Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Bupati Termuda di Indonesia
A
A
A
BERAWAL dari keprihatinan terhadap kondisi fasilitas kesehatan dan infrastruktur di Dharmasraya, Sumatera Barat, Sutan Riska Tuanku Kerajaan mencalonkan diri menjadi bupati. Kalahkan petahana, pria 26 tahun ini bakal menjadi bupati termuda di Indonesia.
"Ada rasa senang dan ada rasa takutnya. Masyarakat sudah menitipkan (amanat) ke kita semua. Dari 11 kecamatan, saya menang di 10 kecamatan," kata Tuanku saat berkunjung ke Gedung SINDO, Jakarta, Jumat (8/1/2016).
Sutan Riska Tuanku Kerajaan ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dharmasraya menjadi bupati terpilih Kabupaten Dharmasraya periode 2016-2021 pada tanggal 22 Desember 2015.
Tuanku yang berpasangan dengan Amrizal Dt Rajo Medan, meraup 61.855 suara atau 63,59 persen dari total suara sah. Pasangan itu mengalahkan petahana Adi Gunawan dan Jonson Putra.
Dengan kemenangan itu, pria kelahiran Solok, 27 Mei 1989 itu tercatat bakal menjadi bupati termuda di Indonesia. Pelantikannya akan digelar berbarengan dengan kepala daerah terpilih lainnya di Sumatera Barat.
Tuanku lalu menceritakan alasan dirinya mencalonkan diri menjadi bupati. Menurutnya, banyak masyarakat yang mengadu kepada dirinya perihal parahnya infrastruktur di wilayah Dharmasraya. Juga soal pelayanan publik.
"Masyarakat datang, minta dibikinin jembatan, jalan, minta anaknya itu yang sarjana tetapi tidak punya pekerjaan. Mau jadi PNS juga nggak pernah diterima. Padahal kan menurut UU, 80 persen itu harus putra daerah. Tetapi tidak pernah diberi kesempatan," paparnya.
Selain itu, secara pribadi dia juga merasakan kesulitan untuk mengobati ibunya. "Ibu saya cuci darah dua kali seminggu. Cuci darahnya di kota sebelah, Kota Sawahlunto. Tiga jam dari Dharmasraya. Alhamdulillah kami bisa bawa ibu pakai mobil. Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang tidak punya uang itu," katanya, prihatin.
Menurutnya, fasilitas kesehatan di Dharmasraya memang memprihatinkan. Makanya, orang Dharmasraya yang memiliki banyak uang, memilih berobat ke daerah sekitar Dharmasraya seperti Padang.
Dia lalu menceritakan pengalaman mengurus perizinan sendiri. Tuanku merasakan harus dipimpong. "Saya mau lihat bagaimana pemerintah melayani masyarakat. Saya disuruh ke sana, disuruh ke sini. Saya saja ngurus sendiri seperti ini, bagaimana dengan masyarakat," kata lulusan STIE Perdagangan Padang ini.
Karena itu, dia pun memantapkan hati untuk mencalonkan diri menjadi bupati. Dia lalu izin kepada ibunya. Sang ibu sempat berpikir dan menanyakan apakah dia sanggup. "Saya jawab sanggup. Kalau bunda kasih izin, saya mohon doa restu," ujarnya.
Pencalonannya sebagai bupati dilanjutkan. Sejumlah tokoh masyarakat yang semula tidak akur, bersatu dan merapat kepada dirinya serta memberikan dukungan. Kepada para seniornya itu, Tuanku meminta dianggap sebagai anak.
Dia juga berembuk dengan tiga raja lain di daerah tersebut. "Saya sampaikan, kalau saya kalah, berarti kalah kita berempat. Kalau menang, menang kita berempat. Ini harga diri kita. Jangan anggap usia saya. Ini harkat kita sebagai Tuanku," jelasnya.
Memang ada juga yang meragukan kemampuannya menjadi bupati. "Saya dibilang anak baru kemarin, anak bawang, anak ingusan, banyaklah hinaan. Jadi tokoh pemuda aja belum, kok mau jadi bupati," ceritanya.
Namun, dukungan dari para sesepuh, ninik mamak, dan masyarakat, termasuk ibu-ibu, kian memantapkan dirinya maju pilkada. "Saya berjanji kepada diri sendiri, keluarga, Allah SWT, ingin mewakafkan diri saya. Ini saya sampaikan kepada masyarakat," katanya.
Saat kampanye berlangsung, dia sering diserang dengan kampanye hitam. Dia dibilang anti-Jawa. Untuk diketahui, sebagai penduduk Dharmasraya adalah para transmigran yang berasal dari Jawa.
