadiyah kembali diaktifkan. Warga menyaksikan bagaimana Jamaah ahmadiyah menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid hanya dengan dua orang makmum.
Khawatir anarkisme massa terulang, Muspika, MUI dan aparat kepolisian menghadirkan Jafar selaku perwakilan Ahmadiyah Tulungagung.
Dalam pertemuan itu Jafar bersedia membuat pernyataan tidak akan beraktivitas lagi di Masjid milik komunitasnya.
Sebelumnya Edi Susanto mengatakan bahwa ibadah yang berlangsung di Masjid bertujuan mendoakan semua orang agar mendapat keselamatan hidup dan tentram. Karenanya tidak ada alasan untuk dilarang.
Edi juga mengutarakan isi surat keputusan bersama (SKB) menteri bahwa Ahmadiyah dilarang dakwah ke luar.
Dan karena tidak melakukan itu dan berdakwah di dalam (internal), menurutnya masyarakat tidak boleh anarkis terhadap ahmadiyah. "Kami hanya berdoa dan beribadah. Apakah itu salah?," tanyanya.
Ia juga menambahkan bahwa Ahmadiyah dalam waktu dekat akan melakukan klarifikasi ke MUI terkait tudingan sesat dan tidak sesuai ajaran Islam.
"Kita selalu dipandang negatif tanpa pernah melihat sisi positifnya. Karenanya kita akan melakukan klarifikasi," pungkasnya.
Sayangnya rombongan sepuluh orang yang mengaku pengurus Ahmadiyah Jawa Timur tidak berhasil dikonfirmasi.
(nag)