Gandeng Yusril, Pengusaha Perikanan di Sibolga Gugat Menteri Susi

Sabtu, 09 Januari 2016 - 04:04 WIB
Gandeng Yusril, Pengusaha...
Gandeng Yusril, Pengusaha Perikanan di Sibolga Gugat Menteri Susi
A A A
SIBOLGA - Puluhan pengusaha atau pemilik kapal perikanan di Kota Sibolga dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menandatangani surat kuasa turut serta menggugat Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti.

Mereka menggugat Menteri Susi Pudjiastuti ke Mahkamah Agung (MA) atas penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) 75/2015, tentang pengaturan jenis dan tarif baru atas jenis penerimaan bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KP).

Surat kuasa gugatan diserahkan kepada Ketua Asosisasi Pengusaha Pukat Cincin (APPC) Kota Sibolga dan Tapteng, Kastamansyah Hutabarat, Rabu malam 6 Januari lalu, disaksikan Kepala Departemen Tangkap DPP HNSI Rendra Purdiansa Sembiring alias A Piau.

Selanjutnya gugatan akan diteruskan kepada Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum yang telah dipilih seluruh kelompok nelayan se Indonesia yang akan menggugat regulasi itu secara bersama - sama.

Para pengusaha atau pemilik kapal perikanan di Kota Sibolga dan Tapteng ini berharap nantinya agar MA mencabut dan membatalkan peraturan itu, karena dinilai akan mematikan usaha perikanan dan stake holder terkait sumber ekonominya dari hasil perikanan tangkap.

Menurut Rustam Effendy Simatupang, salah seorang dari pengusaha perikanan Kota Sibolga yang hadir dan menyatakan menolak PP No 75 Tahun 2015 tersebut bahwa kebijakan pemerintah yang menetapkan pajak tinggi ini adalah gila.

Hal ini dikatakannya karena mengingat saat ini sejumlah negara – negara di dunia tengah melakukan pemangkasan pajak demi menghidupkan dan menggeliatkan usaha dalam negerinya, sebagaimana yang telah dilakukan Vietnam.

Ketua APPC Kota Sibolga dan Tapteng Kastamansyah Hutabarat mengakui, bahwa permasalahan kapal penangkapan ikan bukan hanya permasalahan bagi pemilik/pengusaha dan nelayan-nya (Anak Buah Kapal/ABK), tapi masyarakat banyak.

Dia mencontohkan, bilamana satu unit kapal penangkap ikan saat sekarang dan sebelumnya telah membayar PHP untuk mendapatkan SIPI sebesar Rp20 juta, maka dalam regulasi baru yakni PP No 75 akan terjadi kelipatan menjadi Rp80juta – Rp200juta.

Menurutnya, sesuatu yang sangat tidak patut dan bahkan tidak manusiawi, karena akan menimbulkan korban terhadap kegiatan perekonomian masyarakat akibat ketidakmampuan pemilik/pengusaha kapal membayar PHP nya yang sangat besar untuk mendapatkan SIPI.

“Kenapa saya katakana ini, karena ini belum lagi biaya operasional dan kerusakan kapal yang harus dikeluarkan pemilik kapal setiap bulannya yang bisa mencapai Rp200 juta lebih. Belum lagi adanya aturan pemberlakuan upah minimum kepada ABK kapal yang sampai mencapai empat kali lipat,” pungkasnya.

Menurutnya, jika diteruskan, maka aset dan investasi nelayan akan tidak seimbang, hasil atau pendapatan akan jauh menurun dan kemungkinan pengusaha atau pemilik kapal akan menjual kapal masing – masing.

Kepala Departemen Tangkap DPP HNSI Rendra Purdiansa Sembiring alias A Piau selaku panitia upaya Pembatalan/Pencabutan PP No 75/2015 yang khusus hadir di Kota Sibolga dan Tapteng membenarkan tingginya beban biaya yang harus dikeluarkan oleh pengusaha atau pemilik kapal perikanan serta nelayan atas terbitnya PP No 75/2015 tersebut dibandingkan PP No 16/2008 sebelumnya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1857 seconds (0.1#10.140)