Tapi, katanya, kampanye hitam itu tidak mempan. Menurutnya, sebagai raja, di daerah yang dipimpinnya ada satu daerah yang kepala desanya orang Jawa.
"Ada black campaign kalau Tuanku jadi bupati, orang transmigran diusir lagi ke Jawa. Itu salah. Kakak saya, suaminya orang Jawa, orang Madiun. Jadi isu itu tidak bisa dimainkan," tegas Tuanku yang menjadi raja di usia 24 tahun.
Tanda-tanda kemenangan sudah dirasakan Tuanku saat masa kampanye itu. Sebab, masyarakat begitu antusias saat dia melakukan sosialisasi.
"Selama sosialisasi, saya sudah merasakan aura kemenangan. Incumbent undang orang 600, datang 30 orang. Saya undang 300, yang datang 500 orang. Sampai ditunggu-tunggu sampai jam 2 malam. Ibu-ibu juga banyak," ujarnya tersenyum.
Bahkan, menurutnya, kaum ibu pula yang ikut menjaga suaranya di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Timses yang tanpa kita daftarkan itu kebanyakan ibu-ibu. Mereka tunggu TPS sampai penghitungan suara selesai. Sampai ada yang nazar puasa dan potong sapi."
Kemenangan itu pun akhirnya datang. Pada 9 Desember 2015, dia sukses mengalahkan petahana yang pernah melamarnya menjadi calon wakil bupati. Tapi, penetapannya sebagai pemenang dilakukan oleh KPU Dharmasraya pada 22 Desember 2015.
Kini, ia ingin merealisasikan semua janji serta visi-misinya untuk memajukan Dharmasraya yang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Sijunjung.
"Konsep rumah sakit harus kita selesaikan. Tingkat kecelakaan tinggi. Di sana cuma ada 11 dokter spesialis dari 200 ribu orang (penduduk). Kalau sakit Sabtu-Minggu, nggak ada dokter," ujarnya.
Tuanku mengatakan, dia dan pasangannya punya konsep dokter umum itu putra daerah. Sementara, dokter spesialis akan disekolahkan oleh pemerintah daerah. "Jadi, lima tahun lagi tidak ada lagi cerita Sabtu-Minggu tidak ada dokter."
Selain sektor kesehatan, dia juga ingin mengembangkan pariwisata di Dharmasraya. Sebab, Dharmasraya adalah wilayah transit, namun belum ada sektor pariwisata yang bisa diandalkan.
Bidang pendidikan juga akan dibenahinya. Sebab, kini Dharmasraya berada di nomor 17 dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat.
"Kami punya konsep bagaimana orang mau berobat ke Dharmasraya, berbelanja ke Dharmasraya, berpariwisata ke Dharmasraya," jelasnya.
Selain itu, perbaikan infrastruktur seperti jalan pun menjadi hal yang akan dia realisasikan. Begitu pula dengan di bidang telekomunikasi. "Ada (masyarakat) yang bilang, 'Tuanku, kita sudah 70 tahun merdeka, 12 tahun memekarkan diri dari kabupaten induk, tapi sinyal HP tidak ada'," cerita pria yang punya hobi membaca dan musik ini.
Menurutnya, jika provider telekomunikasi tidak mau bikin tower di sana, pemerintah daerah yang bakal bikin tower.
Menurutnya, potensi sumber daya alam yang banyak di Dharmasraya plus keberadaan candi dan potensi pariwisata lainnya harus serius dikembangkan.
Karena itu, setelah dilantik nanti, dia akan memilih pejabat-pejabat yang tahu visi-misinya sebagai bupati, mau melayani dan menyejahterakan masyarakat.
Dia optimistis, dengan posisi dirinya sebagai kader PDIP yang saat ini menjadi partai penguasa, akan memudahkan dirinya untuk membangun Dharmasraya. Dia pun berencana mengundang Presiden RI Joko Widodo ke daerah itu.
Lantas, bagaimana tanggapannya soal korupsi yang kerap menghambat pembangunan dan menjerat sejumlah kepala daerah di negeri ini?
Untuk yang satu ini, Tuanku punya jurus jitu. Dengan tegas dia mengatakan ingin transparan dalam melahirkan kebijakan dan menjalankan roda pemerintahan.
"Ada birokrat senior kita, saya anggap bapak saya. Dia akan bantu saya sebelum tanda tangan (kebijakan). Nanti juga minta pertimbangan dulu dari Kejari dan Kepolisian, supaya tidak salah kebijakan. Saya takutlah masuk penjara," pungkas suami dari Dewi Lopita Sari ini.
"Ada rasa senang dan ada rasa takutnya. Masyarakat sudah menitipkan (amanat) ke kita semua. Dari 11 kecamatan, saya menang di 10 kecamatan," kata Tuanku saat berkunjung ke Gedung SINDO, Jakarta, Jumat (8/1/2016).
Sutan Riska Tuanku Kerajaan ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dharmasraya menjadi bupati terpilih Kabupaten Dharmasraya periode 2016-2021 pada tanggal 22 Desember 2015.
Tuanku yang berpasangan dengan Amrizal Dt Rajo Medan, meraup 61.855 suara atau 63,59 persen dari total suara sah. Pasangan itu mengalahkan petahana Adi Gunawan dan Jonson Putra.
Dengan kemenangan itu, pria kelahiran Solok, 27 Mei 1989 itu tercatat bakal menjadi bupati termuda di Indonesia. Pelantikannya akan digelar berbarengan dengan kepala daerah terpilih lainnya di Sumatera Barat.
Tuanku lalu menceritakan alasan dirinya mencalonkan diri menjadi bupati. Menurutnya, banyak masyarakat yang mengadu kepada dirinya perihal parahnya infrastruktur di wilayah Dharmasraya. Juga soal pelayanan publik.
"Masyarakat datang, minta dibikinin jembatan, jalan, minta anaknya itu yang sarjana tetapi tidak punya pekerjaan. Mau jadi PNS juga nggak pernah diterima. Padahal kan menurut UU, 80 persen itu harus putra daerah. Tetapi tidak pernah diberi kesempatan," paparnya.
Selain itu, secara pribadi dia juga merasakan kesulitan untuk mengobati ibunya. "Ibu saya cuci darah dua kali seminggu. Cuci darahnya di kota sebelah, Kota Sawahlunto. Tiga jam dari Dharmasraya. Alhamdulillah kami bisa bawa ibu pakai mobil. Lalu, bagaimana dengan masyarakat yang tidak punya uang itu," katanya, prihatin.
Menurutnya, fasilitas kesehatan di Dharmasraya memang memprihatinkan. Makanya, orang Dharmasraya yang memiliki banyak uang, memilih berobat ke daerah sekitar Dharmasraya seperti Padang.
Dia lalu menceritakan pengalaman mengurus perizinan sendiri. Tuanku merasakan harus dipimpong. "Saya mau lihat bagaimana pemerintah melayani masyarakat. Saya disuruh ke sana, disuruh ke sini. Saya saja ngurus sendiri seperti ini, bagaimana dengan masyarakat," kata lulusan STIE Perdagangan Padang ini.
Karena itu, dia pun memantapkan hati untuk mencalonkan diri menjadi bupati. Dia lalu izin kepada ibunya. Sang ibu sempat berpikir dan menanyakan apakah dia sanggup. "Saya jawab sanggup. Kalau bunda kasih izin, saya mohon doa restu," ujarnya.
Pencalonannya sebagai bupati dilanjutkan. Sejumlah tokoh masyarakat yang semula tidak akur, bersatu dan merapat kepada dirinya serta memberikan dukungan. Kepada para seniornya itu, Tuanku meminta dianggap sebagai anak.
Dia juga berembuk dengan tiga raja lain di daerah tersebut. "Saya sampaikan, kalau saya kalah, berarti kalah kita berempat. Kalau menang, menang kita berempat. Ini harga diri kita. Jangan anggap usia saya. Ini harkat kita sebagai Tuanku," jelasnya.
Memang ada juga yang meragukan kemampuannya menjadi bupati. "Saya dibilang anak baru kemarin, anak bawang, anak ingusan, banyaklah hinaan. Jadi tokoh pemuda aja belum, kok mau jadi bupati," ceritanya.
Namun, dukungan dari para sesepuh, ninik mamak, dan masyarakat, termasuk ibu-ibu, kian memantapkan dirinya maju pilkada. "Saya berjanji kepada diri sendiri, keluarga, Allah SWT, ingin mewakafkan diri saya. Ini saya sampaikan kepada masyarakat," katanya.
Saat kampanye berlangsung, dia sering diserang dengan kampanye hitam. Dia dibilang anti-Jawa. Untuk diketahui, sebagai penduduk Dharmasraya adalah para transmigran yang berasal dari Jawa.
Tapi, katanya, kampanye hitam itu tidak mempan. Menurutnya, sebagai raja, di daerah yang dipimpinnya ada satu daerah yang kepala desanya orang Jawa.
"Ada black campaign kalau Tuanku jadi bupati, orang transmigran diusir lagi ke Jawa. Itu salah. Kakak saya, suaminya orang Jawa, orang Madiun. Jadi isu itu tidak bisa dimainkan," tegas Tuanku yang menjadi raja di usia 24 tahun.
Tanda-tanda kemenangan sudah dirasakan Tuanku saat masa kampanye itu. Sebab, masyarakat begitu antusias saat dia melakukan sosialisasi.
"Selama sosialisasi, saya sudah merasakan aura kemenangan. Incumbent undang orang 600, datang 30 orang. Saya undang 300, yang datang 500 orang. Sampai ditunggu-tunggu sampai jam 2 malam. Ibu-ibu juga banyak," ujarnya tersenyum.
Bahkan, menurutnya, kaum ibu pula yang ikut menjaga suaranya di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS). "Timses yang tanpa kita daftarkan itu kebanyakan ibu-ibu. Mereka tunggu TPS sampai penghitungan suara selesai. Sampai ada yang nazar puasa dan potong sapi."
Kemenangan itu pun akhirnya datang. Pada 9 Desember 2015, dia sukses mengalahkan petahana yang pernah melamarnya menjadi calon wakil bupati. Tapi, penetapannya sebagai pemenang dilakukan oleh KPU Dharmasraya pada 22 Desember 2015.
Kini, ia ingin merealisasikan semua janji serta visi-misinya untuk memajukan Dharmasraya yang merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Sijunjung.
"Konsep rumah sakit harus kita selesaikan. Tingkat kecelakaan tinggi. Di sana cuma ada 11 dokter spesialis dari 200 ribu orang (penduduk). Kalau sakit Sabtu-Minggu, nggak ada dokter," ujarnya.
Tuanku mengatakan, dia dan pasangannya punya konsep dokter umum itu putra daerah. Sementara, dokter spesialis akan disekolahkan oleh pemerintah daerah. "Jadi, lima tahun lagi tidak ada lagi cerita Sabtu-Minggu tidak ada dokter."
Selain sektor kesehatan, dia juga ingin mengembangkan pariwisata di Dharmasraya. Sebab, Dharmasraya adalah wilayah transit, namun belum ada sektor pariwisata yang bisa diandalkan.
Bidang pendidikan juga akan dibenahinya. Sebab, kini Dharmasraya berada di nomor 17 dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat.
"Kami punya konsep bagaimana orang mau berobat ke Dharmasraya, berbelanja ke Dharmasraya, berpariwisata ke Dharmasraya," jelasnya.
Selain itu, perbaikan infrastruktur seperti jalan pun menjadi hal yang akan dia realisasikan. Begitu pula dengan di bidang telekomunikasi. "Ada (masyarakat) yang bilang, 'Tuanku, kita sudah 70 tahun merdeka, 12 tahun memekarkan diri dari kabupaten induk, tapi sinyal HP tidak ada'," cerita pria yang punya hobi membaca dan musik ini.
Menurutnya, jika provider telekomunikasi tidak mau bikin tower di sana, pemerintah daerah yang bakal bikin tower.
Menurutnya, potensi sumber daya alam yang banyak di Dharmasraya plus keberadaan candi dan potensi pariwisata lainnya harus serius dikembangkan.
Karena itu, setelah dilantik nanti, dia akan memilih pejabat-pejabat yang tahu visi-misinya sebagai bupati, mau melayani dan menyejahterakan masyarakat.
Dia optimistis, dengan posisi dirinya sebagai kader PDIP yang saat ini menjadi partai penguasa, akan memudahkan dirinya untuk membangun Dharmasraya. Dia pun berencana mengundang Presiden RI Joko Widodo ke daerah itu.
Lantas, bagaimana tanggapannya soal korupsi yang kerap menghambat pembangunan dan menjerat sejumlah kepala daerah di negeri ini?
Untuk yang satu ini, Tuanku punya jurus jitu. Dengan tegas dia mengatakan ingin transparan dalam melahirkan kebijakan dan menjalankan roda pemerintahan.
"Ada birokrat senior kita, saya anggap bapak saya. Dia akan bantu saya sebelum tanda tangan (kebijakan). Nanti juga minta pertimbangan dulu dari Kejari dan Kepolisian, supaya tidak salah kebijakan. Saya takutlah masuk penjara," pungkas suami dari Dewi Lopita Sari ini.
(zik)